Kalam hikmah ke-37 dari Al-imam Ibnu Athoillah Askandari adalah
dalam masalah itu yaitu
“Allah Maha
Esa dan Tidak Ada Sesuatu Serta-Nya.”
A. Allah Maha Esa pada dzat-Nya.
Allah Maha Esa dalam arti benar – benar tunggal, tidak mempunyai
anak, tidak ber ayah ibu. Bila Allah mempunyai anak ataupun ber ayah-ibu , maka
dia adalah Tuhan yang lemah. Karena sedikit banyak, dia terpengaruh oleh
anaknya atau ayah-ibunya.
Sedangkan Tuhan itu harus benar-benar merdeka dari pengaruh
apapun. Tuhan yang jumlahnya 1 akan
menghasilkan kekacauan atau menunjukkan kelemahan dari tiap-tiap Tuhan itu.
Tuhan yang bernama Douglas akan berbuat A, sedangkan Tuhan yang bernama Amir
tidak setuju dengan A, tetapi ingin B. Maka akan terjadilah kekacauan. Atau
Tuhan Douglas hanya mampu untuk menciptakan, sedangkan untuk merusak sesuatu
dia tidak mampu, itu harus dilakukan oleh Tuhan yang bernama Amir. Sehingga
tiap-tiap Tuhan mempunyai kekuatan dan kelemahan sendiri. Tuhan yang seperti
itu ditolak oleh akal pikiran sehat. Begitu juga tertolak, apabila Tuhan
terdiri dari unsur-unsur. Tuhan yang Maha Esa itu (Z) dikatakan terdiri dari
unsur A, B dan C. Dimana setiap unsur adalah Tuhan juga. Tetapi mereka menolak
akan adanya 3 Tuhan, yang ada adalah satu Tuhan (Tuhan yang bernama Z).
Masalahnya adalah apabila Tuhan Z tercipta dari unsur-unsur
Tuhan A, B dan C maka siapakah yang menciptakan unsur-unsur itu? Mengatakan
Tuhan Z adalah seperti 3 sisi segitiga dimana semuanya membentuk satu segitiga,
juga tidaklah tepat. Karena satu sisi dari segitiga tidak dapat dikatakan
sebagai segitiga. Tetapi pada masalah ketuhanan, mereka mengatakan bahwa unsur
A,, B dan C adalah Tuhan juga. Dengan pola pikir itu, seharusnya mereka konsisten
dengan mengatakan bahwa satu sisi dari segitiga adalah segitiga juga. Dengan
contoh itu, adalah tidak mungkin bahwa Tuhan yang Maha Esa itu terdiri dari
unsur-unsur.
Karena semuanya terjadi secara bersamaan. Bukan unsur-unsur dulu
baru tercipta Tuhan. Manusia terdiri dari unsur-unsur darah, saraf, tulang dan
organ-organ.Dengan unsur-unsur itu, maka barulah disebut manusia. Tuhan
tidaklah seperti itu. Dialah yang menciptakan unsur-unsur bukan Dia yang
tercipta dari unsur-unsur. Begitu juga dengan mengatakan bahwa Tuhan Z itu
waktu di sawah bernama Tuhan A. Waktu di kantor Kecamatan bernama Tuhan B dan
waktu bersama istrinya bernama Tuhan C. Tetapi bukan ada 3 Tuhan yaitu A, B dan
C tetapi yang ada adalah satu Tuhan yang Maha Esa yaitu Tuhan Z. Menyatakan
yang demikian juga tidak tepat. Karena itu adalah objek pekerjaan. Objek
pekerjaan, bisa ditambah lagi dengan misalnya Tuhan Z itu menjadi Tuhan D oleh
karena dia juga seorang makelar tanah. Atau menjadi Tuhan E karena dia juga
mempunyai showroom mobil tempat dia menjual dan membeli mobil. Jadi
kesimpulannya objek pekerjaan dari Tuhan yang Maha Esa tidak dapat dikatakan
sebagai Tuhan.
B. Maha Esa Tuhan dengan sifat-Nya
Allah melihat, mendengar, maka mendengar dan melihat dari Allah
tidaklah ada yang dapat menyamai-Nya atau serupa denganNya. Begitu juga dengan
sifat Allah bahwa dia berkuasa, berkehendak, berilmu, dsb tidaklah ada yang
menyerupai – Nya ataupun serupa dengan-Nya
C. Allah Maha Esa dengan perbuatan Nya.
Artinya apapun yang terjadi di alam semesta ini adalah karena
perbuatan Allah ataupun izin Allah. Jadi bukan perbuatan Manusia lah yang
menyebabkan segala sesuatunya terjadi. Bergerak manusia, bernafas, berbicara,
menulis, dsb bukanlah karena kemampuan manusia itu melakukannya. Tetapi adanya
izin Allah sehingga seluruh kehendak manusia tersebut dapat terjadi. Jadi
manusia hanya bebas berkehendak (free will). Apa yang akan terjadi? Terserah
Allooh. Alloohpun tidak terikat dengan segala hukum fisika yang
diciptakan-Nya. Bukan api itu yang membakar, bukan makan itu yang
mengenyangkan, bukan pisau itu yang memutuskan, dsb tetapi izin Allah lah
sehingga segala sesuatu itu dapat terjadi.
Pengertian seperti itu sesuai dengan firmanNya dalam Al Qur’an
yg menyatakan bahwa tidak ada yang basah ataupun yang kering, tidak ada
satupun daun yang jatuh ke bumi, kecuali telah Dia tulis pada suatu
kitab. Terserah Dialah segala sesuatunya, apakah Dia akan menghapus tulisan itu
atau tidak . Manusia hanya dapat berkehendak dan kemudian berusaha untuk
mencapai kehendak itu. . Terserah pada Allooh sajalah, apakah kehendak itu
dapat menjadi keberhasilan ataukah tidak. Al-an’am ayat 59, Ar-Rad ayat
39.
Kesimpulan: Mutlak bahwa zat Allooh haruslah Maha Esa dalam zat-Nya, sifat-Nya dan perbuatan – Nya. Maha Esa dalam pengertian yang sebenar-benarnya. Dan untuk mencapai keyakinan itu mutlak untuk menggunakan logika atau akal pikiran. Tanpa akal pikiran pengertian bahwa Allooh adalah Tuhan yang Maha Esa pada zat-Nya, sifat-Nya dan perbuatan – Nya dalam arti yang sebenar-benarnya tidaklah akan tercapai. Manusia tanpa akal pikiran sederajat dengan hewan. Dengan dasar hanya Islamlah yang sesuai dengan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kesimpulan: Mutlak bahwa zat Allooh haruslah Maha Esa dalam zat-Nya, sifat-Nya dan perbuatan – Nya. Maha Esa dalam pengertian yang sebenar-benarnya. Dan untuk mencapai keyakinan itu mutlak untuk menggunakan logika atau akal pikiran. Tanpa akal pikiran pengertian bahwa Allooh adalah Tuhan yang Maha Esa pada zat-Nya, sifat-Nya dan perbuatan – Nya dalam arti yang sebenar-benarnya tidaklah akan tercapai. Manusia tanpa akal pikiran sederajat dengan hewan. Dengan dasar hanya Islamlah yang sesuai dengan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan