Menurut Kalam Hikmah ke 39 Al-Arifbillah Syeikh Ahmad Ibnu Athaillah As kandary:
“Janganlah
engkau meminta suatu kebutuhan kepada selain-Nya sebab Dialah yang memberi
kebutuhan itu kepadamu.
Bagaimana
meminta selain kepada Allah sesuatu yang diletakkan oleh Allah? Orang yang
tidak dapat memenuhi kebutuhan dirinya bagaimana ia bisa memenuhi kebutuhan
orang lain?”
DALAM kata
hikmah sebelumnya Ibnu Athaillah menerangkan tentang kemurahan, kebaikan dan
kesempurnaan kekayaan Allah. Maka pada kata hikmah ini beliau memberi nasehat
kalau engkau mengerti bahwa Allah Maha Pemurah dan berbuat baik kepada seluruh
makhluk-Nya, maka janganlah engkau meminta suatu kebutuhan kepada selajn-Nya,
sebab Dialah yang memberi kebutuhan kepadamu.
Semua harus dikembalikan
kepada Allah. Kalau ada kebutuhan, maka mintalah kepada Allah karena yang
memberi kebutuhan adalah Allah. Allah-lah yang menurunkan rahmat, rezeki dan
Dialah yang memberi segala kebutuhan makhluk-Nya. Dialah Rabbul Alamin yang
merawat ciptaan-Nya sejak terciptanya langit dan bumi sampai di surga nanti.
Pada setiap
kebutuhan jangan berharap kepada selain Allah sebab segala sesuatu selain Allah
itu juga berhajat seperti dirimu. Semua makhluk di alam ini butuh kepada Allah.
Yang memenuhi kebutuhan mereka adalah Allah.
Begitu pula, kalau ada
bencana menimpa, seperti kemiskinan, maka mengadulah kepada-Nya. Karena yang
menurunkan dan yang mengangkat bala hanyalah Allah. Jangan mengeluh kepada
selain Allah. Sebab, orang lain tidak bisa menyingkirkan bencana itu. Bagaimanakah sesuatu selain Allah dapat menyingkirkan
sesuatu yang diletakkan oleh Allah? Bagaimana
orang yang tidak dapat menyingkirkan suatu bencana (kemiskinan atau lainnya)
bagi dirinya dapat menyingkirkan suatu bencana dari orang lain?
Jangan menoleh
kepada selain Allah, jangan sangat berharap dan sangat merendahkan diri kepada
selain Allah. Seseorang yang menggantungkan diri kepada selain Allah maka ia
tertipu oleh suatu khayalan yang tidak tetap. Dan tidak ada yang tetap kecuali
Allah. Dialah yang tetap dan qadim yang selalu memberi karunia dan rahmat-Nya.
Pemberian Allah dan anugerahnya tetap ada dan terus menerus, tidak pernah
berhenti dan putus.
Dialah AI-Hayyu (memiliki
sumber hidup) Al-Qayyum (yang
mengurus makhluk-Nya).
Dialah Al-Karim (Yang Maha
Pemurah) yang tidak pernah berhenti memberi, yang tidak jemu memberi, yang
memberi sebelum diminta, yang tidak peduli siapa yang diberi dan berapa yang
diberikan.
Oleh karena selain
Allah adalah khayalan dan tidak ada hakikatnya, maka kalau ada hajat,
kemiskinan, kesulitan, atau harapan maka minta hajatmu itu kepada Allah. Sebab
Allah murka kalau tidak diminta. Berbeda dengan makhluk yang murka bila
diminta.
Selalu mintalah
kepada Allah, baik itu hajat kecil atau besar, seperti Nabi Musa meminta
sesuatu yang paling besar kepada Allah, yaitu meminta melihat Allah. Ia berdoa;
أَنْظُرْ إِلَيْكَ
“Ya
Tuhanku, Perlihatkan Dirimu padaku agar aku melihat-Mu.” (QS.
Al-A’raf: 143)
Nabi Musa juga pernah butuh sesuatu yang kecil, yaitu sekeping roti, ketika merasa lapar di bawah sebuah pohon di kota Madyan di saat tidak ada orang yang dikenal yang mau mengajaknya makan. Nabi Musa mengangkat hajatnya kepada Allah:
“Ya Tuhanku, Sungguh aku, terhadap apa yang kau turunkan kepadaku dari kebaikan, sangat membutuhkan.” (Al-Qashash: 24)
Jangan kuatir. Orang yang
benar-benar menggantungkan diri kepada Allah, maka akan dicukupi oleh Allah.
Namun harus dengan tawakkal dan takwa yang
sesungguhnya. Orang yang menggantungkan diri kepada selain Allah itu lemah
imannya. Ia berbuat syirik, seakan-akan ia meyakini ada yang bisa menolong
selain Allah.
Orang yang
mengharap kepada manusia akan kembali dengan tangan hampa dan pulang dengan
kecewa. Tetapi orang yang mengharap Allah tidak kan pulang dengan tangan
kosong. Pasti tangannya terisi. Cerita yang dialami cucu Nabi, Sayyidina Hasan
bin Ali di bawah ini menggambarkan hal itu.
Setiap tahun
Sayyidina Hasan bin Ali mendapat seribu dinar, sebagai bagian Ahlul Bait dari
harta pemerintah Islam. Pada tahun itu, Muawiyah menahan bagian Sayyidina Hasan
sehingga menyebabkan kesempitan dalam kehidupannya.
Sayyidina Hasan
berkata, “Lalu aku minta tinta untuk menulis surat kepada Muawiyah agar
mengingatkan dia tentang diriku. Aku menahan diri untuk tidak menulis dulu.
Tiba-tiba aku bermimpi Rasulullah.”
“Bagaimana
keadaanmu, wahai Hasan?” tanya Rasulullah.
“Baik, Ayahanda,” jawabku.
Aku mengadu kepada Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam tentang lambatnya harta
bagianku.
“Apakah Engkau
minta tinta agar kau menulis surat kepada makhluk sepertimu untuk
mengingatkannya tentang hal itu?” kata Rasulullah.
“Ya, wahai
Rasulullah. Lalu apa yang harus aku lakukan?” ucapku.
“Ucapkanlah:
“Ya Allah, masukkanlah dalam hatiku harapan
kepada-Mu dan putuskan harapanku dari selain Engkau sehingga aku tidak
mengharapkan seorang pun selain Engkau. Ya Allah, sesuatu yang aku tidak
melakukannya, tidak cukup amalku untuk memenuhinya, tidak sampai keinginanku
kepadanya, dan tidak sempat aku memintanya dan tidak nampak keyakinan pada
lidah (ucapan)ku kepada apa yang Engkau berikan kepada seseorang dari
orang-orang terdahulu dan yang berakhir. Maka khususkanlah aku dengannya, Ya
Robbal ‘Aalamiin.”
Demi Allah, Belum
sampai satu minggu aku membaca doa itu tiba-tiba Muawiyah mengirimkan kepadaku
dua ribu. Aku ucapkan, “Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah yang tidak
melupakan orang yang mengingat-Nya dan tidak mengecewakan orang yang berharap
kepada-Nya.”
Kemudian aku
bermimpi Rasulullah lagi. “Bagaiman keadaanmu, wahai Hasan?” tanya Rasulullah.
“Baik, Ya
Rasulullah.”
“Wahai anakku. Begitulah
orang yang mengharap Al-Khaliq (Allah)
dan tidak mengharap makhluk,”
kata Rasulullah kepadaku.
Penuturan Muhammad
bin Husein bin Hamdan juga menunjukkan hal itu. Muhammad bin Husein bin Hamdan
berkata: Ketika saya berada di majlis Yazid bin Harun di sampingku ada orang,
lalu aku bertanya kepadanya;
“Siapa namamu?”
“Said.”
“Siapa gelarmu?”
“Abu Utsman.”
“Bagaimana
keadaanmu?”
“Aku kehabisan
uang.”
“Siapa yang kamu
harap?”
“Aku mengharap
kepada Yazid.”
“Kalau engkau
mengharap Yazid, pasti engkau tidak dapat harapanmu dan engkau pasti kecewa.”
“Dari mana engkau
mengetahui ini, semoga Allah merahmatimu?”
“Karena aku membaca
di sebuah kitab yang diturunkan Allah bahwa Allah berfirman;
Demi kemuliaan-Ku, Kebesaran-Ku, kemurahan-Ku, dan ketinggian-Ku di atas Arsy, Aku akan putuskan harapan orang yang berharap kepada selain-Ku dengan kekecewaan dan pasti orang itu Aku beri pakaian kehinaan di depan manusia, dan Aku jauhkan dari dekat-Ku dan Aku putus hubungannya dengan-Ku. Apakah ia mengharap kepada selain-Ku dalam kesukaran sedangkan yang menyingkirkan kesukaran itu adalah Aku? Apakah ia mengharap selain-Ku dan mengetuk pintu selain-Ku, sedangkan kunci pintu itu ada pada-Ku. Padahal semua pintu tertutup dan pintu-Ku selalu terbuka bagi orang yang berdoa kepada-Ku. Siapakah yang memohon kepada-Ku lalu tidak mendapat, siapakah yang mengetuk pintuku lalu tidak Aku buka? Aku telah memenuhi langit-Ku dengan makhluk-makhluk yang tidak jemu bertasbih dari malaikat-Ku dan Aku perintahkan mereka jangan menutup pintu antara Aku dan hamba-Ku. Apakah orang yang meminta kepada orang lain dalam keadaan musibah tidak tahu bahwa tidak ada yang dapat menyingkirkan musibah itu kecuali Aku? Apakah engkau tidak melihat bahwa makhluk itu Aku beri sebelum meminta kemudian ia minta kepada-Ku, apakah ia tidak akan Aku beri? Apakah Aku ini kikir sehingga dianggap kikir. Bukankah dunia dan akhirat ini milik-Ku? Bukankah rahmat dan karunia di tangan-Ku? Bukankah kemurahan itu sifat-Ku? Bukankah Aku ini tempat bagi orang yang punya harapan? Seandainya penduduk bumi dan penduduk langit bersatu untuk berharap kepada-Ku kemudian aku beri satu persatu keinginannya maka tidak berkurang kerajaan-Ku, walaupun sekecil debu.
Bagaimana akan
berkurang kerajaan-Ku sedangkan Aku yang mengurusnya? Alangkah sialnya orang
yang putus asa dari rahmatKu dan alangkah sialnya orang yang melanggar Aku dan
tidak memperhatikan Aku dan melakukan perbuatan haram dan tidak malu
kepada-Ku.”
“Mudah-mudahan
Allah memberi rahmat kepadamu. Ulangilah keterangan itu kepadaku. Maka demi
Allah, setelah ini aku tidak akan menulis keterangan yang lain,” kata orang
itu.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan