Abul Qasim Al-Munadi,
seorang ulama sufi dari Naisabur terbesar di zamannya menderita sakit. Banyak
ulama yang menjenguknya, diantaranya Abul Hasan Al-Busanji dan Hasan Al-Hadad.
Sebelum tiba ditempat tujuan, keduanya sempat membeli
beberapa buah apel di tengah jalan secara kredit. Keduanya kemudian membawanya
kepada Abul Qasim.
Ketika kedua tamu ini masuk dan duduk di sisi
pembaringan. Abul Qasim berkata, " Kenapa suasana menjadi gelap ?"
Kedua tamu itu terkejut. Seolah-olah ucapan itu ditujukan kepada mereka berdua.
Keduanya gelisah dan kemudian mereka keluar dan bergumam, "Apa yang telah
kita perbuat ?" Keduanya mencoba berfirir. "Barangkali kita belum
membayar penuh harga apel," Kata mereka.
Keduanya lantas pergi ke tempat penjual apel dan
melunasi pembayarannya, kemudian kembali ke rumah Abul Qasim. Ketika pandangan
beliau jatuh kepada mereka berdua, maka beliau bergumam, "Mungkinkah
secepat ini kegelapan yang menyelimuti seseorang keluar darinya. Kabarkan pada
saya ada apa yang terjadi pada kalian ."
Keduanyapun menuturkan kisah tentang apel, tentang
harga dan tentang pemenuhan janjinya. Ulama itu diam mendengarkan. Beliau
menemukan penyebab kegelapan ruang tidurnya.
"Memang benar seseorang dari kalian terlalu
percaya pada temannya untuk tidak membayar penuh harga apel. Dia percaya dengan
kebaikan penjual apel, sementara penjual apel itu malu untuk tidak memenuhi
tawarannya. Dia sungkan dan takut berperkara karena sadar bahwa yang
dihadapinya adalah ulama. Dia takut menagih. Sedangkan saya adalah penyebab
utama. Engkau datang dengan membawa apel karna saya. Itulah yang saya lihat
pada diri kalian."
Semenjak saat itu, Abul Qasim AL-Munadi masuk pasar
setiap ada pelelangan. Dan ketika tangannya menjamah sesuatu yang sekiranya
mencukupi harga senilai seperenam hingga setengah dirham, maka dia keluar dan
kembali pada pangkal waktunya dan meniti-niti hatinya.
Husain bin Manshur berkata, "Al-Haqq" Telah
menguasai rahasia (hati), maka rahasia-rahasia itu akan menguasainya, mengurusi
dan memberitahukan kepadanya rahasia-rahasia itu". Seorang sufi ditanya tentang makna firasat,
lalu dijawab, "Beningnya nurani yang berputar-putar di dalam kerajaaan
(alam jasad, alam ruhani, dan alam ghaib) sehingga dia dimuliakan dengan
kemampuan melihat makna-makna ghaib, berbicara trentang rahasia-rahasia
penciptaan dengan pembicaraan yang nyata, dan dia tidak berbicara dengan dugaan
atau persangkaan."
Tiada ulasan:
Catat Ulasan