IMAM ABDULLAH BIN MUBARAK mengkisahkan, “Kala itu aku berada di Makkah, dan para penduduknya tertimpa kekeringan. Mereka pun keluar menuju Masjid Al Haram untuk melakukan shalat istisqa, namun meski demikian, hujan pun belum kunjung turun.”
Ibnu Mubarak melanjutkan, ”Saat itu, di sampingku duduk seorang berkulit hitam yang berdoa,’Ya Allah, sesungguhnya mereka telah berdo’a kepada-Mu, namun kenapa Engkau menutupi? Dan sesungguhnya aku bersumpah atas-Mu agar Engkau menurunkan hujan untuk kami.’ Tak lama kemudian hujan pun turun.”
Laki-laki hitam itu pun pergi dan Ibnu Mubarak
diam-diam mengikutinya, hingga laki-laki itu masuk ke sebuah rumah diantara
rumah-rumah para penjahit. Keesokan harinya Ibnu Mubarak mendatangi kembali
rumah itu mencari laki-laki berkulit hitam yang telah ia lihat.
Ditemuilah seorang laki-laki yang berdiri di
depan pintu rumah yang dimasuki oleh laki-laki hitam tersebut, ”Aku ingin
bertemu dengan pemilik rumah ini”. Orang itu pun menjawab,”Aku sendiri”. Ibnu
Mubarak pun menyampaikan,”Aku ingin membeli budakmu.”
Akhirnya, laki-laki itu mengeluarkan 14 budaknya, namun tidak terlihat seorang pun dari mereka laki-laki berkulit hitam yang dicari oleh Ibnu Mubarak.
Ibnu Mubarak bertanya,”Masih ada yang
tersisa?” Laki-laki itu pun menjawab,”Masih ada, budak yang sakit.”
Lantas laki-laki mengeluarkan seorang budak
yang ternyata merupakan laki-laki hitam yang dicari oleh Ibnu Mubarak.
Ibnu Mubarak pun menyatakan,”Juallah ia
padaku.” Si pemilik menyetujuinya dan Ibnu Mubarak menyerahkan 14 dinar kepada
pemilik budak.
Setelah budak itu menempuh perjalanan dengan
Ibnu Mubarak, ia pun bertanya,”Wahai tuan, mengapa anda memperlakukan saya
seperti ini, sedangkan saya sakit?”
Maka Ibnu Mubarak pun menjawab,”Karena aku
menyaksikan apa yang terjadi kemarin petang.”
Setelah mendengar apa kata Ibnu Mubarak, budak
itu pun menyandarkan diri di tembok seraya berdoa,”Ya Allah, Engkau telah
membuka hakikat diriku, maka ambillah aku untuk menghadap-Mu”.
Setelah itu, Ibnu Mubarak pun menyaksikan
laki-laki hitam itu menghembuskan nafasnya dan beliau menilai bahwa penduduk
Makkah menderita kerugian dengan kematiannya (Shifat Ash Shafwah, 2/295,296).
Hikmah yang boleh diambil dari kisah ini salah
satunya adalah, hendaklah kita jangan sampai meremehkan seorang pun dikarenakan
pandangan manusia terhadapnya.
Boleh jadi di mata menusia seseorang dianggap
rendah namun sejatinya ia memiliki derajat di pandangan Allah.*
Tiada ulasan:
Catat Ulasan