Al kisah seorang pria asal Baghdad bernama Abdullah hendak
menunaikan ibadah haji. Pamannya kemudian menitipkan uang sebanyak 10 dirham
untuk disedekahkan di Kota Madinah. Si paman berpesan kepada Abdullah,
“Jika kau sudah sampai di Kota Madinah, maka carilah keluarga
yang paling miskin di sana. Berikanlah uang ini kepada mereka.”
Abdullah pun berangkat haji sambil membawa titipan sang paman.
Lalu begitu sampai di Kota Madinah, Abdullah segera bertanya kepada masyarakat
setempat tentang orang paling miskin di kota nabi tersebut. Abdullah lalu
mendapat petunjuk untuk menuju sebuah rumah yang merupakan tempat tinggal orang
paling miskin di Madinah.
Pergilah Abdullah ke rumah tersebut. Setelah mengetuk pintu,
terdengar suara seorang wanita dari dalam rumah, “Siapa Anda?”
Abdullah pun menjawab pertanyaan si wanita, “Aku seorang yang
datang dari Kota Baghdad. Dititipkan uang padaku sebesar 10 dirham dan aku
diminta untuk memberikannya sebagai sedekah untuk keluarga yang paling miskin
di Madinah. Orang-orang menceritakan keadaan keluarga kalian kepadaku. Karena
itu, ambillah uang ini!”
Namun ternyata wanita itu berkata, “Orang yang menitipkan uang
kepadamu memberi syarat keluarga yang paling miskin di Madinah lah yang berhak
menerimanya. Keluarga yang tinggal di depan rumah kami lebih miskin dari kami.
Berikan saja uang itu kepada mereka.”
Abdullah pun meninggalkan rumah tersebut, lalu pergi ke rumah di
depannya. Ia mengetuk pintu dan mendengar suara seorang wanita menjawab dari
dalam rumah, “Siapa Anda?”
Abdullah pun memberikan jawaban yang sama sebagaimana kepada
wanita pertama, “Aku seorang yang datang dari Kota Baghdad. Dititipkan uang
padaku sebesar 10 dirham dan aku diminta untuk memberikannya sebagai sedekah
untuk keluarga yang paling miskin di Madinah. Orang-orang menceritakan keadaan
keluarga kalian kepadaku. Karena itu, ambillah uang ini!”
Namun ternyata wanita kedua pun menjawab hal serupa dengan
wanita pertama, “Orang yang menitipkan uang kepadamu memberi syarat keluarga
yang paling miskin di Madinah lah yang berhak menerimanya. Keluarga yang
tinggal di depan rumah kami lebih miskin dari kami. Berikan saja uang itu
kepada mereka.”
Abdullah pun kebingungan. Kepada siapa uang 10 dirham harus ia
berikan. Sepuluh dirham bukanlah uang yang sedikit dan Abdullah harus memenuhi
amanah pamannya. Sementara dua keluarga miskin di Madinah justru saling memberi
dan enggan menerima. Meski dalam kondisi ekonomi sulit, mereka tak sedikit pun
memiliki sifat tamak pada harta. Mereka sangat membutuhkan uang tersebut, namun
mereka tak rakus dan justru memikirkan orang lain yang juga kekurangan harta.
Akhirnya, Abdullah pun membagi uang 10 dirham tersebut menjadi
dua. Lima dirham untuk keluarga pertama, dan lima dirham lagi untuk keluarga
kedua. Barulah mereka bersedia menerimanya.
Sifat dua keluarga miskin di Kota Madinah tak seperti kebanyakan
orang pada umumnya. Mengingat tabiat setiap manusia pastilah menyukai harta.
Namun dua keluarga tersebut menjadi teladan yang sangat baik tentang sifat
qana’ah dan tidak tamak pada harta.
Peristiwa tersebut terjadi di zaman yang belum jauh dari era
nabi, yakni era setelah tabi’ut tabi’in. Mereka masih memegang teguh ajaran
Rasulullah agar tak rakus pada harta dan dunia. Sesungguhnya Rasulullah pernah
bersabda,
“Demi Allah, bukanlah kemiskinan yang aku takutkan (akan merusak
agama) kalian, akan tetapi yang aku takutkan bagi kalian adalah jika
(perhiasan) dunia dibentangkan (dijadikan berlimpah) bagi kalian sebagaimana
(perhiasan) dunia dibentangkan bagi umat (terdahulu) sebelum kalian, maka
kalian pun berambisi dan berlomba-lomba mengejar dunia sebagaimana mereka
berambisi dan berlomba-lomba mengejarnya, sehingga (akibatnya) dunia itu
membinasakan kalian sebagaimana dunia membinasakan mereka,” (HR. Al Bukhari dan
Muslim).
Dua keluarga miskin itu pun tinggal di Kota Madinah, kotanya
Rasulullah, tempat di mana orang-orang lebih dahulu beriman kepada sang nabi.
Mereka adalah keturunan kaum Ashar, sang pembela Rasulullah dan penolong kaum
muhajirin dari Makkah. Allah bahkan menyebut keutamaan warga Madinah dalam
firman-Nya,
“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah
beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai
orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam
hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin);
dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri,
sekalipun mereka membutuhkan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang
dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang
beruntung” (QS. Al Hasyr: 9).
Tiada ulasan:
Catat Ulasan