Lembaran kehidupan Rumaisha binti Milhan tak pernah lekang dari
ingatan muslimah. Ummu Sulaim, demikian umat mengenal sosoknya. Ialah sang
wanita di belakang medan perang, sang janda bermaharkan Islam, ibu yang sangat
sabar menghadapi kematian putranya, serta istri yang melapangkan hati suami
saat takdir pahit kematian itu terjadi.
Betapa banyak hikmah yang bisa dipetik dari kehidupan Ummu
Sulaim. Dalam berumah tangga, beliau Rhadiyallahu ‘anha merupakan sosok yang
romantis dan menjadi panutan muslimah di penjuru dunia hingga hari akhir.
Sikapnya di hadapan sang suami, yakni Abu Thalhah, menjadi pelajaran berharga
tentang menjadi seorang istri.
Mahar Agama
Saat Abu Thalhah datang melamar, Ummu Sulaim merupakan seorang
janda. Namun Ummu Sulaim tak buru-buru menerima lamaran pria. Padahal ia harus
mencari nafkah untuk merawat anak-anaknya yang yatim. Sementara Abu Thalhah
merupakan pria yang banyak harta.
Namun ternyata Ummu Sulaim menolak lamaran Abu Thalhah.
Alasannya karena agama. Ya, Abu Thalhah masih musyrik kala itu.
Ummu Sulaim berkata saat menolak lamaran itu, “Wahai Abu
Thalhah, orang sepertimu tidak semestinya lamarannya ditolak. Akan tetapi,
engkau masih kafir, sedangkan aku wanita muslimah. Aku tidak boleh menikah
denganmu.”
Abu Thalhah yang sudah jatuh hati pada Ummu Sulaim pun
menawarkan harta. Ia tahu betul seorang janda membutuhkan nafkah untuk
anak-anaknya, “Kalau kamu mau, aku akan memenuhi keinginanmu!” ujar Abu
Thalhah.
Ummu Sulaim pun berkata, “Apa yang ada di benakmu tentang
keinginanku?”
“Aku akan memberimu emas dan perak,” jawab Abu Thalhah.
“Bukan emas dan perak yang kuinginkan darimu. Yang kuinginkan
darimu adalah Islam. Jika engkau mau masuk Islam, itulah maharku. Aku tidak
meminta kepadamu selain itu,” tutur Ummu Sulaim.
Masya Allah, tak ada prosesi lamaran yang lebih romantis
daripada kisah Ummu Sulaim dan Abu Thalhah. Setelah momen itu, Abu Thalhah
segera menemui Rasulullah dan belajar Islam dari beliau Shallallahu‘alaihi wa
sallam. Tak lama kemudian, Ummu Sulaim dan Abu Thalhah pun menikah.
Mempercantik Diri
Ummu Sulaim selalu mempercantik diri di hadapan suaminya, Abu
Thalhah. Bahkan suatu hari, salah seorang putranya sakit keras hingga menemui
ajal. Namun ia melarang kerabatnya untuk memberitahu Abu Thalhah tentang kabar
tersebut. Pasalnya, si putra yang meninggal adalah anak kesayangan Abu Thalhah.
Setelah putranya dikuburkan, Ummu Sulaim tetap berias diri. Ia
berdandan untuk menyambut kepulangan Abu Thalhah. Padahal ia masih sangat
berduka atas kematian putranya. Namun Ummu Sulaim tetap berdandan untuk
melayani sang suami. Inilah sikap romantis dari Ummu Sulaim yang patut ditiru
muslimah.
Namun fenomena yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Wanita
berdandan justru bukan di hadapan suami, melainkan saat keluar rumah. Mereka
menggunakan make up ketika bertemu teman-temannya, jalan-jalan, bahkan
berbelanja. Akan tetapi ketika di rumah, di hadapan suami, ia justru tak merias
diri. Tak heran jika kemudian muncul perselingkuhan yang merusak keharmonisan
rumah tangga.
Menyiapkan Makan Malam
Saat Abu Thalhah pulang bersama teman-temannya, Ummu Sulaim
telah siap menyiapkan makanan. Ia memasak untuk suaminya dan tamu yang datang.
Itu adalah hari yang sama saat anaknya meninggal. Abu Thalhah tak mengetahui
kabar tersebut sementara Ummu Sulaim berada di atas kesabaran yang luar biasa
hingga dapat melakukan aktivitas seperti biasa.
Ia memasak untuk Abu Thalhah, bahkan tamu-tamu suaminya. Mereka
pun kenyang dan merasa nikmat dengan masakan Ummu Sulaim. Meski nampak
sederhana, memasakkan suami pun salah satu sikap romantis jika dilakukan degan
ikhlas hati.
Menyembunyikan Duka
Satu lagi sikap romantis lain yang juga dimiliki Ummu Sulaim.
Yakni bagaimana Ummu Sulaim menyembunyikan duka cita atas kematian putranya. Ia
menyembunyikan duka hatinya di hadapan sang suami. Seakan tak ada masalah, Ummu
Sulaim melayani Abu Thalhah sebagaimana biasa. Sampai-sampai, Abu Thalhah tak
mengetahuinya dan tak menyangka kesedihan baru saja melanda rumahnya.
Sebaiknya, Abu Thalhah justru merasa senang malam itu.
Ketika melihat suaminya telah tenang, barulah Ummu Sulaim
memberitahu kabar duka tersebut. Cara Ummu Sulaim memberikan kabar duka pun
sangat romantis. Ia berkata kepada suaminya,
“Wahai Abu Thalhah, apa pendapatmu jika ada suatu kaum meminjamkan barang kepada kaum yang lain, lalu mereka meminta kembali barang pinjaman tersebut. Apakah kaum yang dipinjami berhak untuk tidak mengembalikan barang itu?”
“Wahai Abu Thalhah, apa pendapatmu jika ada suatu kaum meminjamkan barang kepada kaum yang lain, lalu mereka meminta kembali barang pinjaman tersebut. Apakah kaum yang dipinjami berhak untuk tidak mengembalikan barang itu?”
“Tentu saja tidak,” jawab Abu Thalhah.
Ummu Sulaim pun berkata, “Sesungguhnya Allah telah meminjamimu
anak, kemudian Dia mengambilnya kembali. Oleh karena itu, bersabarlah dan
harapkanlah pahala dari Allah.”
Abu Thalhah pun begitu kaget mendengarnya. Namun karena ia telah
tenang, Abu Thalhah pun dapat bersabar. Ia berkata pada Ummu Sulaim, “Engkau
tidak memberitahuku tentang berita kematian anakku sampai terjadi apa yang
terjadi, barulah engkau memberitahukan kepadaku perihal putraku?! Inna lillahi
wainna ilahi raaji’un.”
Sikap Ummu Sulaim lagi-lagi berbeda dengan muslimah di masa
kini. Jangankan menyimpan duka, jika ada sedikit masalah di rumah pun rasanya
ingin segera memberitahu suami. Jangankan menunggu suami tenang, saat suami
masih di kantor pun sudah dikirimi pesan singkat tentang beragam masalah di
rumah.
Sementara Ummu Sulaim sanggup menyimpan dukanya, bersabar,
melayani sebaik mungkin sebagai istri, barulah ia memberi kabar duka pun dengan
kata-kata bijaknya. Masya Allah, betapa indahnya akhlak wanita shalihah sang
shahabiyyah mulia.
Demikianlah beberapa pelajaran yang bisa diambil dari kisah
Rumaisha binti Milhan atau Ummu Sulaim, sang istri yang romantis dan senantiasa
menjadi penyejuk hati suami. Tak hanya itu, ia pula sosok ibu yang luar biasa,
pendidik yang bijaksana.
Lahir dari hasil didikannya, seorang anak yang menjadi salah
satu perawi hadits nabi. Ialah Anas bin Malik. Semoga Allah meridhai Ummu
Sulaim dan keluarganya.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan