PASAL : Berkenaan dengan pernyataan kalian bahwa apabila amal seseorang bermanfaat bagi orang lain, berarti dapat bermanfaat pula tobat yang dilakukan oleh seseorang atas nama orang lain dan keislaman yang dilakukan seseorang atas nama orang lain.
Pernyataan seperti itu merupakan bentuk ketidakjelasan yang dapat disampaikan dengan dua bentuk sebagai berikut:
Bentuk yang menunjukkan adanya kepastian yang di dalamnya dinyatakan adanya kepastian antara dua hal, lalu dijelaskan mengenai gugurnya hal yang memastikan sehingga menjadi gugur pula hal yang dipastikan. Maksudnya, apabila seseorang dapat memperoleh manfaat dari amal yang dilakukan orang lain atas namanya, berarti seseorang juga dapat memperoleh manfaat dari keislaman atau tobat yang dilakukan orang lain atas nama dirinya. Ketika ternyata hal seperti itu tidak bermanfaat baginya, maka berarti tidak bermanfaat pula amal yang dilakukan orang lain itu.
Bentuk kedua yaitu dengan mengatakan bahwa keislaman dan tobat yang dilakukan orang lain tidak bermanfaat bagi seseorang sehingga kalau demikian maka tidak bermanfaat pula baginya shalat, puasa, dan bacaan al-Quran orang lain bagi diri seseorang itu.
Padahal telah diketahui dengan jelas bahwa hubungan kepastian dan keterkaitan seperti ini adalah batil berdasarkan beberapa alasan berikut ini:
Alasan pertama karena itu merupakan bentuk analogi yang berbenturan dengan apa yang sudah dijelaskan secara gamblang oleh nas dan berbenturan pula dengan ijmak umat Islam.
Alasan kedua karena pendapat di atas merupakan bentuk penggabungan antara hal-hal yang Allah swt. telah pisahkan. Allah swt. telah memisahkan antara keislaman seseorang atas nama orang lain dengan tindakan bersedekah, berhaji, dan memerdekakan budak atas nama lain. Kiyas yang menyamakan antara kedua perkara yang berbeda itu sama saja dengan kiyas yang dilakukan oleh orang-orang yang menyamakan antara binatang bangkai dengan binatang yang disembelih secara sah atau menyatakan antara riba dengan jual-beli.
Alasan ketiga karena Allah swt. telah menjadikan Islam sebagai jalan bagi kaum muslimin untuk saling memberi manfaat antara satu sama lain, baik dalam kehidupan maupun setelah kematian. Oleh karena itu, apabila seseorang tidak menempuh jalan manfaat yang didapat melalui amal perbuatan orang-orang muslim, tentu dia tidak dapat memperoleh manfaat tersebut. Hal inilah yang dinyatakan oleh Rasulullah saw. kepada ‘Amr ra., “Sesungguhnya ayahmu, apabila dia mengakui tauhid lalu engkau berpuasa dan bersedekah atas namanya, itu bermanfaat baginya.”
Hal ini serupa dengan tindakan Allah swt. yang telah menjadikan islam sebagai jalan menuju diperolehnya manfaat oleh hamba dari kebaikan yang dilakukannya. Apabila seorang hamba mengabaikan jalan ini, tidak akan bermanfaat amal perbuatannya dan tidak akan diterima kebaikan darinya.
Hal ini serupa dengan tindakan Allah swt. menjadikan ikhlas dan ittiba’ sebagai jalan bagi diterimanya amal ibadah. Apabila dua hal itu tidak dipenuhi, amal perbuatan hamba tentu tidak akan diterima. Hal ini serupa dengan tindakan Allah swt. yang telah menetapkan wudhu dan semua syarat sah shalat sebagai jalan bagi sahnya shalat. Apabila syarat-syarat sah shalat tidak dipenuhi, maka sahnya shalat tentu juga tidak akan tercapai.
Demikianlah seterusnya kondisi semua bentuk jalan dan tujuan yang dicapai melalui jalan-jalan tersebut baik dilihat dari segi syariat, akal, maupun perasaan. Siapa pun yang menyamakan antara dua kondisi ini, yaitu kondisi adanya jalan dan tidak adanya jalan, dapat dipastikan bahwa dia telah keliru.
“Kegilaan” ini sebanding dengan pendapat yang menyatakan bahwa apabila syafaat bagi para pemaksiat dapat diterima, pasti akan diterima pula syafaat bagi orang-orang musyrik. Apabila para pelaku dosa besar dari kalangan Ahli Tauhid (kaum mukminin) kelak akan dapat keluar dari neraka, berarti orang-orang kafir juga akan dapat keluar dari neraka.
Dan masih banyak bentuk-bentuk kiyas yang sebenarnya muncul dari kenajisan pikiran dan kebusukan mulut orang-orang yang melakukannya! Singkatnya, sebenarnya yang lebih utama dilakukan oleh para ulama adalah tidak menyibukkan diri untuk membantah berbagai bentuk racauan ini, kalau bukan karena orang-orang sesat itu telah mengotori lembaran-lembaran amal ibadah dan hubungan baik anta, warga masyarakat!
Tiada ulasan:
Catat Ulasan