Di suatu negeri, hiduplah seorang ahli ibadah (abid) yang selalu bermunajat kepada Allah Ta’ala di sepanjang harinya. Kala teringat dosa-dosanya yang telah lalu, tak jarang dia menangis tersedu-sedu sehingga air matanya menetes membasahi hampir sebagian baju yang dikenakannya.
Maklum saja, abid tersebut dulunya adalah
seorang yang bergelimang dosa, aneka macam bentuk kemaksiatan sudah pernah
dicicipinya.
Suatu hari, ketika abid tersebut sedang
asyik dalam munajatnya dan menangis tersedu-sedu itu, lewatlah orang gila
melintasi tempat di dekat ahli ibadah tersebut bermunajat.
Abid tersebut berkata: “Wahai
Tuhanku…janganlah masukkan aku ke neraka”. “Belas kasihanilah aku…bersikap
lembutlah kepadaku wahai Tuhanku”.
Lanjutnya :“Aku ini sangat lemah wahai
Tuhanku…aku pasti tidak akan kuat bertempat di neraka-Mu…oleh karena itu,
kasihanilah aku wahai Tuhanku”.
“Wahai Tuhanku…Kulitku ini sangat lembut, pasti
tidak akan kuat menahan api neraka-Mu. …Begitu juga tulangku sangat rapuh,
tidak akan kuat menahan siksaan neraka-Mu, oleh karena itu wahai
Tuhanku…Kasihanilah aku”.
Mendengar ucapan abid dalam munajat
tersebut, orang gila yang sedang melintas tadi tiba-tiba tertawa terbahak-bahak
dengan sangat keras sekali.
Ha ha ha ha ha ha…!!.. Karena merasa
dilecehkan, sambil melotot abid tadi berkata:“Wahai orang gila…apa yang sedang
kamu tertawakan??!!”.
Dengan terkekeh orang gila tadi menjawab:
“Ucapan dalam munajatmu tadi sungguh membuatku tergelitik untuk tertawa”.
Abid menimpali: “Ucapanku yang mana yang
membuatmu tertawa wahai orang gila??!”.
Orang gila tadi menjawab :“Engkau
menangis karena takut dengan neraka…itulah yang membuatku tertawa
terbahak-bahak!!”. Abid berkata:“Apakah engkau tidak takut dengan neraka wahai
orang gila??!”.
Sambil kembali tertawa terbahak-bahak
orang gila tersebut menjawab: “Ha ha ha ha ha….Sedikit pun aku tidak takut
dengan yang namanya neraka”.
Abid berkata:“ohh….engkau memang
benar-benar gila!!”.
Sambil sedikit menahan tawa, orang gila
tadi menjawab: “Kenapa engkau takut dengan neraka wahai abid, sedangkan engkau
memiliki Tuhan Yang Maha Rahman dan Rahim??!, yang rahmat-Nya lebih luas dari
apapun juga!!”.
Dengan agak takjub dengan ucapan orang
gila tadi, abid tersebut menjawab: “Sesungguhnya aku memiliki dosa yang apabila
Allah Ta’ala meminta pertanggung jawaban kepadaku dengan keadilanNya, niscaya
Allah akan memasukkan aku ke neraka”.
“Oleh karena itu aku menangis wahai orang
gila…itu semua aku lakukan agar Allah Ta’ala berbelas kasihan kepadaku,
mengampuni dosa-dosaku, sehingga Dia tidak memasukkan aku ke dalam neraka-Nya”.
Ha ha ha ha ha ha….!!
Mendengar jawaban abid yang sangat memilukan dan
terkesan memelas tersebut, orang gila tadi kembali tertawa terbahak-bahak
dengan suara yang lebih keras lagi.
Dengan kesal abid tersebut berkata: “Apa yang
engkau tertawakan wahai orang gila??!”.
Masih dalam keadaan terkekeh, orang gila
tadi menjawab: “Wahai abid…engkau memiliki Tuhan Yang Maha Adil yang tidak akan
pernah berkhianat, tetapi engkau malah takut kepada-Nya”. “Engkau memiliki
Tuhan yang Maha Rahman, Maha Rahim, Maha menerima taubat…tetapi engkau malah
takut dengan nerakanya”.
Sambil agak bingung dengan pernyataan
orang gila tadi, abid tersebut berkata:
“Apakah engkau tidak takut pada Allah Ta’ala wahai
orang gila??!”
Dengan sedikit tertawa orang gila
tersebut menjawab:“Iya…aku takut kepada Allah Ta’ala, tetapi takutku kepada-Nya
bukan karena nerakaNya”.
Mendengar jawaban orang gila tersebut,
abid tadi bingung dan tidak habis fikir, kemudian bertanya:
“Jika engkau tidak takut dengan
neraka-Nya, lalu apa yang membuatmu takut kepada Allah Ta’ala??!!”.
Tiba-tiba dengan mimik muka yang cukup
serius, orang gila tadi menjawab: “Yang aku takutkan adalah ketika nanti aku
bertemu dengan Tuhanku dan Dia menanyaiku…wahai hamba-Ku, kenapa engkau
bermaksiat kepada-Ku??!”.
“Jika saja aku ditakdirkan menjadi calon
penghuni neraka, aku sangat berharap supaya aku dimasukkan neraka tanpa
dihadapkan kepada-Nya dan ditanyai terlebih dahulu”.
“Api neraka lebih ringan menurutku dari
pada harus menjawab pertanyaan Allah Ta’ala…aku pasti tidak akan mampu
memandang-Nya dengan pandangan seorang pengkhianat ini, serta menjawab
pertanyaan-Nya dengan mulut seorang penipu ini”.
“Jika saja dengan dimasukkannya aku ke
neraka, itu semua membuat kekasihku ridha kepadaku…maka dengan senang hati aku
menerimanya”.
Kemudian dengan suara pelan dan masih dengan mimik
muka serius, orang gila tadi kembali berkata:
“Wahai abid…maukah kamu aku beritahu
sebuah rahasia, tetapi jangan engkau bocorkan rahasia ini kepada siapapun??!”.
Dengan mimik muka bingung, abid tersebut
menjawab:“Apa rahasia tersebut wahai orang gila??!”.
Dengan agak berbisik orang gila tersebut
menjawab:
“Tahukah kamu wahai abid, bahwasanya
Tuhanku tidak akan pernah memasukkan aku ke neraka…tahukah kamu kenapaa!!”
Dengan terkejut dan bingung abid tadi
berkata:
“Loh….macam Mana tu, begitu wahai orang
gila??!”.
Dengan tenang dan tatapan mata menerawang
jauh, orang gila tersebut menjawab: “Itu semua disebabkan karena aku beribadah
kepadaNya dengan dasar cinta dan rindu, sedangkan engkau wahai abid, engkau
beribadah kepada-Nya dengan dasar takut serta tamak akan surgaNya”.
“Persangkaanku kepadaNya lebih baik dari
pada persangkaanmu…harapanku kepada-Nya lebih baik dari pada harapanmu”.
“Oleh karena itu wahai abid, perbaikilah
harapanmu kepada Tuhanmu dengan sebaik-baik harapan”.
“Tahukah engkau wahai abid…dulu ketika
Nabi Musa As melihat api di gunung Thursina lalu mendatanginya dengan harapan
mendapat sedikit kehangatan dari api tersebut, ia kembali menjadi seorang Nabi,
dan aku…aku pergi menuju Tuhanku dengan membawa cinta dan rindu untuk melihat
keindahan-Nya, maka aku kembali sebagai orang gila”.
Setelah berkata demikian, tiba-tiba orang
gila tersebut kembali tertawa terbahak-bahak lalu pergi meninggalkan abid
begitu saja.
Dan dengan dihinggapi rasa takjub yang
luar biasa atas ucapan orang gila tadi, sambil kembali menangis abid tersebut
berkata:
“Subhanallah…orang gila tadi adalah bukan
orang sembarangan, dia adalah paling cerdas-cerdasnya orang yang pernah aku
temui sepanjang hidupku”.
Menanggapi
cerita terdapat pelajaran terkait sifat Allah yaitu:
Bahwa
rahmat Allah itu lebih besar dari siksaNya, berpengharapan dan berprasangka
baiklah kepada Allah. Niatkan beribadah selalu hanya kepada Allah,
karena yang membawa diri kita ke surga bukan karena amal, namun adalah berkat
RahmatNya.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan