Suatu senja, ibrahim bin adham berjalan di sebuah pasar. Tiba-tiba, langkahnya
berhenti oleh seorang pemuda yang menubruk tubuhnya dari belakang. Ibrahim
membalikkan tubuhnya. Tubuh pemuda itu limbung dan hampir saja terjerembab ke
tanah. Beruntung ibrahim sigap menyambutnya. Dari aroma mulutnya, tercium bau
minuman keras. Rupanya, pemuda itu dalam kondisi mabuk berat. Mulutnya meracau
tidak karuan. Sekilas, pemuda itu
menatap ibrahim bin adham. Matanya merah dan sayu.
“antarkan aku pulang,” katanya.
Ibrahim bin adham merangkul tangan pemuda itu ke
pundaknya , lalu berjalan. Anehnya, ibrahim tidak bertanya kemana ia harus
mengantar pemuda itu pulang, ia terus berjalan sambil membopong pemuda tersebut.
si pemuda menurut saja kemana pun ibrahim melangkah. Kaki ibrahim lalu berhenti
di sebuah tanah lapang . disana , terdapat batu-batu nisan. Ternyata,
ibrahimbin adham membawa pemuda tiu ke area makam.
“bangunlah, kita sudah sampai di rumahmu” ujar ibrahim
bin adham sambil menepuk-nepuk bahu pemuda itu.
Si pemuda mencoba membuka matanya yang terasa berat.
Berlahan. Matanya dapat melihat keadaan sekeliling .matanya menyapu pemandangan sekitar tempat berdiri. Ia mengumpulkan segenap
kesadaran yang tersisa. Tiba-tiba, raut mukanya memerah dan menyalak tajam.
“ apa maksudmu membawa aku kesini?” gertak pemuda
itu.
“ kau memintaku mengantarmu pulang, inilah rumahmu
yang sesungguhnya. Rumahmu di dunia ini hanya sementara. Akhiratlah rumah yang
sesungguhnya,” jawab ibrahim bin adham tenang.
Pemuda itu tersenta.
Kata-kata ibrahim bin adham
seperti bilah pedang yang menusuk jantungnya dan membangunkan kesadarannya.
Pelan-pelan kata kata itu berubah menjadi secercah cahaya yang menelusup ke kalbunya. Pemuda itu tersadar.
Ia telah terlena oleh pesona dunia. Padahal,
dunia bukan rumah sesungguhnya . akhirat rumah yang sebenarnya. Pemuda
itu pun bertobat dan menggunakan sisa waktu
hidupnya untuk beribadah dan
beramal shaleh.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan