HA/HIYA
Dia (muannats).
HADRAH
Kehadiran sifat Tuhan
Dari segi
istilah/definisi, hadhroh menurut tasawuf adalah suatu metode yang bermanfaat
untuk membuka jalan masuk ke “hati”, karena orang yang melakukan hadhrah dengan
benar terangkat kesadarannya akan kehadiran Allah yang senantiasa hadir dan
senantiasa meliputi, pada asalnya hadhroh ini merupakan kegiatan para sufi yang
biasanya melibatkan seruan atas sifat – sifat Alloh yang maha hidup ( Al-Hayyu
), dapat dilakukan sambil berdiri, berirama dan bergoyang dalam kelompok-
kelompok. Sebagian kelompok berdiri melingkar, sebagian berdiri dalam barisan,
dan sebagian duduk berbaris atau melingkar, pria di satu kelompok, dan wanita
di kelompok lain yang terpisah. Kebanyakan tarekat sufi mempraktikkan
dzikrullah dengan berirama atau menyanyi, dengan sekali-sekali menggunakan
instrumen musik, terutama genderang. Musik telah memasuki praktik tarekat sufi
secara sangat terbatas, dan sering untuk jangka waktu sementara di bawah
tuntunan seorang syekh sufi. Di anak-benua India, kaum sufi mendapatkan bahwa
orang Hindu sangat menyukai musik, sehingga mereka pun menggunakan musik untuk
membawa mereka ke jalan kesadaran-diri, dzikrullah dan kebebasan yang menggembirakan.
Maka walaupun peralatan musik digunakan untuk maksud dan tujuan itu, namun pada
umumnya mereka dianggap sebagai penghalang yang tak perlu. Kebanyakan bait-
bait yang dinyanyikan adalah mengenai jalan rohani dan tak ada hubungannya
dengan nyanyian biasa. Sering merupakan gambaran tentang bagaimana membebaskan
diri dari belenggunya sendiri dan bagaimana agar terbangun. Jadi, nyanyian dan
tarian sufi merupakan bagian dari praktik menumpahkan kecemasan duniawi dan
menimbulkan kepekaan dalam diri dengan cara sama , (mendengar).
HADRAT
Rasa kehadiran Allah s.w.t
yang dialami oleh hati, seperti rasa kehampiran-Nya, keperkasaan-Nya,
keelokan-Nya dan sebagainya.
HADRAT ILAHI
Tuhan melampaui segala
sesuatu. Tidak ada satu pun perbuatan manusia yang memberi kesan kepada Tuhan.
Tidak ada kebaktian manusia yang sampai kepada Tuhan. Tidak ada doa dan rayuan
manusia yang boleh masuk ke dalam majlis keesaan Tuhan. Jadi, dalam menyembah
Allah s.w.t adakah manusia hanyalah sebuah robot yang berdiri, rukuk dan sujud?
Adakah dalam melakukan kebaktian kepada Allah s.w.t manusia hanyalah sebuah
jentera yang bergerak? Apakah kerana Allah s.w.t melampaui segala sesuatu maka
tidak ada sebarang cara perhubungan hamba dengan-Nya?
Seorang lelaki bekerja
mencari batu-batu permata di dalam gua. Satu hari, ketika dia sedang asyik
mengumpulkan batu-batu permata, tiba-tiba muncul seekor ular besar di
hadapannya. Dia ketakutan dan lari sekuat-kuat tenaganya. Sejak kejadian itu
setiap kali dia melihat kepada gua dia akan ‘ternampak' ular besar. Kehadiran
ular besar menguasai hatinya.
Dua orang lelaki
bersahabat baik dan saling berkasih sayang. Suatu hari, salah seorang daripada
mereka meninggal dunia. Sahabat yang masih hidup itu sering mengunjungi anak
sahabatnya yang telah meninggal itu. Lelaki itu ‘melihat' kehadiran sahabatnya
pada si anak itu.
Dalam sebuah negeri ada
seorang perempuan pelacur yang sangat cantik, menawan, memberahikan dan
mempesonakan sebarang lelaki yang memandang kepadanya. Tidak ada lelaki yang
dapat menahan keinginannya apabila melihat perempuan tersebut. Setiap hari
perempuan itu akan menunggu pelanggannya dengan mempamerkan wajahnya di jendela
rumahnya. Lelaki yang melintasi rumahnya pasti akan berhenti apabila melihat
kepadanya. Perempuan itu tidak pernah kecewa menarik lelaki kepadanya. Pada
suatu hari lalu seorang lelaki salih dihadapan rumahnya. Lelaki salih itu
adalah seorang ahli ibadat yang tidak pernah berbuat maksiat. Secara tidak
sengaja lelaki salih itu terpandang kepada perempuan tadi. Seperti besi di
tarik oleh besi berani kaki lelaki salih itu berjalan ke arah rumah perempuan
tersebut dan masuk ke dalamnya. Perempuan itu bersedia melayaninya. Lelaki
salih itu pun sudah ada keinginan terhadap perempuan cantik itu. Tetapi sebaik
sahaja lelaki salih itu menyentuh perempuan itu, tangan lelaki salih itu
tiba-tiba menggeletar. Tubuhnya menggigil dan mukanya pucat. Perempuan itu
berasa hairan lalu menanyakan keadaan tersebut. Salih itu memberitahu perempuan
itu bahawa Tuhan Melihat perbuatannya dan Mendengar perkataannya. Dia sangat
takutkan Tuhan. Penyaksiannya terhadap Tuhan itulah yang menjadikan sekalian
tubuhnya menggigil dan mukanya pucat. Kehadiran Tuhan menguasai hatinya.
Al-Quran menceritakan
tentang peristiwa yang di alami oleh Nabi Yusuf a.s.
Dan sebenarnya perempuan
itu telah berleinginan sangat kepadanya, dan Yusuf pula (mungkin timbul)
keinginannya kepada perempuan itu; kalaulah tidak ia menyedari kenyataan
Tuhannya (tentang kejinya perbuatan zina itu). Demikianlah (takdir Kami) untuk
menjauhkan dari Yusuf perkara-perkara yang tidak baik dan perbuatan keji,
kerana sesungguhnya ia dari hamba-hamba Kami yang ikhlas (dibersihkan dari
segala dosa). ( Ayat 24 : Surah Yusuf )
Pada saat yang genting itu
Nabi Yusuf a.s menyaksikan kehadiran Tuhannya. Kehadiran Tuhan yang dialami
oleh hati itu diistilahkan sebagai Hadrat Ilahi. Hamba-hamba yang ikhlas dengan
Allah s.w.t, yang telah dipersucikan, dikurniakan makam ihsan, iaitu
menyaksikan Hadrat Tuhan atau merasai kehadiran-Nya. Rasulullah s.a.w bersabda
yang bermaksud: "Sembahlah Tuhanmu seolah-olah kamu melihat-Nya. Sekalipun
kamu tidak melihat-Nya, ketahuilah Dia melihat kamu". Hamba-hamba yang
ikhlas dan dipersucikan menyembah Allah s.w.t dalam keadaan hati mereka merasai
kehadiran Allah s.w.t. Suasana hati yang demikian dikatakan hati menyaksikan
Hadrat Ilahi. Itulah ihsan.
Banyak ayat-ayat al-Quran
yang menceritakan tentang Hadrat Tuhan. Tuhan berfirman:
Allah jualah nur bagi
semua langit dan bumi ( Ayat 35 : Surah an-Nur )
Ke mana sahaja kamu
menghadap muka kamu di sana ada Wajah Allah. Sesungguhnya Allah itu Maha Luas,
Maha Mengetahui. ( Ayat 115 : Surah al-Baqarah )
Kemudian Dia bersemayam di
atas Arasy. ( Ayat 4 : Surah al-Hadiid )
Dan Dia beserta kamu walau
di mana kamu berada. Dan Allah melihat apa yang kamu kerjakan. ( Ayat 4 : Surah
al-Hadiid )
Bukan kamu yang membunuh
mereka tetapi Allah yang membunuh mereka. Dan bukan kamu yang melempar tatkala
kamu melempar, tetapi Allah yang melempar. (Ayat 17 : Surah al-Anfaal)
HADHRAT AL ILLAHIYYAH AL KHAMIS
Lima prinsip kehadiran
Ketuhanan
Menurut Abu Talib al Makki
(w 386h/996M) secara menurun keliam prinsiptersebut ialah:
1 Hahut (Esensi)
2 Lahut (Tuhan)
3 Jabarut (alam malaikat)
4 Malakut (alam ghaib)
5 Nasut (alam manusia)
HADATS
Menunjukkan pada sesuatu
yang sebelumnya tidak ada lalu ada
HADITS/HADIS
Perkataan, perbuatan dan
diam Hadhrat Nabi s.a.w.
HAIBAH
Kesirnaan
HAIRAH:
1. Kebingungan atau
keheranan; 2. Menunjukan sebuah momen yang sangat membingungkan ketika pikiran
berhenti bekerja dan tidak mampu menemu-kan jawaban atas kebuntuan spiritual,
yang hanya dapat dicapai atas rahmat Allah; 3 Puncak kebi-ngungan dimiliki oleh
kaum arif dan para pecinta Tuhan; 4. Menurut Syekh Abdurrauf Singkel (washitah
ke 29), hairah dan al-‘ajz (merasa dan mengetahui dirinya lemah) dua hal ini merupakan
puncak tercapainya makrifat kepada Allah
HAJJ (HAJI)
1. Perjalanan ke Mekah
dalam rangka me-nunaikan ibadah haji (rukun Islam ke 5); 2. (Syath) Perjalanan
puncak menuju pengetahuan tentang Allah yang bersemayam di hati nurani, ruh dan
rasa; 3. (Syath) Panggilan Allah untuk membuktikan ‘arifun billah. Sebab al
Hajju ‘arafatu. Prakteknya harus wukuf di padang arafah. Berhenti sejenak dari
segala urusan dunia, untuk kembali konsentrasi sepenuhnya pada Allah Sang
Pencipta. Wukuf berarti berhenti. Menghentikan semua hal yang menjadikan
hijabnya mata hati hingga tidak akan dapat menyaksikan DiriNya Illahi. Semua
rukun haji merupakan simbol-simbol untuk mencapai keadaan tersebut.
HAK ALLAH
1. (Syath) Kewajiban-kewajiban manusia yang
diperin-tahkan-Nya; 2. (Syath) Meninggalkan larangan-larangan-Nya; 3. (Syath)
Hak untuk dike-tahui wujud Dzat Al-Ghaib yang sangat dekat sekali dan
ditempatkan pada tempatnya hingga dapat me-menuhi perintah-Nya sebagaimana QS.
Al A’raf, 205.
HAK RASULULLAH SAW
1. (Syath) Risalahnya tersebar /disampaikan
hingga hari kiamat. 2. (Syath) Hak untuk membimbing umatnya hingga kiamat dan
su-paya selalu tetap berada pada tempatnya, ditengah-tengah kaumnya; 3. (Syath)
Berkenaan dengan ada-nya Imam (penerus Rasul) yang selalu ada secara gilir
gumanti dalam sebuah rantai silsilah sejak Nabi Muhammad SAW hingga kini sampai
kiamat nanti.
HAK MALAIKATAN
(Syath) Alam ajaib yang
ditunjukan Allah kepada seseorang yang dikehendaki-Nya, yang dibukakan sehingga
tahu bicaranya segala makhluk Tuhan termasuk segala macam tumbuh-tumbuhan,
segala macam binatang. Pandai dan wasis berbicara dengan segala bahasa manusia
dan bahasa hewan serta tumbuh-tumbuhan.
Hak Mardus Sarpin :
(Syath) Alam ajaib yang ditun-jukan Allah
kepada seseorang yang dikehendaki-Nya; akan mengetahui segala macam penyakit
beserta obatnya.
HAKIKAT :
Kebenaran.
Unsur ketiga selepas
syariah dan tarekat.
Disebut juga ’Lubb’ .
Untuk mencapai hakikat (inti) anda harus mampu menghancurkan kuli.
Dalam dunia sufi, Hakikat
diertikan sebagai aspek batin dari syariat, sehingga ia dianggap aspek yang
paling penting dalam setiap amal, inti dan rahsia dari syariat yang merupakan
tujuan si salik.
Ada beberapa makna yang
ada kaitan degan hakikat:
a) Hakikat al faydh (Hakikat pancaran)
b) Hakikat al Haqaiq (Kebenaran nsegala kebenaran)
c) Hakikat Irsyad (Hakikat bimbingan(
d) Hakikat al Jazbah (Hakikat ketertarikan)
e) Hakikat at Tawajjuh (Hakikat penglurusan)
f) Hakikat at tawassul (Hakikat keterhubungan)
Dalam Tasawuf hakikat
adalah imbangan kata syariat yang identik dengan aspek kerohanian dalam ajaran
Islam.
Untuk merintis jalan
mencapai hakikat seseorang harus memulai dengan aspek moral yang dibarengi
aspek ibadah. Bila kedua aspek ini diamalkan dengan penuh kesungguhan dan
keikhlasan akan dapat meningkatkan kondisi mental seseorang dari tingkat rendah
secara bertahap ke tingkat yang lebih tinggi.
Pada posisi tertinggi
Tuhan akan menerangi hati sanubarinya dengan nur-Nya, sehingga ia betul-betul
dapat dekat dengan Tuhan, mengenal Tuhan dan melihat-Nya dengan mata hatinya.
Di kalangan Sufi orang
yang telah mencapai tingkatan ini disebut ahli hakikat. Kalau dihubungkan
dengan Tuhan, hakikat adalah sifat-sifat Allah SWT, sedangkan Zat Allah disebut
al-Haqq. Sufi yang dikenal dengan faham hakikat adalah Abu Yazid al-Bustami dan
al-Hallaj yang pernah menyatakan “Ana al-Haqq”.
Kebenaran yang tulen dan
sejati mengenai sesuatu perkara.
Kebenaran yang paling
benar adalah yang pada sisi Tuhan dan hanya Tuhan yang mengetahuinya dan ia
dinamakan hakikat kepada sesuatu perkara itu. Manusia diberikan sedikit ilmu
sahaja mengenai hakikat tersebut.
HAKIKAT ABDUL RAB
Kewujudan hamba dalam ilmu
Allah s.w.t. Dalam perjalanan kerohanian selepas peringkat fana seseorang itu
memasuki peringkat baqa. Dalam kebaqaan itulah dia menyaksikan hakikat dirinya
yang pada sisi Tuhan sebagai hamba Tuhan. Sebelum alam diciptakan wujud
kehambaannya sudah pun ada pada sisi Tuhan. Hakikat dirinya itu tidak berpisah
dengan Tuhan sejak azali sehinggalah kepada yang abadi. Penyaksian yang
demikian membuatnya merasakan kekal atau baqa bersama-sama Allah s.w.t.
HAKIKAT ADAM/ADAMIYAH
Hakikat kepada Nabi Adam
a.s. Ia adalah kewujudan pada sisi Tuhan, dalam ilmu Tuhan, yang berdasarkan
kepadanya Adam a.s dan keturunannya diciptakan. Apa sahaja yang diciptakan oleh
Tuhan menunjukkan bahawa perkara tersebut sudahpun ada pada sisi-Nya sebelum ia
diciptakan. Salik bertembung dengan Hakikat Adamiyah ketika terjadi keasyikan
pada peringkat kalbu. Kesan pertembungan dengan Hakikat Adamiyah menyebabkan
muncul cahaya nur berwarna kuning yang bergemerlapan pada cermin hati salik.
Nur yang menyinari hati salik itu mendorong salik untuk kuat bertaubat kepada
Allah s.w.t dan memperbanyakkan ibadatnya.
HAKIKAT AHMAD/AHMADIYAH:
Urusan pentadbiran Tuhan mengenai roh yang
paling latif yang menjadi penjana kepada sekalian kehidupan. Ia adalah roh Nabi
Muhammad s.a.w atau biasanya dipanggil Roh Muhammad. Dalam suasana roh ia
dinamakan Ahmad.
HAKIKAT ALAM
Kewujudan alam dalam ilmu
Tuhan.
HAKIKAT ASMA’:
Kewujudan pada sisi Tuhan,
dalam ilmu Tuhan, dinamakan Hakikat. Ia adalah hal atau keadaan Tuhan ataupun
suasana pentadbiran dan urusan Tuhan, samada mengenainya diri-Nya ataupun
makhluk-Nya. Salah satu hal-hal mengenai Tuhan adalah nama-nama-Nya. Nama Tuhan
adalah wujud Hakikat, iaitu wujud pemerintah yang menguasai sekalian makhluk.
Boleh juga dikatakan bahawa nama-nama Tuhan adalah bakat-bakat ketuhanan atau
Rububiah. Dalam pengalaman kerohanian seseorang sampai kepada peringkat
menyaksikan hubungan nama-nama Tuhan dengan Diri-Nya yang menguasai nama-nama
tersebut dan kekuatan serta bakat ketuhanan yang ada pada nama-nama Tuhan
terhadap sekalian makhluk. Pengalaman yang demikian dikatakan dia mengalami
Hakikat Asma'.
HAKIKAT HABIBALLAH
Nabi Muhammad s.a.w boleh
dilihat dari beberapa aspek. Baginda s.a.w adalah rasul-Nya yang membawa
perkhabaran mengenai-Nya secara sempurna. Dalam aspek kerasulan yang paling
lengkap dan sempurna ini baginda s.a.w dilihat sebagai bekas yang mempamerkan
apa yang ada pada sisi Tuhan yang dinamakan Hakikat Muhammad. Baginda s.a.w
adalah makhluk yang paling mengenali Allah s.w.t. Baginda adalah yang paling
mengetahui cara-cara pengabdian kepada-Nya. Baginda juga merupakan orang yang
paling mengasihi Allah s.w.t dan baginda jugalah makhluk yang paling dikasihi
oleh Allah s.w.t. Allah s.w.t menjadikan Nabi Muhammad s.a.w sebagai rahmat
kepada sekalian alam. Apabila melihat Nabi Muhammad s.a.w dalam aspek rahmaniat
Tuhan baginda s.a.w dipanggil Habiballah atau kekasih Allah. Habiballah adalah
hamba Tuhan yang paling benar dan paling diredai-Nya. Baginda s.a.w telah
menunjukkan jalan yang paling benar dan paling diredai itu. Dalam pengalaman
kerohanian seseorang menyaksikan Nabi Muhammad s.a.w dalam berbagai-bagai aspek
seperti Hakikat Muhammad, Nur Muhammad, Muhammad Insan Kamil dan lain-lain.
Semua aspek-aspek tersebut adalah kewujudan dalam ilmu Allah s.w.t.
Penghayatan, daya rasa, ingatan dan kesedaran di dalam ilmu itu bercampur
dengan kemabukan, kefanaan dan kebaqaan atau dikatakan berada dalam suasana
hakikat. Apabila seseorang dapat melihat Nabi Muhammad s.a.w sebagai Habiballah
yang berjalan sebagai manusia biasa di atas muka bumi, memakai sifat-sifat dan
nilai kemanusiaan, baharulah dia dapat kembali kepada kesedaran biasa dengan
sempurna atau baharulah dia boleh keluar dari makam hakikat dan masuk
sepenuhnya kepada makam syariat. Penghijrahan dari makam hakikat kepada makam
syariat sukar dilakukan kerana kesan kefanaan, kemabukan, zauk dan kebaqaan
sukar hilang dari hati salik.
HAKIKAT HAIWAN
Kewujudan dalam ilmu Tuhan
yang mengawal penciptaan keturunan semua haiwan.
HAKIKAT HAMBA TUHAN
Sama seperti Hakikat Abdul
Rab.
HAKIKAT IBRAHIM/IBRAHIMIYAH
Hakikat kepada Nabi
Ibrahim a.s iaitu kewujudan hakikat yang pada sisi Tuhan yang mengawal
penciptaan Nabi Ibrahim a.s. Hakikat nabi-nabi mempunyai pengaruh dan kesan
terhadap hakikat-hakikat yang lain. Hakikat Nabi Muhammad s.a.w mempunyai kesan
dan pengaruh yang paling besar dan paling kuat terhadap semua hakikat-hakikat.
Di bawah daripada itu adalah hakikat nabi-nabi yang lain termasuklah Hakikat
Nabi Ibrahim a.as. Hakikat adalah suasana ketuhanan mengenai makhluk-Nya. Apa
sahaja urusan Tuhan dinyatakan sebagai nur. Malaikat yang menjalankan urusan
Tuhan adalah nur. Kesan hakikat yang diterima oleh cermin hati adalah dalam
suasana nur juga. Hakikat Ibrahimiyah diterima oleh hati ketika berlaku
keasyikan pada makam roh, iaitu roh haiwani yang menghidupkan jasad..
Pertembungan dengan kesan Hakikat Ibrahimiyah tersebut membuat mata hati
menyaksikan nur atau cahaya berwarna merah yang bergemerlapan. Ini bukan
bermakna Hakikat Ibrahimiyah itu berwarna merah. Kesan daripada hakikat umpama
haba yang ‘memanaskan' cermin hati dan hasilnya muncullah cahaya api dalam
cermin hati itu. Begitu juga keadaannya apabila berlaku pertembungan hati
dengan kesan hakikat-hakikat yang lain. Pancaran nur Hakikat Ibrahimiyah itu
mendorong hati supaya kuat berserah diri kepada Allah s.w.t dan kuat bersabar
dalam menempuh ujian.
HAKIKAT INSAN
Suasana, keadaan atau hal
Pentadbiran Tuhan yang mengenai umat manusia dan menguasai kewujudannya. Apa
sahaja yang Tuhan tentukan untuk umat manusia sejak azali sampailah kepada yang
abadi telah ada pada suasana Hakikat Insan yang pada sisi Tuhan. Apa sahaja
yang terzahir daripada penguasaan Hakikat Insan akan menjadi manusia.
HAKIKAT INSAN KAMIL:
Hakikat Insan Kamil adalah
suasana kerohanian pada permulaan baqa, setelah melepasi peringkat fana. Dalam
suasana tersebut sering muncul kesedaran tentang kesatuan wujud (wahdatul
wujud) di mana Wujud Tuhan dengan wujud hamba disaksikan sebagai satu. Hakikat
Insan Kamil merupakan pertemuan makam kehambaan dengan makam ketuhanan. Dalam
suasana inilah ucapan "ana al-Haq!" selalu keluar dari mulut orang
yang sedang karam di dalam kesedaran Insan Kamil itu. Ada juga orang yang
memasuki suasana ini tanpa hilang kesedaran kehambaannya. Dia hanya menyaksikan
Insan Kamil bukan menjadi Insan Kamil. Dalam hal ini Insan Kamil menjadi titik
permulaan untuk dia menyaksikan hakikat kehambaan dirinya di dalam ilmu Allah
s.w.t atau pada sisi-Nya.
HAKIKAT ISA/ISAWIYAH
Pertembungan hati dengan Hakikat Isaiyah
berlaku ketika terjadi keasyikan pada peringkat kebatinan yang dinamakan khafi.
Kesan pertembungan itu menyebabkan cermin hati tertangkap cahaya nur yang
berwarna hitam yang bergemerlapan. Ketika ini gelombang kefanaan sedang kuat
melambung hati salik. Kesedaran pancainderanya sudah tidak ada lagi. Dalam
suasana yang demikian akan lahirlah sifat-sifat dan perwatakan yang dianggap
sebagai tidak normal mengikut penilaian orang ramai. Nur yang terpancar melalui
pertembungan dengan Hakikat Isaiyah itu membuat hati bertambah kasih kepada
Tuhan dan ingatan hanya tertuju kepada-Nya semata-mata. Hubungan salik dengan
yang selain Allah s.w.t tidak aktif. Pada tahap ini ingatan dan kesedaran salik
hanyalah tertumpu kepada Allah s.w.t hinggakan dia tidak tahu dirinya dan
makhluk lainnya.
HAKIKAT KEMANUSIAAAN
Sama seperti Hakikat
Insan, iaitu suasana pentadbiran Tuhan mengenai generasi manusia.
HAKIKAT KENABIAN
Suasana pentadbiran Tuhan
yang berhubung dengan penciptaan nabi-nabi. Hakikat ini adalah Hakikat
Muhammadiah yang menjadi penjana ilmu nabi-nabi. Setiap nabi memperolehi
bahagian tertentu daripada pancaran nur Hakikat Muhammadiah, sementara Nabi
Muhammad s.a.w memperolehi pancaran tersebut secara penuh.
HAKIKAT MUHAMADIYAH
Hakikat kepada semua
hakikat-hakikat:
HAKIKAT KEWALIAN
Suasana pentadbiran Tuhan
yang berhubung dengan penciptaan wali-wali. Wali-wali menerima kesan pancaran
nur Hakikat Insan Kamil dan Hakikat Abdul Rab. Darjat seseorang wali itu
bergantung kepada kekuatan nur Insan Kamil dan Abdul Rab yang diterimanya.
HAKIKAT KHALIFAH
Setelah menemui hakikat
dirinya sebagai Hakikat Abdul Rab salik memperolehi sepenuhnya kesedaran
kemanusiaannya yang hilang ketika fana dan mula kembali sedikit demi sedikit
ketika baqa. Pancaran nur Hakikat Khalifah memberi kekuatan dan bimbingan
kepada salik untuk menguruskan hal-ehwal kehidupannya dan juga bidang yang
diamanahkan kepadanya. Salik yang telah sampai ke peringkat ini sudah melepasi
kesan kemabukan dan kefanaan dan dia boleh kembali kepada kehidupan orang ramai
tanpa menimbulkan fitnah dan kekeliruan.
HAKIKAT MALAIKAT
Suasana pentadbiran Tuhan
berhubung dengan penciptaan malaikat-malaikat.
HAKIKAT MANUSIA
Sama seperti Hakikat
Insan.
HAKIKAT MAUT
Bakat ketuhanan atau
Rububiah yang mengawal dan berkuasa dalam bidang mematikan setiap yang hidup.
Nur Rububiah yang menguasai maut itu menyinari malaikat Izrail, maka Izrail
memperolehi pengetahuan tentang perjalanan maut dan bakat serta keupayaan
mematikan dipikul oleh Izrail.
HAKIKAT MUHAMMAD/Muhammadiah:
Hakikat yang menyeluruh
iaitu Hakikat yang menguasai sekalian hakikat-hakikat. Semua hakikat-hakikat
yang lain merupakan bahagian-bahagian daripada Hakikat yang satu ini. Hakikat
Muhammadiah adalah Hakikat yang penuh dan lengkap dan hakikat yang lain
mempamerkan apa yang ada dengan Hakikat Muhammadiah itu. Gabungan semua
hakikat-hakikat itu baharu menyamai Hakikat Muhammadiah ini. Apa sahaja yang
selain Allah s.w.t bermula atau dijanakan oleh Hakikat Muhammadiah. Apabila
Hakikat Muhammadiah dilihat sebagai urusan Allah s.w.t dan dalam aspek
hubungannya dengan Allah s.w.t ia dikenali sebagai Nur Allah. Apabila ia
dilihat dalam aspek penjana kewujudan Nabi Muhammad s.a.w ia dikenali sebagai
Nur Muhammad. Apabila ia dilihat dalam segi penjana manusia-manusia yang sempurna
ia dikenali sebagai Insan Kamil. Apabila ia dilihat dalam segi penjana kepada
sekalian kewujudan makhluk ia dinamakan Hakikat Insan atau Hakikat Alam.
Pertembungan hati salik dengan Hakikat Muhammadiah berlaku dalam kefanaan,
ketika ingatan dan kesedaran terhadap diri sendiri dan makhluk sekaliannya
sudah tidak ada lagi. Pandangan mata hati kepada Hakikat Muhammadiah
menimbulkan makrifat tentang urusan pentadbiran Tuhan yang meliputi segala
sesuatu. Pengalaman kerohanian yang mengenai Hakikat Muhammadiah ini berlaku
pada alam kebatinan yang dinamakan akhfa, iaitu batin atau kesedaran kerohanian
yang paling dalam. Kesan daripada pancaran nur Hakikat Muhammad atau Nur
Muhammad menyebabkan muncul cahaya hijau yang bergemerlapan pada cermin hati
salik.
HAKIKAT MUSA/MUSAWIYAH
Hakikat kepada Nabi Musa a.s. Pertembungan
hati salik dengan Hakikat Musawiyah berlaku dalam keasyikan pada makam Sir,
iaitu Roh Insan yang menerima tiupan daripada hakikat roh atau dipanggil Roh
Allah. Sinaran nur Hakikat Musawiyah melahirkan kecintaan kepada Allah s.w.t
yang tidak berbelah bahagi.
HAKIKAT NUH/NUHIYAH
Hakikat kepada Nabi Nuh
a.s. Peranannya dan makamnya sama dengan Hakikat Ibrahimiyah. Sinaran nur
Hakikat Nuhiyah menambahkan kekuatan salik untuk memperbetulkan jalannya menuju
Allah s.w.t.
HAKIKAT ROH
Urusan Tuhan yang
berhubung dengan roh-roh. Ia dinamakan Roh Allah, iaitu hakikat yang berada
pada sisi Allah s.w.t yang menguasai semua roh-roh.
HAKIKAT SYARIAT
Kebenaran yang sebenar
mengenai syariat yang diturunkan oleh Tuhan. Kefahaman mengenai hakikat syariat
dan hakikat-hakikat yang lain dibukakan oleh Tuhan kepada sesiapa sahaja
daripada kalangan hamba-Nya yang dikehendaki-Nya, sekadar yang dikehendaki-Nya.
Kefahaman sebenar tentang hakikat hanya terjadi melalui pembukaan Tuhan bukan
melalui pembelajaran.
HAKIKAT YANG MENYELURUH
Hakikat Muhammadiah.
HAKIKAT WALI
Suasana, keadaan atau hal
pentadbiran Tuhan yang menguasai kewalian. Sesiapa yang menerima penguasaan
Hakikat Wali akan menjadi wali.
HALAT
Ekstase
HAL
Keadaan rohani secara
spontan pada diri @ Keadaan kerohanian yang menguasai diri. Pengalaman kerohanian
mengenai Tuhan yang dialami oleh hati. Pengalaman hubungan hati dengan Tuhan
itu membentuk rasa, zauk atau hal yang melahirkan pengenalan tentang Tuhan.
1. Keadaan mistis; 2.
Keadaan spiritual yang me-nguasai hati. Hal masuk masuk kedalam hati sebagai
anugerah dan karunia dari Rahmat Allah yang tidak terbatas pada hambaNya. Hal
tidak dapat dicapai melalui usaha, keinginan atau undangan. Ia datang dengan
tidak diduga-duga dan pergi tanpa diduga;
3. Kejadian tersembunyi yang, dari alam lebih tinggi, kadang-kadang
turun ke hati murid, datang dan pergi sampai ketertarikan Illahi memba-wanya
dari tahapan paling rendah menuju ketahap-an paling tinggi. (lih. tujuh macam
HALAQAH
Majlsi zikir @ jamaah
kerohanian
HAMBA RABBANI
Hamba yang sampai kepada
tahap bersesuaian kehendaknya dengan kehendak Allah s.w.t. Apa sahaja yang
sampai dan keluar daripadanya semuanya sudah ditapis dan diredai oleh Allah
s.w.t. Hamba yang demikian menjadi wakil-Nya dan diizinkan untuk menggunakan
cop mohor-Nya dalam melaksanakan tugasnya. Perkara-perkara luarbiasa selalu
muncul daripada hamba-hamba yang demikian.
HAMBALI
Mazhab Imam Ahmad Bin
Hambal Rahmatullah ‘alaih.
HANAFI
Mazhab Imam Abu Hanifah Rahmatullah ‘alaih.
HAQQUL YAKIN
Keyakinan yang
sebenar-benarnya. Dalam suasana haqqul yaqin, ilmu dan pengalaman kerohanian,
termasuklah penemuan melalui kasyaf, adalah bersesuaian dengan al-Quran dan
as-Sunah.
Keyakinan hakiki. Ia
merupakan tahap terakhir menuju Allah sebelum sampai pada Islam Hakiki.
Dalam Tasawwuf terdapat 3
tahap keyakinan iaitu:
1) Ilm al Yakin (Ilmu Keyakinan)
2) Ain al Yakin (Penyaksian keyakinan)
3) Haqq al Yakin (Keyakinan hakikai)
HAQ:
Yang Sebenarnya, iaitu
Tuhan.Allah Azawajala
HARI AKHIRAT
Suasana alam dan sekalian
makhluk selepas berlakunya kiamat. Walaupun ia dinamakan hari tetapi ia tidak
terlibat lagi dengan masa kerana sukatan masa diukur dengan peredaran bumi
mengelilingi matahari. Dalam suasana akhirat tidak ada lagi neraca pengukur
masa. Masanya ialah tanpa kesudahan atau abadi.
HARI KEBANGKITAN
Hari akhirat.
HARI KIAMAT
Saat atau ketika Allah
s.w.t menghancur-leburkan sekalian makhluk. Ikut hancur ialah sistem sebab
musabab dan sistem alam. Kemudian Allah s.w.t bina alam yang baharu dengan
sistem yang baharu. Dalam alam yang baharu itu tidak ada lagi ruang untuk
beramal. Apa juga amalan yang hendak dilakukan mestilah dilakukan sebelum
berlaku kiamat.
HAULA DAN KUWWATA
Kekuatan dan kekuasaan Allah s.w.t yang
daripadanya makhluk memperolehi daya, upaya dan bakat yang dengan itu makhluk
boleh memiliki berbagai-bagai kebolehan seperti bergerak, berkehendak,
mendengar, melihat, merasa, berfikir dan lain-lain.
HAMM
Mengisyaratkan pada semua
cita-cita, kemudian dijadikan sebagai satu tujuan dan cita-cita
HASAD :
1. Dengki; 2. Suatu
keadaan psikis ketika sese-orang menginginkan hilangnya suatu karunia,
kemampuan atau kebaikan, secara nyata atau kha-yal, yang dimiliki oleh orang
lain.
HATI (QALBU)
Pembahagaian hati:
1. Hati yang Selamat
(Sehat)
2. Hati yang mati
3. Hati yang mengandung
penyakit-penyakit (sakit)
1. Hati yang Selamat
(Sehat) / Qalbin Saliim
adalah Hati yang hanya
dengannya manusia dapat datang dan berjumpa Allah Ta'ala
dengan Selamat di hari
Kiamat.
" Pada hari di mana
harta dan anak-anak tidak bermanfaat. Kecuali manusia yang
datang kepada Allah dengan
Hati yang Selamat (Sehat). " QS 26:88-89
Qalbu yang Selamat ini
adalah Qalbu yang Selamat dari setiap hawa /
keinginan / kehendak yang
menyalahi Kehendak / Perintah Allah Ta'ala, Selamat
dari setiap syubhat dan
kesalahfahaman yang bertentangan dengan Kebaikan
(Kebenaran), sehingga sang
Hati ini Selamat dari penghambaan kepada selain Allah
Ta'ala, dan Lepas dari
perbuatan yang menjadikan hakim selain Rasulullah Saw..
Sehingga akhirnya
membuahkan KEIKHLASAN dalam setiap perilaku (yang sesungguhnya
pun merupakan rangkaian
Ibadah) kita semata-mata Hanya kepada Allah Ta'ala,
penuh dengan segenap
Mahabbah, Tunduk, Pasrah dan Tawakal, Taubat, Takut dan
Penuh Harap hanya kepada
Allah Ta'ala...
Bila ia mencintai sesuatu,
maka ia mencintainya hanya karena Allah
Ta'ala... Dan bila ia
membenci sesuatu, maka ia pun membencinya hanya karena
Allah Ta'ala jua..
Bila ia memberi, hanyalah
karena Allah Ta'ala, dan bila ia melarang ataupun
mencegah sesuatu, itupun
hanya karena Allah Ta'ala...
Bahkan tidak hanya sampai
di situ, ia pun terlepas dari segala ke-tunduk-an
dan per-tahkim-an kepada
setiap hal yang bertentangan dengan Ajaran Rasulullah
Saw. Qalbu (Hati) nya
terikat sangat Kuat kepada ajaran ataupun contoh
Rasulullah Saw... baik
dalam setiap ucapan maupun perbuatan.
" Wahai orang-orang
yang ber-Iman ! Janganlah kalian mendahului Allah dan
Rasul-Nya, dan bertaqwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui. " QS
49:1
2. Qalbu (Hati) yang mati
adalah hati yang Tidak
Mengenal Allah Ta'ala, Tidak Beribadah kepada-Nya..
dengan Tidak Menjalankan
Perintah dan hal apapun yang diRidhai-Nya...
Hati yang seperti ini
selalu berada dan berjalan bersama hawa / keinginan /
kehendaknya, walaupun itu
diBenci dan diMurkai Allah Ta'ala.. Ia tidak peduli
apakah Allah Ta'ala ridha
kepadanya ataukah tidak..
Bila ia mencintai sesuatu,
maka ia mencintai sesuatu karena mengikuti hawa
(nafsu) nya /
keinginannya.. dan bila ia membenci sesuatu, maka ia membencina
karena hawa (nafsu) nya..
Begitu juga apabila ia menolak atau mencegah
sesuatu... hawa nya telah
menguasainya dan menjadi pemimpin sekaligus pengendali
bagi dirinya...
Kebodohan dan kelalaian
adalah supirnya.. Ia diselubungi... dipenjara oleh
kecenderungan / kecintaannya
kepada dunia (yaitu hal-hal selain Allah Ta'ala dan
Rasul-Nya).. Hatinya telah
ditutupi oleh selubung kabut gelap cinta kehidupan
dunia dan hawa nafsunya...
Ia tidak menyambut dan
menerima panggilan Allah Ta'ala... seruan Allah
Ta'ala.. seruan tentang
Hari Kiamat.. karena ia mengikuti syetan yang
menunggangi hawa (nafsu)
nya.. Hawa nya telah membuatnya tuli dan buta, sehingga
ia tidak tahu lagi manakah
yang batil dan manakah yang haq...
Maka berteman dan bergaul
dengan orang-orang yang Hatinya telah mati seperti ini
berarti mencari Penyakit..
3. Qalbu (Hati) yang sakit
adalah hati yang Hidup
namun mengandung Penyakit-penyakit.
Hati semacam ini
mengandung 2 unsur :
1. Di satu pihak
mengandung Iman, Ikhlas, Tawakal, Mahabbah, dan sejenisnya..
yang membuatnya menjadi
Hidup
2. namun di pihak lain
mengandung kecintaan / kecenderungan kepada hawa (nafsu),
seperti cinta / senang
pada kehidupan dunia, sombong, ego, harga diri tinggi,
keluhan, iri (dengki), dan
sifat-sifat lain yang dapat mencelakakan dan
membinasakannya...
Hati seperti ini diisi
oleh 2 jenis santapan : santapan berupa seruan
(panggilan) dan Perintah
Allah Ta'ala dan Rasul-Nya akan Hari Kiamat... dan
santapan lain berupa
panggilan / kecintaan kepada dunia..
Yang akan disambutnya dari
kedua seruan (panggilan) inilah yang paling dekat
kepadanya..
Maka... Hati yang pertama
itulah yang Selamat karena Sehat dari berbagai macam
Penyakit Hati, senantiasa
Khusyu', Tunduk, Ikhlas, Ridha, bersifat Lembut..
Sedangkan hati jenis kedua
itulah hati yang mati... dan hati jenis ketiga yaitu
hati yang sakit karena
mengandung Penyakit, yang mungkin bisa kembali dengan
Selamat (Sehat)... atau ia
akan Celaka (Mati)...
HATI ADAM
1. Hati yang membuktikan
kebenar-an kalimat tauhid; membuktikan apa saja, akon-akon dunia dan wujud jiwa
raga, zat, sifat dan af’al-nya hamba, semua telah mati, semua telah tiada
(‘adam)
HATI SANUBARI
Hati sanubari iaitu mereka
ini adalah yang mencintai dunia (Hubbu Dunia)
Hati yang wataknya
menuruti keinginan-keinginan jasmani-lahiriah.
Adapun hati sanubari atau
jantung Sanubari itu, adalah terkletak 2” di bawah tetek kiri dan 90 darjah
letaknya di sebelah kiri. Ia termasuk sanubari yang dimiliki pleh semua manusia
dan binatang.
Hati Sanaburi ini di
kaitkan kepada dua iaitu:
a) Bangsa Haiwan
b) Bangsa Syaitan.
Adapun bangsa haiwan atau
jiwa kotor itu ialah di kenali dengan:
a) Nafsu Ammarah – rupanya anjing hitam
b) Nafsu Lawammah- rupanaya babi
c) Nafsu sawiah – rupanya kambing
Adapun bangsa syaitan itu
ialah:
a) Namanya Ajmaun
b) Namanya Hawa
c) Namanya Syahwat dll
Adapun orang-orang yang
hanya mempunyai hati sanubari itu mempunyai derejat:
a) taraf Haiwan
b) taraf Iblis
Adapun isi dan sifat hati
sanubari itu ialah:
a) Biadap
b) Bohong
c) Chuvenisme
d) Darah hitam
e) Dengki
f) Dusta
g) Egoisme
h) Hawa
i) Lawammah
j) Loba
k) Mungkir janji
l) Tamak
Maka hati sanubari ini
adalah semulajadi yang bernama makhluk.
Ia boleh dilapah dan dimakan, kerana seketul daging zahir tempat nafsu yang
hina.
HATI NURANI
1. Hati jantung, letaknya
tepat ditengah-tengah dada, tandanya detak jantung.
2. Wujud lembut yang
dibangsakan gaib, tetapi bukan Al-Ghaib, bukan Diri-Nya Tuhan Zat Yang
Al-Ghaib; yang dijadikan Allah dari cahaya. Supaya wataknya seperti para
Malaikat-Nya, harus diisi dengan ilmu yang menjadikannya terbuka supaya dapat
tembus langsung pada keberadaan Diri-Nya, Zat Yang Al-Ghaib yang sangat dekat
sekali dengan rasa hati. Hati nurani ini kewajiban-nya adalah melaksanakan
tarekat (lih. tarekat). Af’al-nya selalu mengajak kepada kebajikan, sifat-nya
ya’rifullaha, zatnya muqabilatun ilallah. Hati ini ‘adam (lih: hati yang ‘adam)
Hati Nurani itu tidak
dimiliki oleh mana-mana makhluk, tetapi dikehendaki manusia bersifat demikian
rupa. Hati nurani atau hati jamal (Mukmin) ini dikenali dengan nama-nama
seperti:
a) Nafsu Mulhimah ialah menjadi perangai malaikat
dan nyawa malaikat
b) Nafsu Mutmainnah atau Roh Mutamainnah yang
tarafnya jadi jadi nafsu nabi dan perangainya jadi perangai nabi.
Maka Hati Nurani inilah
yang dikehendaki kepada tiap-tiap muslim yang mengucap kalimah Allah.
Hati manusia ini, ia diibaratkan
sebagai sebuah negeri yang ada dua raja. Bila hati itu baik dinamakan Hati
Malaikat. Bila jahat dinamakan hati iblis. Alangkah susahnya kalau satu negeri
ada dua raja, maka jadilah hati itu berbolak-balik kerana diperintah oleh dua
raja, maka di sinilah dikatakan perang Fisabilillah, kerana nilai manusia di
sisi Allah ialah hati Nurani yang bersih yang tidak setititk pun terdapat
noda-noda hitam.
Firman Allah Taala:
” Hari yang tidak ada
gunanya harta dan anak-anak, hanya yang Allah anugerahkan kepada Hati Yang
Salim (hati Nurani)”
Sabda Rasulullah saw:
”Bahawasnya Allah tidak
memandang kepada pakaian dan rupa paras kamu, melainkan memandang hati kamu
yang bersih (hati nurani)”
Maka untuk mengenali hati
dan hati supaya jadi nurani atau hati Mukmin Rumah Allah, terpaksalah dengan
adanya Ilmu hati yang dinamakan Ilmu tasawwuf, tanpa ilmu tasawwuf, hati
seseorang itu tidak akan bersih, kerana tiap-tiap satu ilmu yang jadi rahsia
Tuhan adalah mempunyai tingkat-tingkat dan aturan-aturan menurut pelajaran Ilmu
rahsia Tuhan.
Maka asas ilmu rahsia
Tuhan ialah menegnali Ilmu Rohani yang sebenar-benar Rohani yang suci yangr
bertaraf Amar rabbi.
Sebagaimana yang di
nyatakan dalam Firman Allah Taala:
”Bertanya mereka itu
orang-orang yahudi kepada engkau daripada Roh, katakanlah oleh mu Ya Muhammad,
bagi ”roh itu adalah urusan Tuhan ku”
Barangsiapa yang tidak
memahami dan mengalami apa dia Rohani, iaitu Dirinya yang menjadi hakikat itu,
tentulah tidak akan melangkah ke hadapan.
Bahawa dengan mengetahui
Rohani yang sebenar-benarnya , maka tidak ada lagi tereqat padanya, kerana
tareqat itu hanya jalan, maka jalan itu membawa kepada tempat yang di tuju,
maka tempat yang dituju itu ialah hakikat diri masing-masing.
Dengan mengenal Rohani
yang sebenar-benarnya dan Rohani yang sempurna yang dinamakan A’ayan sabitah,
maka seseorang itu akan maju lagi selangkah ke depan berkenaan Ilmu tauhid
kepada Allah Taala yang sebenar benar tauhid. Bukan tauhid pada orang –orang
awam atau ahli-ahli syari’at atau ahli-ahli tareqat. Maka setelah menegenal
rohnya maka di sanalah mendapat hasil dinamakan hakikat dan makrifat.
HAUQALAH
Untuk menyatakan kalimat
yang berkali-kali diungkapakan iaitu kalimat La haulawala quwwata ila billah.
Khusus diucapkna bila dilanda kegelisahan.
HAWARIYUN
Al Hawariyun berasal dari
kata tunggal Hawariy yang mempunyai erti penolong. Jumlah wali Hawariy ini
hanya ada satu orang sahaja di setiap zamannya. Jika seorang wali Hawariy
meninggal, maka kedudukannya akan di-ganti orang lain. Di zaman Nabi hanya
sahabat Zubair Bin Awwam saja yang mendapatkan darjat wali Hawariy seperti yang
dikatakan oleh sabda Nabi:
"Setiap Nabi
mempunyai Hawariy. Hawariyku adalah Zubair ibnul Awwam".
Walaupun pada waktu itu
Nabi mempunyai cukup banyak sahabat yang setia dan selalu berjuang di sisi
beliau. Tetapi beliau saw berkata demikian, kerana beliau tahu hanya Zubair
sahaja yang meraih darjat wali Hawariy. Kelebihan seorang wali Hawariy biasanya
seorang yang berani dan pandai berhujjah.
HAWA
Kecebderungan nafsu kepada
Syahwat. Potensi kalbu untuk mrngerakkan kemahuan. Ada keinginan untuk
keduniaan
HAYA’
Dengan rasa malu.
Pengertian dari pada
Al-Haya itu; "Al haya adalah bagian iman yang utama,"Hasan ibnu atiah
dari abi umammah; 'Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda;"Malu
dan diam adalah cabang dari iman, sedangkan keji, keras (banyak omong) adalah
cabang dari nifaq. "Hadist ibnu mas'ud ra, Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wassallam bersabda;"Malulah kalian terhadap Allah, sebenar benarnya Malu?
'kemudian Sahabat bertanya, Bagaimana cara kita malu terhadap Allah Subhanahu
wa Ta'ala yang sebenar benarnya.,? 'Rasulullah menjawab;"Barang siapa yang
memelihara kepala, dan apa yang ada dalam perut dan isinya, serta meninggalkan
hiasan kehidupan dunia,mengingat mati dan kesusahan, maka dia malu kepada Allah
yang sebenar benarnya. "Sesungguhnya setiap agama memiliki aturan akhlak,
dan akhlak dalam Islam adalah malu" (HR Malik dan Ibnu Majah) "Malu
dan Iman merupakan dua hal yang tidak bisa di pisahkan, jika yang satu tiada,
maka yang lain pun tiada pula" (HR Hakim) "Malu termasuk bagian dari
Iman, dan iman itu di dalam surga, sedang sifat mencela itu merupakan
kebengisan, Dan itu dalam Neraka (HR Ahmad dan Tirmidzi) "Ukuran Moral
Islam terletak pada sifat malu, sejauh mana seseorang itu punya perasaan Malu,
sampai disitulah batas dari kesempurnaan iman seseorang, Karena sifat malu
adalah suatu tindakan batin, Ia bersemayam dalam Qalbu dan akan memancarkan
cahaya indah dalam setiap gerak langkah,Malu adalah sejenis perasaan, yang
karenanya secara hakiki tidak bisa di buat dusta, "seseorang yang
mempunyai sifat malu akan membuahkan sifat terpuji., karena ia akan bertaubat
dan menyesal apabila dirinya melakukan kesalahan , 'jika ia mendapat kebaikan
ia merasakan sebagai taufik dari Allah, ia menjadi orang yang rendah hati,
karena ia merasa apa yang dilakukan senantiasa diketahui oleh Allah.,
"Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda;"Malu itu tidak
datang (membuahkan hasil), melainkan membawa dan membuahkan kebaikan."
"Al haya, Malu terhadap manusia semakna dengan muru'ah yaitu sifat menjaga
kehormatan diri di hadapan manusia.,"Al haya, Malu terhadap diri sendiri
yaitu sifat iffah yaitu memelihara kebersihan jiwa dari sifat tercela meskipun
dalam keadaan menyendiri.,"Al haya merupakan ciri seseorang yang dekat
kepada Allah (Muraqabah)dan selalu ingat dengan, Firmannya"Sesungguhnya
telah Kami jadikan Manusia dan Kami mengetahui apa yang telah dibisikan oleh
hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya" (QS Qaaf
16) "Al Haya, adalah malu tapi malu bukan karena bersalah, atau sebab lain
yang di sebabkan perasaan jelek.,"Al haya, adalah malu yang di dorong
perasaan Hormat dan segan terhadap sesuatu yang di pandang dapat membuat
dirinya terhina. Sssttt jangan lihat kanan kiri depan belakang, ayo kita lihat
diri kita masing-masing, Adakah Rasa Malu itu dalam diri kita????
HIDAYAT/HIDAYAH
Pimpinan dari Tuhan.
1. Petunjuk; 2. Berkaitan
dengan petunjuk dan bimbingan dari Allah.
Cara Menggapai Hidayah
Setelah mengetahui hal
ini, lantas bagaimana upaya kita untuk mendapatkan hidayah? Bagaimana caranya
membuat orang lain mendapatkan hidayah?
Di antara sebab-sebab
seseorang mendapatkan hidayah adalah:
1. Bertauhid
Seseorang yang
menginginkan hidayah Allah, maka ia harus terhindar dari kesyirikan, karena
Allah tidaklah memberi hidayah kepada orang yang berbuat syirik. Allah
berfirman yang artinya “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan
iman mereka dengan kesyirikan, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka
itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-an’am:82).
2. Taubat kepada Allah
Allah tidak akan memberi
hidayah kepada orang yang tidak bertaubat dari kemaksiatan, bagaimana mungkin
Allah memberi hidayah kepada seseorang sedangkan ia tidak bertaubat? Allah
berfirman yang artinya “Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki
dan menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada-Nya”.
3. Belajar Agama
Tanpa ilmu (agama),
seseorang tidak mungkin akan mendapatkan hidayah Allah. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya “Jika Allah menginginkan kebaikan
(petunjuk) kepada seorang hamba, maka Allah akan memahamkannya agama” (HR
Bukhori)
4. Mengerjakan apa yang
diperintahkan dan menjauhi hal yang dilarang.
Kemaksiatan adalah sebab
seseorang dijauhkan dari hidayah. Allah berfirman yang artinya “Dan
sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka,
tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan
(iman mereka),dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang
besar dari sisi Kami,dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus.”
(An-nisa: 66-68).
5. Membaca Al-qur’an,
memahaminya mentadaburinya dan mengamalkannya.
Allah berfirman yang
artinya “Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang
lebih lurus” (QS. Al-Isra:9)
6. Berpegang teguh kepada
agama Allah
Allah berfirman yang
artinya “Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka
sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS.
Ali-Imron:101).
7. Mengerjakan sholat.
Di antara penyebab yang
paling besar seseorang mendapatkan hidayah Allah adalah orang yang senantiasa
menjaga sholatnya, Allah berfirman pada surat Al-Baqoroh yang artinya “Aliif
laam miim, Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya dan merupakan
petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.”
Siapa mereka itu,
dilanjutkan pada ayat setelahnya “yaitu mereka yang beriman kepada hal yang
ghoib, mendirikan sholat dan menafkahkah sebagian rizki yang diberikan
kepadanya” (QS. Al-baqoroh:3).
8. Berkumpul dengan
orang-orang sholeh
Allah berfirman yang
artinya “Katakanlah: “Apakah kita akan menyeru selain daripada Allah, sesuatu
yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula)
mendatangkan kemudharatan kepada kita dan (apakah) kita akan kembali ke
belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah
disesatkan oleh syaitan di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung,
dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan
mengatakan): “Marilah ikuti kami.” Katakanlah:”Sesungguhnya petunjuk Allah
itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar menyerahkan diri
kepada Tuhan semesta alam.” (QS. Al-An’am:71).
Macam-macam hidayah
Hidâyah al-ilham al-Fithri
Hidâyah yang diberikan
Allâh sejak manusia baru lahir, sehingga butuh dan bisa makan dan minum.
Seorang bayi suka menangis jika lapar atau dahaga, padahal tidak ada yang
mengajarinya.
Tanpa melalui proses
pendidikan, bayi juga bisa tertawa tatkala bahagia. Hidâyah ini diberikan oleh
Allâh tanpa usaha dan tanpa permintaan manusia.
Hidâyah al-Hawas.
Hidâyah ini diberikan
Allâh kepada manusia dan hewan. Bedanya kalau kepada hewan diberikannya secara
sekaligus, dan sempurna sejak dilahirkan induknya. Sedangkan pada manusia
hidâyah al-hawas diberikan secara berangsur. Dengan hidayah ini, manusia bisa
membedakan rasa asin, pahit, manis, enak, lada, bau, harum, kasar atau pun
halus, tanpa melalui peroses pembelajaran. Pembelajaran dalam hal ini berfungsi
untuk memfungsikan Hidâyah al-Hawas secara optimal. ini dikenal juga dengan
Panca-Indra yang terdiri atas: lidah sebagai alat rasa; mata sebagai alat
melihat; telinga sebagai alat mendengar; hidung sebagai alat hirup yang
mengetahui bau atau harum; dan kulit bisa merasa panas, dingin atau keras dan
lunak . Itu semua termasuk hidâyah al-hawas.
Hidâyah al-’Aqli .
Seorang manusia, bisa
membedakan mana yang benar mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk,
karena ia diberi hidâyah al-’aqli . Jadi fungsi hidayatul-Aqli adalah untuk
meluruskan pandangan hidâyah al-ilham dan hidâyah al-hawas yang kadang-kadang
salah tanggapannya.
Hidâyah al-Din
Nama lain Hidâyah diniyah
atau hidâyah syar’iyah. Ialah petunjuk Allâh berupa ajaran dan hukum-hukum yang
meluruskan kekeliruan yang muncul akibat aqal yang dipengaruhi nafsu. Untuk
meluruskan pendapat akal itu, maka Allâh memberi manusia Hidâyah al-Din pedoman
hidup yang berfungsi membimbing manusia ke jalan yangbenar. Allâh berfirman:
Ùˆَ Ù‡َــدَ ÙŠْÙ†َــاهُ النَّجْــدَ ÙŠْÙ†ِ
Dan telah Kami beri
petunjuk dua jalan hidup (Qs. QS Al Balad (90):10)
Ibnu Mas’ud mengatakan
bahwa menurut ayat ini, Allâh memberikan jalan hidup itu terdiri atas baik dan
yang buruk. Manusia dengan aqalnya dipersilakan memilih mana yang baik dan mana
yang buruk. Hidâyah al-din membimbing manusia untuk mengambil jalan yanglurus.
Namun hidayah ini tidak bisa diperoleh manusia tanpa melalui
perosespembelajaran. Hanya orang yang mempelajari syari'ah, yang meraih hidâyah
al-Din.
Ø¥ِÙ†َّ Ù‡َØ°َا الْÙ‚ُرْØ¡َانَ ÙŠَÙ‡ْدِÙŠ Ù„ِÙ„َّتِÙŠ Ù‡ِÙŠَ Ø£َÙ‚ْÙˆَÙ…ُ Ùˆَ ÙŠُبَØ´ِّرُ الْÙ…ُؤْÙ…ِÙ†ِينَ الَّØ°ِينَ ÙŠَعْÙ…َÙ„ُونَ الصَّالِØَاتِ Ø£َÙ†َّ Ù„َÙ‡ُÙ…ْ Ø£َجْرًا Ùƒَبِيرًا
Sesungguhnya Al-Qur’an ini
memberikan petunjukkepada jalan yang lurus dan memberi khabar gembira kepada
orang-orang yang beriman yang beramal shalih, sesungguhnya bagi mereka itu
pahala yang maha besar. (QS. AlIsra (17): 9)
HIJAB
Kegelapan yang menutupi
hati daripada menyaksikan kepada Alam Malakut dan hal-hal ketuhanan. Hati
berhubung dengan Alam malakut dan hal-hal ketuhanan melalui nur. Kegelapan
nafsu, tarikan anasir-anasir alam dan waswas syaitan menutupi cermin hati
daripada menerima nur yang datangnya dari alam ghaib.
1. Tutup; tirai; kain
selubung; cadar;
2. Sesuatu yang
menghalangi hati seorang hamba terhadap Tuhan-Nya Dzat Al Ghaib Yang Wajib
Wujud-Nya
SUSAHNYA UNTUK MENYIBAK HIJAB
Pergulatan Menyibak Hijab
Semua manusia, hakikatnya
berjalan menuju Allah. Namun jalan yang harus ditempuh tidaklah mudah, karena
di sana terhampar ribuan hijab yang menghalangi. Untuk itu, dibutuhkan
ketangguhan iman dan ilmu agar dapat memenangkan pergulatan demi pergulatan
menyibak hijab, sehingga selamat sampai di Mahligai-Nya.
Anugerah terbesar bagi
seorang hamba adalah ketika boleh mengenal dan berjumpa dengan Allah. Ketika
itu tidak ada lagi istilah sabagai hamba dan Tuhan, yang ada adalah ke-Esa-an
wujud-Nya.
Tetapi untuk boleh
berjumpa dengan Allah, ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu beramal shaleh dan
tidak syirik dalam beribadah walau
dengan seorang juapun. Sebagaimana firman-Nya:
"Barangsiapa yang
ingin berjumpa dengan Tuhannya maka beramal shaleh dan tidak menyukutukan
seorang jua pun dalam ibadahnya." (Al Kahfi: 110).
Dalam muqadimah kitab Ad
Durun Nafis dijelaskan:
Salah satu yang dapat
menghalangi untuk sampai kepada Allah adalah syirik, baik syirik jali (nyata)
maupun syirik khafi (tersembunyi). Tidak sedikit orang yang syirik dalam
menjalankan ibadah, seperti berharap kepada selain Allah, padahal seorang
hambahanya boleh berharap kepada Allah. Syirik dapat menjelma jadi hijab yang
menutup dan membutakan mata hati. Akibatnya, seseorang tidak dapat memandang
hakikat di balik yang dipandang dan hanya terjebak pada pandangan lahiriah.
"Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di
dunia ini, niscaya di akhirat
(nanti) ia akan lebih buta
(pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang
benar)." (Al Isra':
72).
Buta yang dimaksud dalam
ayat tersebut, bukan buta lahiriah melainkan buta secara batiniah, yaitu buta
mata hati. Buta mata hati, menyebabkan seseorang tidak memiliki kepekaan
menangkap tanda-tanda kebesaran Tuhan, sehingga tidak dapat menyaksikan
keindahan sifat-sifat Allah yang bertebaran di wilayah ruhani
dan duniawi.
"Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal." (Al'Imran: 193)
HIJAB DENGAN ALLAH
Syahwat duniawi
Ada dua faktor yang dapat
menghijabi hamba dalam memandang Allah, yaitu syahwat duniawi dan syahwat
ruhani.
Dua syahwat tersebut
berpotensi menjadi hijab seseorang, antara lain keinginan untuk meraih derajat
dunia dan akhirat. Dunia kaitannya dengan adat tabiat, sedangkan akhirat
berkaitan dengan derajat ruhani.
Syahwat duniawi ialah rasa
cinta yang berujung ingin memiliki dan menguasai apa saja yang ada di
sekeliling kehidupannya. Sehingga seluruh ruang hatinya dipenuhi oleh rasa
cinta sesuatu, hingga lupa kepada Allah.
Contohnya: Rasa cinta yang
tumbuh kepada suami, istri, anak, harta, dan lain sebagainya seperti
diisyaratkan dalam firman-Nya:
"Dijadikan indah pada
(pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang
diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,
perak, kuda pilihan,
binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup di dunia,
dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
(surga)." (Al-Imran:
14).
Ketika seorang suami
sangat mencintai istrinya, kemudian dengan cintanya itu sampai lupa memandang
Allah, maka perempuan tersebut menjadi hijab bagi suaminya. Selama seorang
suami mencintai istri, tidak mungkin mencintai Allah. Begitu juga sebaliknya,
seorang istri yang mencintai suaminya, tidak akan bisa mencintai Allah. Perlu
dipahami di sini, bahwa sesungguhnya Allah itu pencemburu. Jika ada seorang
hamba yang berani mengambil resiko dengan mencintai selain diri-Nya, maka
jangan harap akan sampai keharibaan-Nya. Tapi jika suami istri tersebut menerapkan
cintanya sesuai dengan kaidah tauhid, yakni sebagai penjabaran dari cintanya
kepada Allah. Maka cintanya itu tidak menjadi hijab, bahkan bisa menjadi pemicu
untuk merobek tirai-tirai Ilahi.
Syahwat ruhani
Di samping syahwat
duniawi, ada pula syahwat ruhani yang menjadi hijab. Syahwat ruhani itu
bersifat kemegahan dan kenikmatan akhirat, termasuk di dalamnya keinginan untuk
mendapatkan rahasia-rahasia yang ada wilayah ruhaniah.
Seperti mendambakan
derajat ruhani yang tinggi sampai ma'rifah, mendapat anugerah boleh keluar
masuk alam jin, jadi waliyullah yang boleh bertamasya melihat-lihat syurga dan
neraka, bahkan ingin jadi orang yang sempurna di wilayah ruhani dan sebagainya.
Semua keinginan tersebut,
sekalipun baik maksudnya, namun bisa menjadi hijab bagi orang yang sedang
menuju Allah. Karena keinginan tersebut, merupakan angan-angan yang muncul dari
syahwat yang tersembunyi (syahwatul
khafiah). Hal itu juga
dapat memalingkan perjuangan orang yang menuju Allah.
Cinta dan Hijab
Pertama kali Allah menebar
hijab adalah ketika Adam as. dan Hawa di ciptakan. Dalam hubungan Adam-Hawa
itulah mula-mula adanya gambaran jelas tentang hijab.
Kemudian contoh konflik
antar para Malaikat ketika menyikapi penciptaan manusia. Konflik berlanjut di
syurga tatkala para Malaikat diperintahkan untuk menghormati Adam as., ternyata
ada Malaikat yang menolak, karena dirinya merasa lebih tinggi derajatnya dari
manusia, terutama dari asal penciptaan Adam as. sebagai manusia pertama.
Ketidak patuhan Malaikat tersebut akibat terhijab oleh keangkuhannya.
Tidak hanya sampai disitu,
ternyata Allah pun memberi rambu-rambu di syurga, tatkala Adam as. di
pertemukan dengan Hawa, sebagaiman dibentangkan larangan untuk tidak mendekati
sebatang pohon, yang ternyata berbuah khuldi. Pergulatan Adam as. dalam
menghadapi larangan Allah, tidaklah ringan. Karena di sana Adam as., di uji
cintanya kepada Hawa sekaligus kepatuhannya pada Allah. Sejarah mencatat,
ternyata keimanan Adam as., dapat diruntuhkan oleh rasa cintanya kepada Hawa,
sehingga ia berani mengambil resiko untuk memetik buah khuldi. Itulah hijab
cinta yang ada pada diri Adam as. Pelajaran penting yang dapat dipetik dari
peristiwa tersebut. Yang baik dan benar: Mencintai suami atau istri, wajib
dilandasi oleh kepatuhannya kepada Allah, bukan sebatas cinta yang dipicu oleh
syahwat.
Pada kes lain, dapat
dilihat dalam sejarah Nabi Ibrahim as. dengan anaknya Nabi Ismail as. Betapa
berat pergulatan batin Nabi Ibrahim as. ketika beliau harus meninggalkan istri
dan anaknya yang baru dilahirkan, hanya untuk memenuhi panggilan Allah
berdakwah ke negeri lain. Selama bertahun-tahun Siti Hajar juga harus berjuang
membesarkan anaknya seorang diri di tengah padang pasir yang tandus. Pergulatan
batin Siti Hajar pun tidak ringan.
Namun ternyata tidak hanya
sampai di situ. Ujian bagi Nabi Ibrahim as. dan Siti Hajar, berlanjut dengan
turunnya perintah Allah pada Nabi Ibrahim as., untuk menyembelih anak semata
wayang yang baru dijumpainya. Namun karena Nabi Ibrahim as. sangat patuh dan
mengutamakan kecintaannya kepada Allah, ketimbang kecintaannya kepada anak dan
istrinya, maka luluslah Nabi Ibrahim as. dalam ujian tersebut. Sejarah itu
merupakan tonggak awal munculnya ibadah nusuk (pengorbanan), yang kini
disempurnakan menjadi ibadah haji. Nabi Muhammad saw.pun banyak mengikuti
syariat Nabi Ibrahim as. yang dikenal sebagai Abu Tauhid (bapak ahli Tauhid).
"Ikutilah agama
Ibrahim seorang yang hanif" dan bukanlah
dia termasuk orang-orang
yang mempersekutukan Tuhan" (An-Nahl: 123).
Dengan semakin majunya
peradaban manusia, yang dibarengi dengan pesatnya perkembangan teknologi dan
pengetahuan, ternyata tidak serta merta membuat manusia menjadi tambah santun
dalam menghadapi konflik kehidupan. Berbagai persoalan kerap dinilai hanya sebatas
lahiriahnya. Itu adalah salah satu akibat dari kesibukan mengurus kebutuhan
duniawi yang tak ada habis-habisnya, sehingga kekurangan waktu untuk merenung
dan menyadari keberadaan Allah di setiap kejadian.
Bagaimana mungkin bisa
mendekatkan diri pada Allah (taqarrub), selama hati seorang salik masih
diliputi oleh rasa cinta kepada istri, suami, anak, keluarga, harta benda dan
sebagainya. Karenanya, "ceraikan" semua itu dari dalam hati, cukup
ditempatkan dalam jiwa. Cintailah Allah dengan sepenuh hati, jangan
biarkan sesuatu selain
Allah memenuhinya. Karena hati orang yang beriman itu rumah Allah. Rumah Allah,
haruslah bersih dari segala sesuatu selain diri-Nya. Sebab anak, istri, suami,
harta, pangkat, dan jabatan itu bisa menjadi hijab untuk mencintai Allah dan
sekaligus menjadi ujian dan cobaan.
"Sesungguhnya hartamu
dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang
besar". (At Taghaabun: 15).
Karena itu, jangan mudah
terpesona pada segala sesuatu yang terjadi di dunia ini. Karena dunia
diciptakan sebagai ujian bagi orang-orang yang beriman. Bagi para ahli tasawuf
dunia bahkan dianggap sebagai penjara yang terlaknat. Sebagaimana yang tertera
pada kitab Siarus Salikin: "Dunia itu terlaknak, bagi barangsiapa yang ada
di dalamnya, maka ia akan ikut terlaknat, kecuali yang berada di jalan
Allah". Pada hakikatnya seseorang tidak bisa menguasai dunia, karena apa
yang dimiliki hanya sebatas yang dipakai, seperti baju dan perhiasan. Begitu
pula rumah mewah, hanya bisa dinikmati sebatas yang di tempati.Singkatnya, apa
saja yang ada pada seorang hamba hakikatnya milik Allah. Karena itu, jalan
terbaik satu-satunya adalah mengembalikan semuanya kepada Allah.
RIBUAN HIJAB DENGAN ALLAH
Banyak hal di dunia ini
dapat menjadi hijab bagi seseorang dalam memandang Allah.
Dalam hadis qudsi
dinyatakan: "Bahwa Allah menghijabi diri-Nya dengan 70.000 hijab."
Pengertian 70.000 hijab
jangan difahami secara lafzhiah (tekstual), namun lebih tepat dipahami secara
maknawi (subtansi).
Artinya, bahwa Allah
sengaja menciptakan ribuan hijab, supaya orang yang berjalan menuju kepada-Nya
melakukan perjuangan menyingkap hijab. Sehingga dengan demikian, kualiti
keimanan dan keyakinan seseorang teruji.
Perjuangan untuk berjumpa
dengan Allah dengan segala rintangannya diibaratkan orang mencari mutiara di
laut. Untuk mendapatkan mutiara berkualitas baik, seseorang harus mampu
menyelam sampai ke dasar. Padahal semakin dalam menyelam, panorama laut semakin
indah.
Meski ikan berwarna warni dan karang yang
mempesona terkadang menyimpan bahaya, namun kebanyakan orang tidak
menyadarinya. Dan bagi siapapun yang tidak waspada, semua itu dapat melenakan
dan membuat lupa pada tujuan utamanya (mendapatkan mutiara).
Ungkapan tersebut di atas,
merupakan metafor yang menyiratkan betapa sulitnya proses menyingkap hijab
dalam perjalanan menuju Sang Khaliq.
Sesungguhnya bukan sesuatu
yang menghijabi Allah, bukan pula sesuatu yang menjadikan Allah majhul (bodoh),
melainkan pandangan seorang hamba yang terhijab.
Hakikatnya yang menjadi
hijab adalah zhan atau prasangka), apakah itu prasangka baik atau pun prasangka
buruk dalam memandang sesuatu. Allah sendiri menyuruh hamba-bamba-Nya untuk
menjauhi prasangka.
"Wahai orang-orang
yang beriman jauhilah kebanyakan dari sangka-sangka, sesungguhnya sebagaian
dari sangka-sangka adalah dosa." (Al Hujarat: 12).
Sesungguhnya Allah tidak
terhijabi. Namun manusia dengan segala keterbatasan pandangnya yang kerap
membuat Allah terhalang. Hal itu bisa terjadi karena zhan atau prasangka yang
dibiarkan tumbuh subur dalam hati dan pikirannya. Padahal zhan atau prasangka
itu ibarat virus kanker yang mematikan. Sekecil apapun pemunculannya, harus
diwaspadai dan segera diambil tindakan agar penyebarannya tidak menjalar
keseluruh tubuh.
Zhan atau prasangka
tersebut muncul dalam berbagai sendi kehidupan.Diantaranya pangkat, jabatan,
materi, anak dan masih banyak lagi.Kelebihan maupun kekurangan fisik juga
termasuk zhan yang terkadang
membuat seseorang salah
persepsi terhadap Allah. Kecantikan berlebih memunculkan kesombongan, sementara
cacat fisik bisa membuat seseorang sibuk merasa rendah diri sehingga tidak
sempat mencari tahu makna dari rencana penciptaan Yang Maha Kuasa. Untuk
menjernihkan hati dan mengembalikan kesadaran, perlu proses panjang melalui
riyadhah dan mujahadah.
Wujud hijab
Hijab itu pada hakikatnya
tidak berwujud, karena tidak ada wujud apapun selain wujud Allah.
Sebagaimana Syekh Ibn
'Athaillah menyatakan: "Dan salah satu yang menunjukkan wujud Ke-Maha
Perkasaan Allah adalah terhijabnya kamu oleh sesuatu yang sebenarnya tidak ada
wujudnya."
Para arifin billah telah
sepakat bahwasanya sesuatu selain Allah hakikatnya 'adam mahdhi artinya: tidak
ada wujud yang berdiri dengan sendirinya, melainkan manifestasi dari wujud-Nya.
Apabila menganggap ada
wujud yang berdiri sendiri selain wujud Allah, berarti telah terjebak pada
syirik dan hilanglah kemurnian tauhid yang sesungguhnya.
Faktor penyebab hijab bagi
orang yang menuju kepada Allah, adalah memandang wujud selain Allah itu ada.
Allah menciptakan segala wujud akwan (keadaan) ini dari-Nya dan kembali
kepada-Nya.
Karena wujud tiap sesuatu
itu hakikatnya adalah dengan-Nya, bagi-Nya dan serta-Nya.
Alam semesta hakikatnya
'adam (tidak ada).Keadaan apapun hakikatnya juga tidak ada, karena yang maujud
(ada) hanya Allah.Karena wujud alam pada hakikatnya tidak ada, jika menjadi ada
dalam pandangan seseorang, maka itulah yang menjadi hijab dalam memandang wujud
Allah.
Syekh Abul Hasan As
Sadzili ra.berkata, " Bahwasanya kami memandang Allah dengan mata Iman dan
yaqin.Hal itu telah menjadi alasan kami untuk senantiasa memandang Allah. Dan
kami bertanya tentang keberadaan makhluk, adakah wujud makhluk sebagai sesuatu
selain Allah?
Jawabnya: Ternyata kami
tidak menemukan wujud selain Allah. Apabila ada wujud selain Allah, maka hal
itu merupakan sebuah fatamorgana yang bila dicari dan dikejar tidak akan
ditemukan."
Pada hakikatnya tidak ada
sesuatu yang mendindingi Allah, kecuali diri makhluk itu sendiri. Kalau ada
yang menganggap Allah terhijabi, berarti orang tersebut belum mengerti hakikat
hijab. Bagaimana mungkin Allah bisa dihijabi oleh sesuatu, padahal Allah Maha segala-galanya.
Kalau Allah terhijab sesuatu, berarti ada suatu kekuatan lain yang mampu
menghijabi Allah. Kalau ada sesuatu yang lebih kuat menghijabi Allah, berarti
Allah majhul (terpedaya), berarti juga ada yang lebih dominan daripada Allah.
Maha Suci Allah dari sangkaan orang-orang yang tertutup mata hatinya.
TIADA HIJAB HANYA ADA
KEDEKATAN DENGANNYA
Bagaimana Allah terhijabi
sementara Dia begitu dekat kepada hamba-hamba-Nya.
"Dan sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya,
dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat
lehernya." (Qaaf: 16
)
Ayat tersebut menegaskan
keberadaan Allah yang sangat dekat kepada hamba-hamba-Nya. Jika dibuat misal,
maka kedekatan Allah dengan hamba bagaikan ruh dengan jasad. Bagaimana bisa,
jasad mencari ruh, sementara ruh meliputi jasad. Ruh tak akan tampak tanpa
adanya jasad. Jasad tak akan hidup tanpa adanya ruh.
Kendatipun dua hal
tersebut berbeda wujud, namun hakikatnya satu dalam arti melengkapi pada
kenyataan wujud. Tergantung dari sisi mana melihatnya. Apapun yang terlalu
dekat, bisa menjadi hijab. Begitu juga sebaliknya, sesuatu yang jauh juga bisa
tidak terlihat. Maka tidak terlihat itu juga hijab. Sengaja Allah menciptakan
hijab bagi diri-Nya dibalik alam semesta ini, karena tidak ada yang mampu
menghijabi Allah kecuali Allah. Karena hakikatnya tidak ada suatu apapun
melainkan perwujudan-Nya.
Allah menghijabi diri-Nya
dengan berbagai cara, diantaranya dengan menciptakan akal dan nafsu.
Akal dapat menjadi hijab
bagi hamba dalam memandang Allah karena akal bersandar kepada dalil-dalil
logika yang rasional. Dengan rasionalitasnya akal akan menuntut fakta yang riil
dan menolak hal-hal yang bersifat abstrak dan irasional. Sesuatu yang tidak
dapat dijangkau oleh akal, tidak riil dan tidak rasional, dianggap sebagai
kemustahilan bagi akal. Disitulah munculnya hijab.
Sementara akal dan rasio
tidak akan mampu menjangkau kedalaman wilayah ketuhanan. Ada
keterbatasan-keterbatasan yang membelenggu akal dan rasio dalam memahami
wilayah ketuhanan. Karena keterbatasannya itu, maka dalam memahami wilayah
ketuhanan harus memakai akal yang didasari iman.
Sedangkan nafsu dapat
menjadi hijab dalam memandang Allah karena nafsu menghendaki kesenangan duniawi
semata. Maka bagi orang yang terpedaya dengan nafsunya niscaya akan sulit
memandang Allah. Sebab salah satu karakter nafsu adalah selalu mengajak untuk
berpaling dari Allah.
Sesungguhnya hijab adalah
selimut diri-Nya. Dibalik hijab tersimpan sebuah rahasia wujud Kemaha
Perkasaan-Nya dan ke-Elokan-Nya. Jika seorang hamba telah menyingkap hijab,
maka akan menemui dirinya fana' (sirna) dan bersemayam di baqa' billah (kekal
dengan Alah).
Setelah memahami berbagai
hijab, baik hijab dunia maupun hijab ruhani, dapat dimengerti betapa hidup
seorang hamba dipenuhi oleh pergulatan demi pergulatan untuk menyingkap hijab.
Dimanapun, kapanpun, bahkan dalam setiap tarikan nafasnya. Adalah merupakan
sebuah anugerah, bila diberi kemampuan dapat
mencermati setiap
pergulatan menuju kepada-Nya. Karena sesungguhnya hanya Allah sajalah yang
dapat menyingkap hijab-hijab wujud-Nya.
HIJAB AL IZZATI:
Hijab ketuhanan iaitu
kekuasaan Tuhan yang menghalang segala sesuatu daripada menceroboh keesaan-Nya.
Tidak ada makhluk yang dapat duduk bersebelahan dengan Allah s.w.t. Tidak ada
ilmu dan makrifat yang dapat membatasi-Nya.
HIJAB KETEGUHAN
Hijab al-‘Izzati.
HIJRAH
Bagi penempuh jalan ruhani,
hijrah adalah berpindah dari alam jasmani menuju alam rohani.
Dalam tarekat Syaziliyyah
hanya untuk sampai kepada Allah , bukan untuk dapatkan Fath atau Kusyufat
(kemampuan untuk melihat Keghaiban)
Makna Hijrah dalam Tarekat
Ghaziliyyah yang pendorong untuk mendapatkan Fath dan Kusyufat.
HIKMAH
Kearifan
“Lafash al-hikmah tersebut
dalam Al-Qur’an sebanyak duapuluh kali, dalam 19 ayat dan 12 surat. Di antara
ahli tafsir terdapat perbedaan dalam mengartikan kata al-hikmah yang terdapat
dalam ayat-ayat Allah tersebut.
Ar-Razi mengatakan, bahwa
kata al-hikmah di dalam Al-Qur’an ditafsirkan ke dalam 4 aspek :
Pertama, bermakna
pengajaran Al-Qur’an, seperti tersebut dalam surat Al-Baqarah: 231
“Dan apa yang telah
diurunkan Allah kepadamu yaitu Al-Kitab ( Al-Qur’an ) dan al-hikmah, Allah
memberikan pengajaran ( mau’izhah ) kepadamu dengan apa yang diturunkannya itu
“
Kedua, bermakna pemahaman
dan ilmu, seperti tersebut dalam firman_Nya :
“Kami berikan kepadanya
al-hikmah selagi dia masih kanak-kanak.” ( Maryam:12 )
“Dan sesungguhnya telah
kami berikan hikmah kepada Luqman.” ( Luqman :12 )
Makna al-hikmah dalam
kedua ayat di atas adalah pemahaman dan ilmu.
Dalam ayat yang lain
disebutkan :
“Mereka itulah orang-orang
yang telah kami berikan kepada mereka kitab, hikmah, dan nubuwwah.” ( Al-An’am
: 89 )
Maksud kata hikmah di sini
adalah pemahaman dan ilmu agama.
Ketiga, al-hikmah bermakna
An-Nubuwwah.
Firman Allah :
“Sesungguhnya Kami telah
berikan Al-Kitab dan hikmah ( Nubuwwah ) kepada keluarga Ibrahim. “ ( An-Nisa
:54 )
“Dan kami berikan
kepadanya hikmah (nubuwwah ) dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan
perselisihan.” (Shad:20)
Keempat, al-hikmah
bermakna Al-Qur’an yang mengandung keajaiban-keajaiban dan penuh rahasia,
seperti tersebut dalam firman-Nya:
“Barangsiapa yang
dikaruniai hikmah, ia benar-benar telah dikaruniai kebajikan yang banyak.” (
Al-Baqarah:269;, dan lihat Al-Hikah, halama 14 )
HIKMAH MUTA’ALIYAH
Pertama kali digunakan
oleh Mulla Sadra. Kemudian ia menjadi terkenal apabila murid-murid beliau
menyebutnya sebagai aliran mazhabnya.
Hikmah ini didasarkan
kepada 3 prinsip:
1. Dzauq atau Isyraq
2. Aql
3. Syariat
HIMMAH
Kekuatan yang paling kuat
dalam diri manusia
Himmah artinya
"konsentrasi" atau "ketetapan hati". Merupakan kualitas
keteguhan hati dan usaha keras untuk menuju kepada Tuhan. Himmah merupakan
lawan dari kata al-Hiss ("kegaduhan" atau sensasi"), yakni
kekacauan atau ketidakteguhan dalam berkonsentrasi kepada Tuhan.
Mengenai pengertian Himmah
ini, Abu Ismail al-Harawi, pengarang kitab Manazil As-Sairin berkata,
"Himmah ialah suatu kekuatan yang secara rnurni mendorong kepada maksud,
yang pelakunya tidak bisa dibendung dan dia tidak bisa berpaling darinya."
Jika Himmah seorang hamba
bergantung kepada Alllah S.w.t. Secara benar dan tulus, itulah himmah yang
tinggi, yang pelakunya tidak bisa dibendung, atau tidak bisa diabaikan, karena
tekadnya yang kuat dan keuletannya untuk mencari tujuan yang diinginkan. Orang
yang memiliki himmah ini akan sangat cepat mencapai tujuannya dan mendapatkan
apa yang dicarinya, selama tidak ada sesuatu yang menghalanginya.
Ada tiga (3) tingkatan
himmah, yaitu sebagai berikut.
1). Himmah yang menjaga
hati dari menyenangi hal-hal yang fana (dunia dan isinya), maksudnya berzuhud,
lalu membawanya untuk menyenangi Dzat Yang Kekal, Allah S.w.t dan membersihkan
hati dari noda kelambanan dan kesantaian, karena hal itu dapat menyebabkan
kelalaian.
2). Himmah yang mewariskan
kesinisan terhadap ketidakpedulian karena beberapa alasan, penurunan amal dan
keyakinan terhadap harapan.
Orang yang memiliki
tingkatan ini mencurigai himmah dan hatinya, andai kata ia meremehkan karena
alasan-alasan tertentu. Ia tidak puas jika perhatiannya hanya tertuju kepada
rupa amal dan terbatas kepada tujuan saat beramal, karena yang demikian itu
dapat menurunkan amal. Sedangkan keyakinan terhadap harapan dapat menimbulkan
kesantaian. Sementara orang yang mempunyai himmah tidak seperti itu, sebab ia
dalam keadaan terbang dan tidak berjalan kaki.
3). Himmah yang naik
meninggalkan keadaan dan muammal, tidak terikat kepada imbalan atau pengganti,
derajat, dan meninggalkan sifat untuk menuju Dzat.
Himmah ini terlalu tinggi
jika pemiliknya bergantung kepada keadaan atau pengaruh amal atau bergantung
kepada muamalah. Akan tetapi, maksudnya bukan meniadakan muamalah itu, tetapi
tetap melaksanakannya tanpa bergantung kepadanya. Himmah ini tampak semakin
tinggi karena pelakunya tidak terikat kepada imbalan dan derajat yang akan
diperolehnya. Karena imbalan dan derajat itu justru dapat menurunkan himmah. Ia
lupa atau tidak tertarik sarna sekali kepada imbalan apapun, karena ia melihat
sesuatu yang lebih Tinggi, lebih Besar, dan lebih Kekal, yaitu Allah S.w.t.
HIRAH
Suatu kejadian spontan
yang datang di hati orang- orang arif
ketika mareka sedang merenung, tafakkur dan fokus (kehadiran hati) lalu halang mereka untuk berfikir dan merenung
HISS
Simbol muncul dari sifat
dari nafs
HOSH
Sedar.
H0SH DAR DAM
Sedar dalam nafas.
Hosh bererti sedar, Dar
bererti dalam dan Dam bererti napas, yakni sedar dalam napas. Seseorang Salik
itu hendaklah berada dalam kesedaran bahawa setiap napasnya yang keluar masuk
mestilah beserta kesedaran terhadap Kehadiran Zat Allah Ta’ala. Jangan sampai
hati menjadi lalai dan leka dari kesedaran terhadap Kehadiran Zat Allah Ta’ala.
Dalam setiap napas hendaklah menyedari kehadiran ZatNya.
Menurut Hadhrat Khwajah
Maulana Syeikh Abdul Khaliq Al-Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih bahawa, “Seseorang
Salik yang benar hendaklah menjaga dan memelihara napasnya dari kelalaian pada
setiap kali masuk dan keluarnya napas serta menetapkan hatinya sentiasa berada
dalam Kehadiran Kesucian ZatNya dan dia hendaklah memperbaharukan napasnya
dengan ibadah dan khidmat serta membawa ibadah ini menuju kepada Tuhannya
seluruh kehidupan, kerana setiap napas yang disedut dan dihembus beserta
KehadiranNya adalah hidup dan berhubung dengan Kehadiran ZatNya Yang Suci.
Setiap napas yang disedut dan dihembus dengan kelalaian adalah mati dan
terputus hubungan dari Kehadiran ZatNya Yang Suci.”
Hadhrat Khwajah Maulana
Syeikh ‘Ubaidullah Ahrar Rahmatullah ‘alaih berkata, “Maksud utama seseorang
Salik di dalam Tariqah ini adalah untuk menjaga napasnya dan seseorang yang
tidak dapat menjaga napasnya dengan baik maka dikatakan kepadanya bahawa dia
telah kehilangan dirinya.”
Hadhrat Syeikh Abul Janab
Najmuddin Al-Kubra Rahmatullah ‘alaih berkta dalam kitabnya Fawatihul Jamal
bahawa, “Zikir adalah sentiasa berjalan di dalam tubuh setiap satu ciptaan
Allah sebagai memenuhi keperluan napas mereka biarpun tanpa kehendak sebagai
tanda ketaatan yang merupakan sebahagian dari penciptaan mereka. Menerusi
pernapasan mereka, bunyi huruf ‘Ha’ dari nama Allah Yang Maha Suci berada dalam
setiap napas yang keluar masuk dan ianya merupakan tanda kewujudan Zat Yang
Maha Ghaib sebagai menyatakan Keunikan dan Keesaan Zat Tuhan. Maka itu amatlah
perlu berada dalam kesedaran dan hadir dalam setiap napas sebagai langkah untuk
mengenali Zat Yang Maha Pencipta.”
Nama Allah yang mewakili
kesemua Sembilan Puluh Sembilan Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah dan Af’alNya
adalah terdiri dari empat huruf iaitu Alif, Lam, Lam dan Ha.
Para Sufi berkata bahawa
Zat Ghaib Mutlak adalah Allah Yang Maha Suci lagi Maha Mulia KetinggianNya dan
DiriNya dinyatakan menerusi huruf yang terakhir dari Kalimah Allah iaitu huruf
Ha. Huruf tersebut apabila ditemukan dengan huruf Alif akan menghasilkan
sebutan Ha yang memberikan makna “Dia Yang Ghaib” sebagai kata ganti diri.
Bunyi sebutan Ha itu sebagai menampilkan dan menyatakan bukti kewujudan Zat
DiriNya Yang Ghaib Mutlak (Ghaibul Huwiyyatil Mutlaqa Lillahi ‘Azza Wa Jalla).
Huruf Lam yang pertama adalah bermaksud Ta‘arif atau pengenalan dan huruf Lam
yang kedua pula adalah bermaksud Muballaghah yakni pengkhususan. Menjaga dan
memelihara hati dari kelalaian akan membawa seseorang itu kepada kesempurnaan
Kehadiran Zat, dan kesempurnaan Kehadiran Zat akan membawanya kepada kesempurnaan
Musyahadah dan kesempurnaan Musyahadah akan membawanya kepada kesempurnaan
Tajalli Sembilan Puluh Sembilan Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah. Seterusnya
Allah akan membawanya kepada penzahiran kesemua Sembilan Puluh Sembilan
Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah dan Sifat-SifatNya yang lain kerana adalah
dikatakan bahawa Sifat Allah itu adalah sebanyak napas-napas manusia.
Hadhrat Shah Naqshband
Rahmatullah ‘alaih menegaskan bahawa hendaklah mengingati Allah pada setiap
kali keluar masuk napas dan di antara keduanya yakni masa di antara udara
disedut masuk dan dihembus keluar dan masa di antara udara dihembus keluar dan
disedut masuk. Terdapat empat ruang untuk diisikan dengan Zikrullah. Amalan ini
disebut Hosh Dar Dam yakni bezikir secara sedar dalam napas. Zikir dalam
pernapasan juga dikenali sebagai Paas Anfas di kalangan Ahli Tariqat Chistiyah.
Hadhrat Shah Naqshband
Rahmatullah ‘alaih berkata, “Tariqat ini dibina berasaskan napas, maka adalah
wajib bagi setiap orang untuk menjaga napasnya pada waktu menghirup napas dan
menghembuskan napas dan seterusnya menjaga napasnya pada waktu di antara
menghirup dan menghembuskan napas.”
Udara Masuk - Allah Allah
Antara - Allah Allah Udara Keluar - Allah Allah Antara - Allah Allah
Perlu diketahui bahawa
menjaga napas dari kelalaian adalah amat sukar bagi seseorang Salik, lantaran
itu mereka hendaklah menjaganya dengan memohon Istighfar yakni keampunan kerana
memohon Istighfar akan menyucikan hatinya dan mensucikan napasnya dan
menyediakan dirinya untuk menyaksikan Tajalli penzahiran manifestasi Allah
Subhanahu Wa Ta’ala di mana-mana jua.
HU/HUWA
Dia (muzakkar)
HUBB
Cinta. Pendorong sang
pencinta (muhibb) untuk menatap sang kekasih (mahbub) dengan sepenuh tatapan.
Contoh orang yang memiliki ahwal hub (cinta)
Sufi yang masyhur dalam
sejarah tasawuf dengan pengalaman cinta adalah seorang wanita bernama Rabi’ah
Al-Adawiyah (713-801) dari Basrah, cintanya yang mendalam kepada Allah
memalingkan dirinya dari segala sesuatu selain Allah. Dalam doanya, dia tidak
minta dijauhkan dari neraka dan tidak pula meminta masuk surga. Yang ia pinta
adalah dekat dengan Allah. Ia bermunajat, “Ya Tuhanku, jika aku puja engkau
karena takut kepada neraka, bakarlah aku karena Engkau. Janganlah sembunyikan
keindahanmu yang kekal itu dari pandanganku.”
HUBB AL ILLAHI
Cinta suci iaitu cinta
cinta abadi dari yang Maha Kuasa yang merupakan sumber dari segala cinta
HUBB AR RUHANIi
Cinta kerohanian adalah
rasa cinta terhadap yang dicintai (Mahbub) disesbakan oleh yang dicintai dan
diri si pencinta (Muhibb) sendiri.
HUBB ATH THABII
Cinta alami yakni cinta
yang didasarkan atas kehendak kepuasan diri sendiri
HUDHUR
Kehadiran bersama Allah
Adapun Hadhur adalah
keberadaan “hadir” bersama Al-Haqq karena jka seseorang mengalami ghaibah (gaib)
dari keberadaan semua makhluk, maka dia “hadir” (hadhur) bersama Al-Haqq.
Artinya, keberadaannya seakan-akan “hadir” dikarenakan dominasi ingatan Al-Haqq
(zikir) pada hatinya. Dia hadir dengan hatinya dihadapan Tuhannya. Dengan
demikian, ke-ghaibah-annya dari keberadaan makhluk menjadikannya hadhur(hadir)
bersama Al-Haqq. Jika semua yang ada ini pada sirna, maka keberadaan hadhur
mengada menurut tingkat ghaibah-nya. Jika dikatakan “fulan hadir”, artinya dia
hadir dengan hatinya ke haribaan Tuhannya dan lupa pada selain-Nya, kemudian
dalam ke-hadhur-annya segalanya menjadi tersingkap menurut derajatnya dengan
curahan sejumlah makna( pengertian, kesadaran, dan kerahasiaan ketuhanan) yang
dikhususkan Allah untuknya.
Terkadang dikatakan (bahwa
keberadaan hadhur) dikarenakan kembalinya Salik pada rasanya dengan ahwal
jiwanya, dan ahwal kemakhlukan yang kembali (kepada Tuhannya)dari alam
ghaibah-nya. Yang pertama hadhur denganAl-Haqq, dan yang kedua hadhur dengan
makhluk. Ahwal manusia dalam maqam ghaibah berbeda-beda. Sebagian
mengalaminyatidak terlalu lama, sebagian lagi dalam masa yang abadi (sampai
mati).
Dikisahkan bahwa DzunNun
Al-Mishri, seorang guru sufi besar, pernah mengutus seseorang dari pengikutnya
dating ke rumah Abu Yazid Al-Busthami untuk mempelajari sifat-sifatnya.
Setibanya di kota Bustham, utusan ini bertanya pada seseorang tentang rumah Abu
Yazid, kemudian pergi menuju tempat yang ditunjuk dan bertamu kerumahnya. Di
sana terjadi dialog teologis yang sangat menawan.
“Apa yang kamu kehendaki?”
Tanya Abu Yazid
“Tuan Abu Yazid.”
Siapakah Abu Yazid? Di
mana Abu Yazid? Saya sendiri dalam pencarian Abu Yazid?”
Utusan ini keluar seraya
berteriak, “Dia Gila!” Kemudian dia kembali ke rumah gurunya, Dzun Nun dan
melaporkan semua yang disaksikan. Tiba-tiba Dzun Nun menangis, “Saudaraku. Abu
Yazid telah pergi bersamaorang-orang yang pergi menuju Allah.”
HULUL
Berarti menempati atau
mengambil tempat. Dalam Tasawuf, Hulul berarti suatu keadaan (hal) yang dicapai
seorang Sufi ketika aspek an-nasut (sifat kemanusiaan) Allah SWT bersatu dengan
aspek al-Lahut (sifat ketuhanan) yang ada pada manusia. Hulul merupakan salah
satu bentuk kebersatuan antara Allah SWT dan manusia. Kondisi ini dapat terjadi
apabila manusia dapat mencapai Fana’ dengan menghilangkan sifat-sifat
kemanusiaan yang dimilikinya sehingga yang tersisa hanyalah sifat-sifat
ketuhanannya.
Dalam keadaan Hulul
seorang Sufi dapat mengeluarkan kata-kata yang aneh dalam pendengaran awam,
seperti yang diucapkan oleh al-Hallaj: “Ana al-Haqq (Aku adalah Yang Maha
Benar)”. Dalam istilah Sufi ungkapan-ungkapan seperti ini disebut Syatahat.
Munculnya istilah seperti ini disebabkan oleh rasa cinta yang berlimpah.
Menurut faham Hulul
al-Hallaj, sebenarnyalah yang mengeluarkan kata-kata tersebut bukan roh
al-Hallaj, melainkan unsur an-nasut Allah yang sedang mengambil tempat bersatu
dengan unsur al-lahut al-Hallaj. Bukan pula pada Zat Allah, melainkan unsur
an-nasut-Nya yang mengambil tempat pada unsur lahut manusia. Hal ini terlihat
dari ungkapan syairnya: “Aku adalah Rahasia Tuhan Yang Maha Benar, dan bukanlah
yang Maha Benar itu Aku, Aku hanya satu dari yang benar, bedakanlah antara kami
atau aku dan Dia Yang Maha Benar”.
Dalam Hulul proses
kemanunggalan Allah SWT dan manusia itu adalah Allah SWT turun mengisi dan
memasuki serta mengambil tempat pada tubuh-tubuh manusia yang Ia pilih,
sedangkan dalam Ittihad roh manusia naik (Mi’raj), lebur manunggal di alam
Ketuhanan.
HUWA :
1. Dia; 2. Dia yang tersembunyi di dalam hati, naluri
atau suara hati; 3. Ia adalah diri tinggi wujud ghaib. Huwa menunjukan esensi
itu sendiri yang senantiasa berada dalam kegaiban dan tetap tidak terbandingkan
pada dirinya sendiri; 4. Dia yang AsmaNya Allah, Yang Wajib WujudNya Dzat Yang
Al Ghaib.
HUJUM
Perbuatan orang yang
mengalami al ghalabat ( tidak mempu kendali diri) @ Sesuatu mendatangi hati mu
dengan cara yang tak dibua-buat
HUQUQ
Jamak dari al Haq/
berbagai amalan dan ibadah
HURRIYAH
Mengisyaratkan pada puncak
hakikat penghambaan kepada Allah (kemerdekaan)
HUWIYYAT
Kediaan, peringkat hahut
HUZHUZH
Kesenangan nafsu dan sifat
manusiawi
Tiada ulasan:
Catat Ulasan