Abdurrahman bin Mahdi adalah salah satu murid Imam Ubaidillah bin Hasan al-Anbari yang wafat pada tahun 168 Hijriyah.
Semasa kecilnya,
Abdurrahman bin Mahdi pernah mengalami sebuah peristiwa mengesankan bersama
sang guru yang merupakan sosok terkemuka, ahli fikih dan hakim di Bashrah ini.
Hari itu, sang guru
bersama muridnya ini mengurus jenazah.
Abdurrahman bin Mahdi
yang masih kecil bertanya kepada Imam Ubaidillah bin Hasan al-Anbari terkait
sebuah persoalan. Namun, Imam Ubaidilah menyampaikan jawaban yang salah.
Sebagaimana dituturkan
oleh Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah saat menjelaskan Risalah
al-Mustarsyidin tulisan Imam al-Harits al-Muhassibi, Abdurrahman bin
Mahdi mengingatkan gurunya dengan amat santun.
“Semoga Allah Ta’ala
memperbaikimu. Jawabannya bukan seperti itu. Jawaban yang benar adalah begini
dan begini.” tutur Abdurrahman bin Mahdi.
Sang Imam Ubaidillah
al-Anbari pun diam sejenak, sembari menundukkan kepalanya. Tak lama kemudian,
beliau mendongak, lalu berkata, “Kamu benar, Nak.”
“Jika demikian,”
lanjut sang guru, “aku mengikutimu dan rela dihina untuk itu.”
Pungkas Imam
Ubaidillah, “Menjadi ekor dalam kebenaran lebih aku sukai daripada menjadi
kepala dalam keburukan.”
Kisah agung yang
diriwayatkan oleh Imam Abu Nu’aim dan Imam Ibnu Hajar al-Asqalani ini merupakan
salah satu teladan terbaik bagi seseorang yang merasa besar.
Baik itu seorang guru,
kiyai, ustadz, pejabat tinggi, orang tua, atau lainnya.
Sering kali kita
merasa benar karena posisi jabatan atau strata sosial yang lebih tinggi. Karena
merasa benar itu, kita malu untuk mengakui kebenaran orang lain. Padahal,
kebenaran harus dijunjung tinggi di atas egoisme dan gengsi.
Dalam tataran rumah
tangga, hendaknya para orang tua memperhatikan hal ini dengan baik.
Jika memang yang
disampaikan oleh anak-anak jauh lebih benar, terimalah hal itu dan akuilah
kesalahan diri. Tidak perlu rasa mendongak, apalagi menolak mentah-mentah
kebenaran yang disampaikan anak-anak hanya karena usia mereka yang lebih muda.
Dalam lingkup yang lebih
besar, hendaknya para pemimpin kita mengetahui dan menyadari hal ini dengan
baik. Jika terbukti bersalah, akui saja. Tidak perlu berbelit. Tiada gunanya
melakukan berbagai jenis pembelaan dengan sesuatu yang tidak berdasar, apalagi
menggunakan tameng-tameng kesalahan lainnya.
Sebab, sampai kapan
pun, kebenaran akan senantiasa menang.
Para pengusung
keburukan akan mati seiring berlalunya zaman.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan