Rasulullah adalah orang suka memberi.
Tidak menimbun harta kekayaan untuk diri atau keluarga sendiri. Rasulullah
tidak segan-segan memberikan hartanya kepada sahabat yang membutuhkan, meski
dirinya pada saat itu juga dalam keadaan butuh.
Kedermawanan Rasulullah tidak
diragukan lagi. Sehingga Anas bin Malik, salah satu pelayan Rasulullah, menilai
kalau Rasulullah adalah orang paling dermawan (ajwadun nas).
Banyak cerita tentang kisah
kedermawanan Rasulullah.
Diantaranya adalah kisah yang
diriwayatkan Tirmidzi.
Dikisahkan bahwa pada saat itu
Rasulullah yang sedang bersama Sayyidina Umar bin Khattab didatangi seorang
lelaki. Seorang lelaki itu sengaja menemui Rasulullah untuk meminta sesuatu.
Tanpa Fikir panjang, Rasulullah langsung memberinya.
Keesokan harinya, lelaki itu
mendatangi Rasulullah lagi untuk meminta-minta. Tanpa banyak tanya, Rasulullah
lagi-lagi memberinya sesuatu.
Pada hari ketiga, seorang lelaki
tersebut menemui Rasulullah. Ia meminta-minta kepada Rasulullah. Namun sayang,
pada hari ketiga itu Rasulullah sedang tidak memiliki sesuatu apapun untuk
diberikan kepada lelaki itu.
“Aku tidak mempunyai apa-apa
sekarang. Tapi ambillah apa yang engkau mau dan jadikan sebagai Hutangku. Kalau
aku mempunyai sesuatu kelak, aku akan membayarnya,” kata Rasulullah kepada
lelaki itu.
Rupanya Rasulullah masih boleh
memberi kepada lelaki itu, meski dirinya pada saat itu tidak memiliki sesuatu
untuk diberikan. Caranya, lelaki itu diminta untuk berhutang kepada orang lain.
Hutang itu lalu diatas namakan kepada Rasulullah. Jika Rasulullah sudah punya wang,
maka ia akan membayar hutang lelaki itu.
Apa yang dilakukan Rasulullah itu
ternyata ‘dikritik’ Sayyidina Umar bin Khattab. Sayyidina Umar berpendapat,
Rasulullah tidak perlu memaksakan diri untuk memberi kalau memang sedang tidak
memiliki sesuatu untuk diberikan.
Kritikan Sayyidina Umar bin Khattab
itu langsung direspons seorang sahabat Anshar yang baru datang.
Sahabat Anshar itu menyarankan agar
Rasulullah terus berinfak dan tidak mempedulikan perkataan Sayyidina Umar bin
Khattab.
“Jangan takut dan jangan khawatir
dengan kemiskinan,” kata sahabat Anshar itu.
“Ucapan itulah yang diperintahkan
Allah kepadaku,” kata Rasulullah kepada Sayyidina Umar.
Sikap dermawan sudah sangat melekat
pada diri Rasulullah. Bahkan pada saat-saat akhir hidupnya, Rasulullah berpesan
kepada Sayyidah Aisyah agar menyedekahkan hartanya yang tersisa. Rasulullah
tidak ingin ketika wafat masih menyimpan harta.
Ketika Rasulullah sakit menjelang wafatnya
beliau memerintahkan istrinya, Sayyidah Aisyah, untuk mengirimkan beberapa wang
dinar kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib agar disedekahkan. Setelah
menyampaikan pesan itu Rasulullah pingsan, Sayyidah Aisyah lantas dibuat sibuk
akan hal itu.
Ketika Rasulullah sadar kembali,
beliau menanyakan kepada Sayyidah Aisyah apakah wang dinarnya itu sudah
diberikan kepada Sayyidina Ali untuk diinfakkan. Rasulullah lantas tidak
sadarkan diri lagi, Sayyidah Aisyah sibuk dibuatnya sehingga tidak sempat
menunaikan amanat Rasulullah itu.
Untuk yang ketiga kalinya, Rasulullah
mengingatkan agar wang dinarnya yang disimpan Sayyidah Aisyah diberikan kepada
Sayyidina Ali agar disedekahkan. Lag-lagi Rasulullah pingsan lagi.
Akan tetapi beberapa saat setelah
kejadian itu, Sayyidah Aisyah menunaikan amanat Rasulullah itu. Beberapa wang
dinar Rasulullah itu akhirnya diberikan kepada Sayyidina Ali dan disedekahkan
kepada para sahabat yang membutuhkan.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan