Khabbab ibnul Arats menyertai Rasulullah saw dalam semua peperangan dan pertempurannya, dan selama hayatnya ia tetap membela keimanan dan keyakinannya.
Ketika Baitulmal melimpah ruah dengan harta kekayaan di masa
pemerintahan Umar dan Utsman radliyallahu’anhuma, maka Khabbab beroleh gaji
besar, karena termasuk golongan Muhajirin yang mula pertama masuk Islam.
Penghasilannya yang cukup ini memungkinkannya untuk membangun
sebuah rumah di Kufah, dan harta kekayaannya disimpan pada suatu tempat di
rumah itu yang dikenal oleh para shahabat dan tamu-tamu yang memerlukannya,
hingga bila di antara mereka ada sesuatu keperluan, ia dapat mengambil wang
yang diperlukannya dari tempat itu.
Walaupun demikian, Khabbab tak pernah tidur nyenyak dan tak
pernah air matanya kering setiap teringat akan Rasulullah saw dan para
shahabatnya yang telah membaktikan hidupnya kepada Allah.
Mereka beruntung telah menemui-Nya sebelum pintu dunia dibukakan
bagi Kaum Muslimin dan sebelum harta kekayaan diserahkan ke tangan mereka.
Dengarkanlah pembicaraannya dengan para pengunjung yang datang
menjenguknya ketika ia dalam sakit yang membawa ajalnya.
Kata mereka kepadanya, “Senangkanlah hati anda wahai Abu
Abdillah, karena anda akan dapat menjumpai teman-teman sejawat anda!”
Maka ujarnya sambil menangis, “Sungguh, saya tidak merasa kesal
atau kecewa, tetapi tuan-tuan telah mengingatkan saya kepada para shahabat dan
sanak saudara yang telah pergi mendahului kita dengan membawa semua amal bakti
mereka, sebelum mereka mendapatkan ganjaran di dunia sedikit pun juga.
Sedang kita, kita masih tetap hidup dan beroleh kekayaan dunia,
hingga tak ada tempat untuk menyimpannya lagi kecuali tanah.”
Kemudian ditunjuknya rumah sederhana yang telah dibangunnya itu,
lalu ditunjuknya pula tempat untuk menaruh harta kekayaan.
Ia katanya, “Demi Allah, tak pernah saya menutupnya walau dengan
sehelai benang, dan tak pernah saya halanginya terhadap yang meminta….!”
Dan setelah itu ia menoleh kepada kain kafan yang telah
disediakan orang untuknya.
Maka ketika dilihatnya mewah dan berlebih-lebihan, katanya
sambil mengalir air matanya, “Lihatlah ini kain kafanku!
Bukankah kain kafan Hamzah paman Rasulullah saw ketika gugur
sebagai salah seorang syuhada hanyalah burdah berwarna abu-abu, yang jika
ditutupkan ke kepalanya terbukalah kedua ujung kakinya, sebaliknya bila
ditutupkan ke ujung kakinya, terbukalah kepalanya….”
Tiada ulasan:
Catat Ulasan