Imam Abu Hanifah adalah pendiri mazhab islam terbesar didunia : Mazhab Hanafi. Mahzab ini terutama dianut di sebagian Timur tengah, India, Rusia, Tiongkok, Turki, Afghanistan, Pakistan, Bangladesh dan sebagainya. Berbeda dengan kita yang menganut Mahzab Syafii.
Abu Hanifah adalah seorang Ulama sekaligus
Pedagang yang sukses. Kekayaannya memberikan dia kebebasan yang cukup luas
sehingga bisa berpikir secara independen.
Memiliki otak yang cemerlang, kemampuan
menghafal yang kuat, disertai kemampuan debat yang sulit ditandingi, Abu
Hanifah disarankan untuk memperdalam ilmu agamanya dengan berguru pada ulama
setiap hari. Dia belajar dari hampir 4000 orang guru, tapi guru yang punya
peranan paling besar dalam hidup Abu Hanifah adalah Syaikh Hammad bin Abu
Sulaiman. Syaikh Hammad untuk pendeknya.
Awalnya Syaikh Hammad tidak senang pada Abu
Hanifah, karena dia bawel. Banyak tanya dan suka mendebat. Bahkan berani ngotot
mempertahankan pendapatnya.
Tetapi perlahan bakat dan amalannya
terhadap ilmu agama akhirnya malah membuat Syaikh Hammad jatuh sayang padanya.
Abu Hanifah akhirnya berguru selama 18 tahun padanya, sampai Syaikh wafat.
Setelah Syaikh Hammad wafat, Abu Hanifah
yang ketika itu berusia 40 tahun, menggantikan kedudukannya sebagai pengajar
dan pemberi fatwa. Dan ini dijalankannya dengan sangat baik.
Kelebihannya adalah dia mampu menggabungkan
hukum syara' dengan logika, antara sistem dengan substansi. Dalam masa
hidupnya, sekitar 600.000 perkara fiqih diputuskannya. Ulama kecil sampai ulama
besar semua merujuk padanya, bahkan sampai sekarang.
Metode Ijtihad Abu Hanifah sangatlah
demokratis dan terasa sangat modern bahkan untuk ukuran kita sekarang. Dia akan
melemparkan suatu topik permasalahan dalam sebuah forum terbuka, lalu
menyampaikan pendapat dan argumentasinya mengenai masalah itu. Semua yang hadir
boleh mendebatnya sepuas hati, bahkan sampai seharian.
Abu Hanifah menyatakan, "Kalau kalian
berada di tengah masyarakat dan dihadapkan sebuah permasalahan, jawablah sesuai
dengan pemahaman yang berkembang di masyarakat. Setelah itu, baru kemukakan
pendapat pribadimu beserta argumentasinya". Suatu cara yang keren sekali
menurut saya karena tidak memaksakan pemahaman dan pendapat sendiri pada orang
yang berbeda.
Kemahsyuran Abu Hanifah sampai pada Khalifah
Abu Ja'far Al-Mansur yang saat itu sedang mencari seorang Hakim Agung. Posisi
istimewa yang kedudukannya hanya satu tingkat dibawah sang Khalifah sendiri.
Tetapi ini berarti Abu Hanifah akan kehilangan kemandiriannya dan berada
dibawah kekuasaan Khalifah.
Abu Hanifah merasa, tanpa kebebasan mutlak,
akan sulit baginya menjadi hakim yang adil. Karenanya, setelah melakukan Sholat
Istikharah, Abu Hanifah memutuskan untuk menolak permintaan Khalifah.
Khalifah Al-Mansur bukanlah seorang yang
bisa menerima penolakan dengan baik, dengan murka dia menuntut penjelasan
kepada Abu Hanifah :
"Kenapa kamu menolak tawaranku?"
"Maaf Baginda, saya tidak pantas
menjabat sebagai Hakim," Jawab Abu Hanifa
"Pembohong!!" Khalifah berteriak
murka
"Jika benar saya berbohong sesuai
perkataan Yang Mulia, maka itu menjadi bukti bahwa saya tidak pantas menjadi
Hakim Agung. Mana boleh Hakim Agung berbohong?"
Dengan marah Khalifah melemparkan Abu
Hanifah kedalam penjara ditambah dengan hukuman cambuk. Tapi pengaruh Abu
Hanifah saat itu masih cukup besar dikalangan umat, sehingga kemudian akhirnya
dia dibebaskan.
Khalifah mencoba lagi membujuk Abu Hanifah
dengan uang dalam jumlah besar, agar mau menjadi hakim. Tapi ditolak
mentah-mentah, yang kembali menyebabkan Khalifah murka dan kembali menjebloskan
Abu Hanifah ke penjara.
Pemarah sekali ya Khalifah ini? Tidak heran
Abu Hanifah menolak bekerja padanya. Bagaimana bisa memutuskan dengan adil
dibawah Khalifah seperti itu? Sementara sebagai seorang Imam, tentu beliau
mengerti hukuman Allah berat sekali kepada Hakim yang tidak adil. Inilah
mengapa Abu Hanifah bersikeras menolak jabatan tinggi dengan segala harta yang
menyertainya.
Selama dipenjara Abu Hanifah tetap menerima
murid, memberikan fatwa, dan tetap memiliki pengaruh kuat diantara umat.
Penderitaan Abu Hanifah selama dipenjara menimbulkan kegelisahan rakyat,
sehingga para mentri mengusulkan agar Khalifah melepaskan saja Abu Hanifah
sebagai tahanan rumah.
Berdasarkan beberapa kisah, Khalifah memang
melepaskan Abu hanifah, tapi sementara itu makanannya diracuni, sehingga
akhirnya beliau meninggal diusia 68 tahun di tahanan rumah.
Kabarnya 50.000 orang mengiringi pemakaman
Abu Hanifah, dengan 6 putaran sholat. Barulah setelah sholat Ashar beliau bisa
dimakamkan, begitu penuhnya pemakaman beliau.
Demikianlah kisah hidup Abu Hanifah yang
sangat mengesankan. Semoga teladannya bisa diikuti oleh hakim-hakim kita, tapi
tentunya minus akhir yang tragis.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan