Biasanya orang yang memiliki
kedudukan ingin diistimewakan, dihormati, dan dilayani.
Sebagai seorang pemimpin misalnya,
dia bebas sekehendak hati memerintahkan anak buahnya untuk melakukan ini dan
itu. Tanpa dia ikut mengerjakannya. Mungkin itu sudah menjadi ‘watak’ atau
‘karakter’ orang yang memiliki jabatan. Mereka selalu merasa di atas dan harus
diistimewakan.
Namun Rasulullah tidaklah demikian.
Meski beliau adalah seorang pemimpin agama dan negara, seorang Nabi dan Rasul
Allah yang terakhir, tetapi Rasulullah tidak pernah meminta kepada para sahabat
dan umatnya untuk diistimewakan.
Rasulullah bergaul dengan para
sahabatnya tanpa ada sekat yang memisahkannya. Jika memerintahkan sahabatnya
untuk melakukan suatu hal, Rasulullah juga ikut terlibat di dalamnya. Bahkan,
Rasulullah memberikan teladan terlebih dahulu sebelum menyuruh sahabatnya untuk
melakukan suatu hal.
Menurut Imam Bukhari , Muslim,
diceritakan bahwa suatu hari Rasulullah dan para sahabatnya akan memasak kambing
bersama-sama. Rasulullah lantas membagi tugas untuk para sahabatnya. Ada yang
bertugas menyembelih kambing, mengulitinya, menyiapkan tungku, menyiapkan air,
dan memasaknya.
Awalnya para sahabat tenang karena
semuanya ada pembagian tugas. Namun suasana langsung riuh manakala Rasulullah
mengatakan kalau dirinya yang akan mencari dan mengumpulkan kayu bakar.
Para sahabat ‘tidak terima’ dengan
hal itu. Mereka meminta Rasulullah agar berdiam diri dan menunggu saja. Tidak
perlu ikut bekerja. Apalagi mencari kayu. Tugas itu biar dikerjakan orang lain
saja. Kata para sahabat dengan nada memprotes.
“Saya tahu kalian bisa menyelesaikan
pekerjaan ini, tapi saya tidak suka diistimewakan,” jawab Rasulullah dengan
tegas.
Rasulullah lantas mengungkapkan bahwa
Allah tidak suka melihat seorang hamba-Nya diistimewakan dari teman-teman yang
lainnya.
Begitulah Rasulullah. Kedudukan dan
statusnya yang begitu agung tidak lantas menjadikannya lupa diri. Buta akan
penghormatan. Dan selalu minta diistimewakan.
Beliau seolah memberikan teladan
bahwa seorang pemimpin tidak cukup dengan hanya memberikan arahan apa yang
harus dikerjakan anak buahnya, lalu kemudian berdiam diri dan bereluk tubuh.
Jika tidak benar, maka ia akan memarahi anak buahnya habis-habisan.
Tidak seperti itu. Bagi Rasulullah,
seorang pemimpin harus ikut turun ke bawah. Kalau perlu berkeringat sebagaimana
anak buahnya berkeringat dan memastikan semua yang dikerjakan anak buahnya
berjalan dengan baik dan lancar.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan