Yang pertama kali dan satu-satunya dijuluki
'Al-Faqih Al-Muqaddam' di kalangan Alawiyin adalah waliyullah Muhammad bin Ali
bin Muhammad Shahib Mirbath. Soal gelar yang disandangnya, karena waliyullah
Muhammad bin Ali seorang guru besar yang menguasai banyak sekali ilmu-ilmu
agama diantaranya ilmu fiqih. Salah seorang guru beliau Ali Bamarwan
mengatakan, bahwa beliau menguasai ilmu fiqih sebagaimana yang dikuasai seorang
ulama besar yaitu al-Allamah Muhammad bin Hasan bin Furak al-Syafi'i', wafat
tahun 406 Hijriah.
Sedangkan gelar al-Muqaddam di depan gelar al-Faqih
yang berasal dari kata Qadam yang berarti lebih diutamakan, dalam hal ini
waliyullah Muhammad bin Ali sewaktu hidupnya selalu diutamakan sampai setelah
beliau wafat maqamnya yang berada di Zanbal Tarim sering diziarahi kaum
muslimin sebelum menziarahi maqam waliyullah lainnya.Waliyullah Muhammad bin
Ali dilahirkan di kota Tarim, beliau anak laki satu-satunya dari Imam Ali bin
Muhammad Shahib Mirbath yang menurunkan 75 leluhur kaum Alawiyin, sedangkan
Imam Alwi bin Muhammad Shahib Marbad menurunkan 16 leluhur Alawiyin, termasuk
di antaranya yang dikenal sebagai walisongo, di tanah Jawa, Indonesia. Sayyid
Muhammad bin Ali yang terkenal dengan nama al-Faqih al-Muqaddam ialah poros
sesepuh semua kaum Alawiyin.
Selengkapnya nama beliau Sayyidina Al Faqihi
Muqaddam Muhammad bin Ali bin Al Imam Muhammad Shahib Mirbath bin Ali bin Alwi
bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidullah (Abdullah) bin Imam Al Muhajir Ahmad bin
Isa bin Muhammad an Naqib bin Al Imam Ali Al Uraidhi bin Ja’far as Shadiq bin
Al Imam Muhammad al Baqir bin Al Imam Ali Zainal Abidin binl Imam Hussein As
Sibith bin Imam Ali bin Abi Thalib Suami Al Batul Fatimah az-Zahra binti
Rasullullah Muhammad saw.
Beliau dilahirkan pada tahun 574 H di Tarim. Beliau
seorang yang hafal al-quran serta menguasai makna yang tersurat dan tersirat
dari Qur’an, dan selalu sibuk menuntut berbagai macam cabang ilmu pengetahuan
agama, hingga di akui oleh Ulama Hadramaut saat itu bahwa beliau telah mencapai
tingkat sebagai mujtahid mutlak. Beliau dikenal dengan gelar lain yakni
ustadzul A’zham (Guru besar), beliau adalah bapak dari semua keluarga Alawiyin,
keindahan kaum muslimin dan agama Islam. Dari keistimewaan yang ada pada
Sayyidina Al-Faqihi Al muqaddam adalah tidak suka menonjolkan diri, lahir dan
batinnya dalam kejernihan yang ma'qul (semua karya pemikiran) dan penghimpun
kebenaran yang manqul (nash-nash Alquran dan Sunnah).
Beliau adalah seorang Mustanbith al-furu' min
al-ushul (ahli merumuskan cabang-cabang hukum syara' yang digali dari
pokok-pokok ilmu fiqih. Ia adalah Syaikh Syuyukh al-syari'ah (mahaguru ilmu
syari'ah) dan seorang Imamul Ahlil Hakikat (Imam ahli hakikat), Sayidul thaifah
Ash-Shufiyah (Penghulu Kaum Sufi) Murakiz Dairah al-Wilayah al-Rabbaniyah,
Qudwah al-'Ulama al-Muhaqqiqin (panutan para ulama ahli ilmu hakikat), Taj
al-A'imah al-'Arifin (mahkota para Imam ahli ma'rifat), Jami’ul Kamalat (yang
terhimpun padanya semua kesempurnaan), sedang dalam segala kesempurnaannya
beliau berteladan kepada Amir al-Mukminin (Imam Ali bin Abi Thalib).
Thariqahnya adalah kefakiran yang hakiki dan kema'rifatan yang fitrah. Beliau
Imam Faqihi Muqadam adalah penutup Aulia-illah (para waliullah) yang mewarisi
maqam Rasulullah saw, yaitu maqam Qutbiyah Al Kubra (Wali Quthub besar).
Beliaulah Sayyidunal Imam Al Faqih Al Muqaddam
Muhammad bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbat, jadi Imam Muhammad bin Ali Shahib
Mirbat merupakan sosok Imam yang menyatukan seluruh guru-guru tarikat sufi dan
asal-usul para pembesar ahli hakikat dari kalangan Bani Alawy, sedangkan
Sayyiduna Faqih Muqaddam adalah guru dan imam bagi para guru tersebut bahkan
mahaguru dan imam bagi setiap guru dan imam, inilah yang di ungkapkan oleh
penyusun qosidah ini (Habib Abdullah bin Alawi Al Haddad) menyebut beliau
sebagai Syeikhus Syuyukh (mahaguru).
Dan beliau adalah seorang Arif Billah yang mengenal
hukum-hukum Allah dan kebesaran-kebesaran Allah, memiliki pengetahuan luas akan
berbagai ilmu pengetahuan dan berbagai lautan ma’rifat yang dalam.
Beliaulah tokoh para ulama besar, suri tauladan bagi
para arifin, guru bagi para muhaqqiqin, pembimbing para salikin, poros utama
bagi para wali sufi, imam para imam umat Muhammad, pemimpin kalangan Bani
Alawy, sumber daerah kewalian Rabbani, pusat kekeramatan yang luar biasa,
pemilik biografi yang tinggi, diakui kesempurnaannya dalam kedudukan imam ahlu
sunnah sebelum memasuki tarekat tasawuf, beliaulah Abu Abdillah Jamaluddin Muhammad
bin Ali bin Al Imam Muhammad bin Ali bin Alwy bin Muhammad bin Alwy bin
Ubaidillah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-’Uraidli bin Ja’far Shadiq
bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al Husain As Sibit bin Al Imam
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ra.
Beliau merupakan salah satu pasak utama tarikat
tasawuf dan tokoh ulama besar, Allah menampakkan pada diri beliau tanda-tanda
kebesaran, mengalirkan melalui ucapannya berbagai macam hikmah dan membukakan
baginya rahasia-rahasia ghaib.
Orang-orang yang menimba ilmu dari beliau adalah
para Imam besar dari kalangan ahli fiqih, guru-guru tasawuf dan orang-orang
shaleh, beliau berhasil menelurkan para imam besar dari kalangan auliya’ dan
asfiya’ yang banyak sekali jumlahnya, disamping banyak para salikin yang
menjadi murid beliau, beliau disepakati keimamannya.
Seluruh imam di masanya mengakui keunggulannya dan
kesempurnaan keimaman dan sifat warisan Nabawi yang agung pada diri beliau,
mereka melihat pada diri beliau sifat-sifat para Khulafa’ Rasyidin, tanda-tanda
para Siddiqin, rahasia para Muqarrabin dan keistimewaan para ulama besar
lainnya.
Permulaan beliau ibarat terminal akhir bagi ulama
ahli tarekat yang setingkat beliau, beliau di berikan kekokohan yang sangat
kuat dan kemantapan dalam kesempurnaan tauhid dan hakikat keyakinan yang belum
pernah dianugerahkan kepada para wali Qutub Al Arifin dan Muqarrabin selain
beliau, hal ini diakui oleh para ahli kasyaf bahwa setiap saat beliau
senantiasa mabuk karena minuman cinta yang murni kepada Allah, hingga di akhir
umurnya beliau mendapat berbagai anugerah yang sangat agung dan penyaksian
hakikat serta anugerah rahasia Ladunni yang sangat besar, hal ini menyebabkan
beliau hilang kesadaran selama ‘seratus malam’ beliau berdiri tenggelam dalam lautan-lautan
rahasia illahi, hilang dari apapun yang selain Tuhannya, senantiasa melazimi-Nya
tanpa makan dan minum.
Imam Muhammad Bin Ali belajar fiqh Syafi’i kepada
Syeikh Abdullah bin Abdurahman Ba’Abid dan Syeikh Ahmad Bin Muhammad Ba’Isa,
belajar Ushul dan ilmu logika kepada Imam Ali Bin Ahmad Bamarwan dan Imam
Muhammad Bin Ahmad Bin Abilhib, belajar ilmu Tafsir dan Hadits kepada seorang
Mujtahid bernama Sayid Ali bin Muhammad Bajadid, belajar ilmu tasawuf dan
hakikat kepada Imam salim Bashri, Syeikh Muhammad Ali Al Khatib dan pamannya
Syeikh Alwi Bin Muhammad Shahib Mirbath serta Syeikh Sufyan Al Yamani yang
berkunjung ke Hadramaut dan tinggal di kota Tarim.
Diantara karamah-karamah yang nampak pada diri
beliau adalah ketika anak beliau Ahmad mengikuti beliau ke suatu wadi di
pertengahan malam, maka sesampainya di wadi tersebut beliau berdzikir dengan
mengeluarkan suara, maka batu dan pohon serta mahluq yang ada di sekeliling
tempat itu semuanya ikut berdzikir. Beliau juga dapat melihat negeri akhirat
dan segala kenikmatannya hanya dengan melihat di antara kedua tangannya, dan
melihat dunia dengan segala tipu dayanya melalui ke dua matanya.
Di antara sikap tawadhunya, beliau tidak mengarang
kitab-kitab yang besar, akan tetapi ia hanya mengarang dua buah kitab berisi
uraian yang ringkas. Kitab tersebut berjudul : Bada’ia Ulum Al Muksysyafah dan
Ghoroib Al Musyahadat wa Al Tajalliyat. Kedua kitab tersebut di kirimkan kepada
salah satu gurunya Syeikh Sa’Adudin Bin Ali Al Zhufari yang wafat di Sihir
tahun 607 H. Setelah melihat dan membacnya ia merasa takjub atas pemikiran dan
kefasihan kalam Imam Muhammad Bin Ali. Kemudian surat tersebut di balas dengan
menyebutkan di akhir tulisan suratnya : ‘’Engkau wahai Imam, adalah pemberi
petunjuk bagi yang membutuhkannya’’. Imam Muhammad Bin Ali pernah ditanya
tentang 300 macam masalah dari berbagai macam ilmu, maka beliau menjawab semua
masalah tersebut dengan sebaik-baiknya jawaban.
Rumah beliau merupakan tempat berlindung bagi para
anak yatim, kaum faqir dan para janda. Jika rumah beliau kedatangan tamu, maka
ia menyambut dan menyediakan makanan yang banyak, dimana makanan tersebut
tersedia hanya dengan mengangkat tangan beliau dan para tamu untuk berdoa dan
memohon kepada Allah swt. Sebagaimana sabda rasulullah saw :''Sesungguhnya para
saudaraku jika ia mengangkat tangannya untuk memohon makanan, maka akan
tersedia makanan tersebut dalam jumlah yang banyak''.
AsSyeikh Abdurahman AsSeqaf berkata : ''Tidak aku
lihat dan aku dengar suatu kalam yang melebihi kalam Imam Al faqihi Muqadam
kecuali kalam para Nabi''. Sedang Imam Al faqihi Muqadam bernah berkata kepada
kaumnya ’’Kedudukan ku terhadap kalian seperti kedudukan Nabi Muhammad kepada
kaumnya’’. Didalam riwayat lain AsSyeikh Abdurahman AsSeqaf : berkata ’’Kedudukan
ku terhadap kalian seperti kedudukan Nabi Isa kepada kaumnya’’. Berkata
AsSyeikh Al Kabir Abu Al Ghaits Ibnul Jamil :’’Derajat kami tidak akan menyamai
derajat Imam Al Faqihi Muqadam, terkecuali hanya setengahnya saja’’. Dalam
salah satu kalimat yang ditulisnya kepada gurunya Syeikh Sa’aduddin, Imam Al
Fiqihi Muqadam bekata ‘’Aku telah di Mi’rajkan ke Sidratul Muntaha sebanyak
tujuh kali ( dilain riwayat dua puluh tujuh kali).
Disuatu saat Al Imam Faqihi Muqadam duduk bersama
sahabatnya, ketika itu ada seseorang yang nampak seperti Badui datang
mengunjunginya, dengan di atas kepalanya membawa keju. Maka berdiri Imam Faqihi
Muqadam untuk mengambil keju tersebut lalau memakannya. Para sahabatnya yang
hadir saat itu merasa heran dan bertanya : ‘’Siapa dia ? maka beliau menjawab :
Khidir as. Kejadian tersebut menjelaskan bahwa : Allah telah mengangkat derajat
Al Faqihi Muqadam sebagai seorang Ahli Hakikat dan Ahli Kasyaf. Ini terlihat
dari isyarat keju yangdi makannya dari kepala Nabi Khidir as. Keju tersebut di
ibaratkan sebuah buah dari sebuah dari hasil mujahadah para wali. Dan di
jadikan Imam Al Faqihi Muqadam bagi para wali seperti kedudukan Malaikat Jibril
terhadap para Nabi. Syeikh Fadhal bin Abdullah Bafadhal berkata : ‘’Banyak dari
manusia yang mendapatkan anugrah dari imam Al Faqihi Muqadam lantaran didikan
dan kebaikannya, khususnya dua orang Syeikh Kabir Abdullah bin Muhammad Abbad
dan Syeikh Said Bin Umar Balhaf’’.
Imam Muhammad Bin Ali Al Faqihi Muqadam berdoa untuk
para keturunannya agar selalu menempuh perjalanan yang baik, jiwanya tidak di
kuasai oleh kedzaliman yang akan menghinakannya, serta tidak ada satupun dari
anak cucunya yang meninggal kecuali dalam keadaan mastur ( Kewalian yang
tersembunyi ).
Beliau seorang yang gemar bersedeqah sebanyak dua
ribu ratl kurma kepada yang membutuhkannya, memberdayakan tanah pertaniannya
untuk kemaslahatan umum. Beliau juga menjadikan isterinya Zainab Ummul Fuqara
sebagai khalifah beliau.
Mengenai kesufian beliau. Adapun sumber penisbatan
Al-Khirqah dan Silsilah Isnad Didalam Kesufian Beliau Al Faqihi Muqadam,
diterangkan mengambil sanad Khirqah Kesufian berasal dua jalur, salah satu dari
jalur ayah-kakek beliau ( Ahlulbait ), yakni beliau dididik dan menerimanya
dari ayah beliau, Ali bin Muhammad dan dari paman beliau, Alwi bin Muhammad,
keduanya menerima dari ayahnya Muhammad Syahib Mirbath, beliau menerimanya dari
ayahnya, Ali Khali’ Qasam, beliau menerimanya dari ayahnya, Alwi Shahib Samal,
beliau menerimanya dari ayahnya, Ubaidillah, beliau menerimanya dari ayahnya,
al-Imam Muhajir Ahmad bin Isa, beliau menerimanya dari ayahnya, Isa an-Naqib,
beliau menerimanya dari ayahnya, Muhammad, beliau menerimanya dari ayahnya, Ali
al-Uraidhi, beliau menerimanya dari ayahnya, al-Imam Ja’far as-Shoddiq, beliau
menerimanya dari ayahnya, al-Imam Muhammad al-Baqir, beliau menerimanya dari
ayahnya, Ali Zainal Abidin, beliau menerimanya dari ayahnya, al-Imam al-Hussein
dan dari pamannya al-Imam al-Hassan, keduanya menerima dari kakeknya Nabi
Muhammad SAW, juga dari ayahnya al-Imam Ali bin Abi Thalib sedangkan Nabi SAW
menerimanya dari Allah seperti yang beliau katakan:
“Aku dididik oleh Tuhanku dan ia mendidikku dengan
sebaik-baik didikan”.
Sedang jalur yang ke dua, Beliau Al Faqihi Muqadam
diterangkan mengambil sanad Khirqah Kesufian di bawah usia 20 tahun, dari
seorang Sufi terkemuka yang berasal dari Maroko. Selengkapnya yakni; lewat Abu
Madyan al-Maghribi (Syeikh Syu’aib bin Husain Al Anshari) yang wafat di tahun
594 H, dengan perantaraan Abdurrahman Al-Muq’ad dan Abdullah As-Shaleh.
Sedangkan Syeikh Syu’aib Abu Madyan menerimanya dari Syeikh Abu Ya’za
al-Maghribi, beliau menerimanya dari Syeikh Abul Hasan bin Hirzihim atau yang
dikenal dengan nama Abu Harazim, beliau menerimanya dari Syeikh Abu Bakar bin
Muhammad bin Abdillah ibnl Arabi dan Al-Ghadi Al-Mughafiri. Sedangkan ibnl
Al-Arabi menerimanya dari Syeikh Al Imam Hujjatul Islam Al-Ghadzali, beliau
menerimanya dari gurunya, iaitu Imam al-Haramain Abdul Malik bin Syeikh Abu
Muhammad Al-Juwaini, beliau menerimanya dari ayahnya, Abu Muhammad bin Abdullah
bin Yusuf, beliau menerimanya dari Syeikh Abu Thalib al-Makki, beliau
menerimanya dari Syeikh Syibli, beliau menerimanya dari Syeikh Junaid Al
Baghdadi, beliau menerimanya dari pamannya, yaitu As-Sirri As-Siqthi, beliau
menerimanya dari Syeikh Ma’ruf al-Karkhi, beliau menerimanya dari gurunya,
Syeikh Daud at-Tho’i, beliau menerimanya dari Syeikh Habib al-’Ajmi, beliau
menerimanya dari Imam Hasan al-Basri, beliau menerimanya dari Imam Ali bin Abi
Thalib, beliau menerimanya dari Rasulullah SAW, beliau menerimanya dari
malaikat Jibril, dan beliau menerimanya dari Allah Ta’ala.
Imam al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali, wafat di
kota Tarim tahun 653 hijriah dan di makamkan Di Zanbal, Tarim pada malam Jum’at
akhir bulan Dzulhijah.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan