Ketahuilah, bahwa hati sebagaimana telah
kami sebutkan, adalah seperti kubah, yang diperbuat. Dan mempunyai pintu-pintu,
yang ditegakkan kepada hati itu, hal-ihwal, dari masing-masing pintu. Dan juga
hati itu seperti sasaran, yang ditegakkan kepadanya, panah dari segala pihak.
Atau seperti cermin yang ditegakkan, singgah di cermin itu segala macam bentuk
yang beraneka ragam. Lalu menampak padanya bentuk barang satu persatu.
Dan tidak terlepas cermin itu dari
bentuk-bentuk tersebut. Atau seperti kolam yang tercurah ke dalamnya air yang
bermacam-macam dari sungai-sungai yang terbuka alirannya ke kolam itu.
Sesungguhnya, tempat-tempat masuk bekas-bekas yang silih berganti ke dalam hati
itu, pada segala hal, adakalanya: dari zahiriah. Maka itu: pancaindra yang
lima. Adakalanya dari batiniah. Maka itu: khayal, nafsu-syahwat, marah dan
akhlak yang tersusun dari instink manusia. Maka sesungguhnya manusia itu
apabila mengetahui sesuatu dengan pancaindranya, lalu berhasillah bekas
daripadanya dalam hati.
Begitupula, apabila bergelora syahwatnya
–umpamanya, disebabkan banyak makan dan kekuatan pada instinknya, niscaya
berhasillah bekas daripadanya di dalam hati. Dan walaupun ia tercegah dari
kepancaindraan. Maka khayalan-khayalan yang berhasil dalam jiwa itu tetap. Dan
berpindahlah khayalan dari sesuatu kepada sesuatu yang lain. Dan menurut
kepindahan khayal itu, berpindahlah hati dari suatu keadaan kepada keadaan yang
lain. Dan yang dimaksud, ialah bahwa hati itu selalu dalam perobahan dan
pembekasan dari sebab-sebab tersebut.
Bekas yang terdapat dalam hati yang
paling khusus, ialah: gurisan-gurisan di dalam hati. Yang dimaksud dengan gurisan-gurisan
itu, ialah: pemikiran-pemikiran yang terdapat dalam hati dan ingatan-ingatan.
Ya’ni: pengetahuan hati akan ilmu-ilmu. Adakalanya dengan jalan kontinu dan
adakalanya dengan jalan ingatan. Maka itu dinamai: gurisan-gurisan, dimana ia
terguris sesudah hati itu melupakannya. Dan gurisan-gurisan itu adalah
penggerak-penggerak kemauan. Sesungguhnya niat, cita-cita dan kemauan itu,
berada tentunya sesudah terguris yang diniatkan dengan hati. Maka permulaan
segala perbuatan, ialah: gurisan-gurisan. Kemudian gurisan itu, menggerakkan
keinginan. Keinginan itu menggerakkan cita-cita.
Cita-cita itu menggerakkan niat. Dan
niat itu menggerak kan anggota badan. Dan gurisan-gurisan yang menggerakkan
keinginan itu, terbagi kepada: yang mengajak kepada kejahatan. Ya’ni: yang
akibatnya membawa kepada melarat. Dan yang mengajak kepada kebaikan. Ya’ni:
kepada yang bermanfaat di negeri akhirat. Keduanya itu adalah dua gurisan yang
berlawanan. Keduanya memerlukan nama yang berlainan. Maka gurisan yang terpuji,
dinamai: ilham. Dan gurisan yang tercela, ya’ni: yang mengajak kepada
kejahatan, dinamai: waswas.
Kemudian, anda mengetahui, bahwa
gurisan-gurisan di dalam hati itu, adalah: baru (hadits). Kemudian tiap-tiap
yang baru, haruslah mempunyai: yang membarukan (muhdits). Dan tatkala yang baru
itu bermacam-macam, maka yang demikian itu menunjukkan atas bermacam-macam
sebabnya. Ini diketahui dari sunnah Allah Ta’ala, pada penyusunan
musabbab-musabbab diatas sebab-sebabnya. Manakala bercahayalah dinding-dinding
tembok rumah dengan cahaya api dan gelaplah atapnya dan menghitam dengan asap,
maka tahulah anda, bahwa sebab kehitaman itu bukanlah sebab dari kesinaran.
Begitupula, kesinaran hati dan kegelapannya, mempunyai dua sebab yang berbeda.
Maka sebab gurisan yang mengajak kepada
kebajikan, dinamai: malaikat. Dan sebab gurisan yang mengajak kepada kejahatan,
dinamai: setan. Dan kehalusan yang menyediakan hati untuk menerima ilham
kebajikan, dinamai: taufiq. Dan yang menyediakan untuk menerima waswas setan,
dinamai: kesesatan dan kehinaan. Maka pengertian-pengertian yang berbeda itu,
memerlukan kepada nama-nama yang berbeda. Dan malaikat adalah makhluk yang
dijadikan oleh Allah Ta’ala.
Urusannya ialah melimpahkan kebajikan,
memfaedahkan ilmu, membuka kebenaran, berjanji dengan kebajikan dan menyuruh
dengan yang baik. Allah Ta’ala menjadikannya yang demikian dan menentukannya
untuk yang demikian. Setan adalah makhluk yang urusannya berlawanan dengan yang
demikian. Yaitu: janji dengan kejahatan, menyuruh perbuatan keji dan menakut-nakuti
dengan kemiskinan, ketika orang bercita-cita kepada kebajikan. Maka waswas
adalah bertentangan dengan ilham. Setan bertentangan dengan malaikat.
Dan taufiq bertentangan dengan kehinaan.
Dan kepada inilah, diisyaratkan dengan firman Allah Ta’ala:
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan”. S 51 Adz
Dzaariyaat ayat 49.
Sesungguhnya semua yang ada (maujud) itu
bertentangan, bercampur-aduk, selain Allah Ta’ala. Dialah yang tunggal, tiada
bagiNya yang bertentangan. Tetapi Ia Yang Maha Esa, Yang Benar, yang menjadikan
segala yang berpasang-pasangan itu. Hati itu tarik-menarik diantara setan dan
malaikat. Nabi saw bersabda: “Pada hati ada dua langkah. Yang satu dari
malaikat: perjanjian dengan kebajikan dan pembenaran dengan yang benar. Barangsiapa
memperoleh yang demikian, maka hendaklah ia tahu, bahwa itu adalah dari Allah
swt.
Dan hendaklah ia memuji Allah ! dan yang
satu langkah lagi dari musuh, perjanjian dengan kejahatan, pembohongan dengan
yang benar dan larangan dari kebajikan. Barangsiapa memperoleh yang demikian,
maka hendaklah ia berlindung dengan Allah dari setan yang terkutuk !”.
Kemudian Nabi saw membaca firman Allah
Ta’ala, yang artinya:
“Setan menjanjikan kemiskinan kepada kamu dan menyuruh mengerjakan
pekerjaan keji”. S 2 Al Baqarah ayat 268.
Al-Hasan berkata: “Kedua langkah tadi
adalah dua cita-cita yang berjalan dalam hati. Suatu cita-cita daripada Allah
Ta’ala dan suatu cita-cita lagi daripada musuh. Allah merahmati hambaNya yang
tegak pada cita-citaNya. Maka apa yang daripada Allah Ta’ala, hendaklah
diteruskannya. Dan apa yang daripada musuhnya, hendaklah dilawannya dengan
mujahadah (bersungguh-sungguh). Dan hati itu tarik-menarik diantara dua
kekuasaan ini”.
Rasulullah saw bersabda: “Hati orang
mu’min diantara dua anak jari dari anak-anak jari Tuhan Yang Maha Pengasih”.
Allah Ta’ala Maha Suci daripada mempunyai anak jari yang tersusun dari daging,
tulang, darah dan urat yang terbagi dengan tulang-tulang anak jari. Tetapi roh
anak jari itu lekas berbulak-balik dan sanggup menggerakkan dan merobahkan.
Anda tidak bermaksud anak jari anda itu sendiri, tetapi yang dimaksudkan, ialah
perbuatan anak jari itu berbalik-balik dan berbanyak gerak, sebagaimana anda
melaksanakan segala perbuatan dengan anak jari anda.
Allah Ta’ala berbuat apa yang
diperbuatNya, dengan menjadikan malaikat dan setan. Keduanya dijadikan dengan
kekuasaanNya pada membalik-balikkan hati, sebagaimana anak-anak jari anda
dijadikan bagi anda pada membalik-balikkan tubuh umpamanya. Hati itu pada asal
fitrahnya, pantas untuk menerima pengaruh malaikat dan pengaruh setan dalam
keadaan yang sama. Tidak lebih kuat salah satu daripadanya terhadap yang lain.
Hanya lebih kuat salah satu daripada kedua pihak itu, dengan mengikuti hawa
nafsu dan berkecimpung dalam nafsu syahwatnya atau berpaling daripadanya dan
menyalahinya.
Apabila manusia mengikuti kehendak marah
dan hawa nafsu, niscaya kekuasaan setan itu tampak dengan perantaraan hawa
nafsu. Dan hati menjadi tempat menetap dan tempat bermukim setan. Karena hawa
nafsu adalah rumput yang hijau dan tempat bersenang-senang setan. Jikalau
bersungguh-sungguh melawan hawa nafsu dan tidak memberi kekuasaan kepada hawa
nafsu untuk menguasai dirinya dan ia menyerupai dengan akhlak malaikat as,
niscaya hatinya menjadi tempat ketetapan malaikat dan tempat singgahannya.
Manakala hati itu tidak terlepas dari nafsu syahwat, marah, loba, rakus,
panjang angan-angan dan sifat-sifat kemanusiaan lainnya, yang bercabang dari
hawa nafsu, maka tidak ragu lagi, bahwa hati itu tidak terlepas daripada setan
di dalamnya, yang mundar-mandir dengan waswas.
Karena itulah Nabi saw bersabda:
“Masing-masing kamu mempunyai setannya. Lalu para sahabat bertanya: “Dan
engkau wahai Rasulullah ?”. Nabi saw menjawab: “Juga saya. Hanya saya ini
ditolong oleh Allah Ta’ala terhadap setan itu. Lalu ia Islam, maka ia tidak
menyuruh, kecuali yang kebajikan”.
Sesungguhnya adalah demikian, karena
setan itu tidak berbuat sesuatu, kecuali dengan perantaraan hawa nafsu.
Maka siapa yang ditolong oleh Allah Ta’ala
terhadap hawa nafsunya, sehingga hawa nafsu itu tidak berkembang, selain
menurut yang layak dan kepada batas yang layak, maka hawa nafsunya itu tidak
mengajak kepada kejahatan. Setan yang menggunakan hawa nafsu yang demikian,
tidak menyuruh, selain yang kebajikan. Manakala mengingati duniawi sudah
berkeras pada hati sepanjang kehendak hawa-nafsu, niscaya setan memperoleh
jalan. Lalu ia mendatangkan bisikan dalam hati manusia.
Manakala hati telah berpaling kepada
mengingati Allah Ta’ala, niscaya setan itu pergi dan sempitlah jalannya. Lalu
malaikat menghadap ke hati itu dan membawa ilham. Jatuh-menjatuhkan diantara
tentara malaikat dan tentara setan dalam peperangan hati itu berjalan
terus-menerus. Sehingga terbukalah hati kepada salah satu daripada keduanya.
Lalu yang satu itu bertempat dan menetap di dalam hati. Dan singgahnya yang
kedua lagi ke dalam hati, adalah secara perebutan. Kebanyakan hati yang telah
dikalahkan oleh tentara setan dan dimilikinya, lalu hati itu penuhlah dengan
waswas yang mengajak kepada mengutamakan duniawi dan membuang akhirat. Dan
permulaan kekuasaan tentara setan itu, ialah menuruti segala keinginan dan hawa
nafsu. Dan tidak mungkin mengalahkannya sesudah itu, selain dengan mengosongkan
hati dari makanan setan. Yaitu: hawa nafsu dan segala keinginan syahwat. Dan
pembangunannya, ialah dengan mengingati Allah Ta’ala yang membawa pengaruh
malaikat ke dalam hati.
Jabir bin ‘Ubaidah Al-‘Adawi berkata:
“Aku mengadu kepada Al-‘Ula’ bin Ziyad, bahwa aku tiada memperoleh waswas dalam
dadaku. Lalu beliau menjawab: “Contoh yang demikian adalah seperti rumah yang
dimasuki pencuri. Kalau ada sesuatu dalam rumah itu, lalu diambilnya.
Kalau tidak ada, maka pencuri itu terus
pergi dan meninggalkan rumah itu”. Ya’ni: bahwa hati yang kosong dari
hawa nafsu, tidak akan dimasuki oleh setan.
Karena itulah Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya hamba-hambaKu, engkau tiada mempunyai kekuasaan atas
mereka”. S 17 Al Israa’ ayat 65.
Maka tiap-tiap orang yang mengikuti hawa
nafsu itu, adalah budak hawa nafsu, bukan hamba Allah. Karena itulah, Allah
Ta’ala menguasakan setan atas orang tersebut.
Allah Ta’ala berfirman:
“Adakah engkau lihat orang yang mengambil keinginan (nafsunya) menjadi
tuhannya ?”.S 45 Al Jaatsiah ayat 23.
Itu adalah isyarat, bahwa sebahagian
dari hawa nafsu itu, menjadi tuhan dan penyembahannya. Maka dia itu budak hawa
nafsu, bukan hamba Allah.
Karena itulah, ‘Amru bin ‘Ash berkata
kepada Nabi saw: “Wahai Rasulullah ! setan itu menghalangi aku dari shalatku
dan qiraahku (pembacaa Alquran)”. Rasulullah saw menjawab: “Itu adalah setan
yang dinamai: Khanzab. Apabila engkau merasakannya, maka berlindunglah
daripadanya dengan Allah Ta’ala ! dan ludahilah ke kiri engkau 3 kali !”. ‘Amru
bin ‘Ash meneruskan ceritanya: “Lalu aku lakukan yang demikian. Maka Allah
Ta’ala menghilangkan setan itu daripadaku”.
Tersebut pada hadits: “Wudlu itu
mempunyai setan, yang dinamai: Walhan. Maka berlindunglah dengan Allah Ta’ala
daripadanya !”. Waswas setan itu tidak terhapus dari hati, selain dengan mengingati
yang lain daripada yang mewaswaskan itu. Karena apabila terguris dalam hati,
ingatan sesuatu, niscaya hilanglah yang telah ada di dalam hati sebelumnya.
Akan tetapi semua itu, selain Allah Ta’ala dan yang berhubungan dengan Allah
Ta’ala, maka boleh pula bahwa hati itu adalah tempat lalu-lintasnya setan. Dan
mengingati Allah adalah yang mendatangkan keamanan keliling hati. Dan yang
memberitahukan bahwa hati itu bukanlah tempat lalu lintasnya setan. Mengobati
sesuatu itu adalah dengan lawannya. Dan lawan semua bisikan setan itu, ialah
mengingati Allah Ta’ala dengan berlindung padaNya. Dan melepaskan diri dengan
daya dan tenaga. Dan itulah artinya perkataan kita: “Aku berlindung dengan
Allah Ta’ala dari setan yang terkutuk. Tiada daya dan upaya, selain dengan
Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Besar”. Dan tiada yang menyanggupi demikian,
selain orang-orang taqwa, yang dimenangi oleh ingatan kepada Allah Ta’ala pada
mereka. Dan setan itu berkeliling pada mereka, pada waktu-waktu lengah dengan
jalan mencari kesempatan.
Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa, apabila mereka ditipu setan
yang datang berkunjung, mereka ingat kembali dan ketika itu mereka menjadi
orang-orang yang mempunyai pemandangan”. S 7 Al A’raaf ayat 201.
Mujahid berkata tentang pengertian
firman Allah Ta’ala: “Dari bahaya
bisikan (setan) yang mengendap”. S 114 An Naas ayat 4, yaitu: setan itu
mengembang pada hati. Apabila orang mengingati Allah Ta’ala, maka setan itu
mengendap dan kuncup.
Apabila lupa kepada Allah Ta’ala,
niscaya setan itu berkembang pada hatinya. Perlawanan antara mengingati Allah
Ta’ala dan bisikan setan, adalah seperti perlawanan antara cahaya dan gelap dan
antara malam dan siang.
Dan karena berlawanan keduanya itu,
Allah Ta’ala berfirman:
“Setan telah menguasai mereka dan melupakan mengingati Allah”. S 58 Al
Mujaadalah ayat 19.
Anas berkata: “Rasulullah saw bersabda:
“Setan itu meletakkan belalainya pada hati anak Adam (manusia). Apabila manusia
itu mengingati Allah Ta’ala, niscaya setan itu mengendap. Dan jikalau ia
melupakan Allah Ta’ala, niscaya setan itu akan menelan hatinya”. Ibnu Wadl-dlah
berkata pada suatu hadits yang disebutkannya: “Apabila sampai seseorang 40
tahun dan tidak bertaubat, niscaya setan menyapu mukanya dengan tangannya. Dan
setan itu berkata: “Demi bapakku ! muka orang yang tiada memperoleh
kemenangan”. Sebagaimana nafsu syahwat itu bercampur dengan daging dan darah
manusia, maka kekuasaan setan juga berjalan dalam daging dan darahnya.
Dan mengelilingi hati dari segala
pinggirnya. Karena itulah Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya setan itu berjalan
pada manusia pada tempat jalannya darah. Maka sempitkanlah tempat jalannya itu
dengan lapar !”. Yang demikian itu, adalah karena lapar menghancurkan nafsu
syahwat. Dan tempat jalannya setan, ialah nafsu syahwat. Dan karena
berkelilingnya nafsu syahwat bagi hati dari segala pinggirnya.
Allah Ta’ala berfirman, menerangkan
tentang Iblis:
“Aku akan duduk mengganggu mereka dari jalan yang lurus. Kemudian itu,
aku datang kepada mereka dari hadapan dan dari belakangnya, dari kanan dan dari
kirinya”. S 7 Al A’raaf ayat 16-17.
Nabi saw bersabda:
“Sesungguhnya setan itu duduk mengganggu manusia dengan beberapa jalan.
Ia duduk melakukan gangguan itu dengan jalan Islam. Setan itu berkata kepada
manusia: “Apakah kamu masuk Islam, meninggalkan agamamu dan agama nenek
moyangmu ?”. Tetapi manusia itu menantang setan dan memeluk agama Islam.
Kemudian, setan itu duduk mengganggu manusia dengan jalan hijrah. Setan itu
berkata: “Apakah kamu akan hijrah, meninggalkan bumimu dan langitmu ?”.
Tetapi manusia itu menantang setan dan
berhijrah. Kemudian, setan itu duduk mengganggu manusia dengan jalan jihad.
Setan itu berkata: “Apakah kamu akan
berjihad, sedang jihad itu menghilangkan nyawa dan harta ? kamu akan berperang,
lalu kamu terbunuh. Maka isterimu akan dikawini oleh orang lain dan hartamu
akan dibagi-bagikan”. Tetapi manusia itu menantang setan dan berjihad”. Dan
Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa berbuat demikian, lalu meninggal dunia, niscaya
berhak bagi Allah memasukkannya ke dalam sorga”. Rasulullah saw menyebutkan
arti bisikan. Yaitu: gurisan-gurisan di dalam hati yang terguris bagi seorang
pejuang (mujahid), bahwa ia akan terbunuh dan isterinya akan dikawini oleh
orang lain dan gurisan-gurisan yang lain, yang mengelakkannya daripada jihad.
Gurisan-gurisan tersebut itu dapat dimaklumi. Jadi, bisikan itu dapat dimaklumi
dengan penyaksian. Dan semua gurisan itu mempunyai sebab. Dan menghendaki
kepada nama yang dikenalnya.
Maka nama sebabnya, ialah: setan. Dan
tidak akan tergambar, bahwa manusia itu dapat terlepas dari setan. Hanya
manusia itu berbeda diantara seorang dengan lainnya, tentang kedurhakaannya dan
penurutannya kepada setan. Karena itulah, Nabi saw bersabda: “Masing-masing orang
itu mempunyai setannya”. Maka dengan penelitian yang semacam ini, jelaslah
arti: bisikan, ilham, malaikat, setan, taufiq dan penghinaan. Kemudian, sesudah
ini terdapatlah pandangan bagi orang yang memperhatikan tentang setan itu,
bahwa setan itu tubuh halus atau bukan tubuh.
Jikalau dia itu tubuh, maka bagaimanakah
masuk ke dalam tubuh manusia, barang yang bertubuh. Mengenai ini sekarang,
tidak diperlukan pada ilmu-mu’amalah (pengurusan/perniagaan/yang diminta
mengetahuinya hendaklah diamalkan). Akan tetapi orang yang membahas tentang ini
adalah seperti orang, yang masuk ular ke dalam bajunya. Ia memerlukan untuk
menghilangkan ular itu dan menolak kemelaratannya. Lalu ia sibuk membahas
tentang warna, bentuk, panjang dan lebarnya ular itu.
Yang demikian adalah kebodohan sejati.
Maka berdesak-desaknya gurisan-gurisan yang menggerakkan kepada kejahatan,
telah diketahui. Dan yang demikian menunjukkan dengan pasti, terjadinya dengan
sesuatu sebab. Dan telah diketahui, bahwa yang mengajak kepada kejahatan yang
ditakuti pada masa mendatang itu musuh. Dan musuh itu telah diketahui dengan
pasti. Maka seyogyalah bekerja dengan sungguh-sungguh melawannya. Allah swt
telah memperkenalkan musuhNya pada banyak tempat dalam Kitab SuciNya, untuk
diimani dan dipeliharakan diri daripadanya.
Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya setan itu musuh kamu. Sebab
itu, perlakukanlah dia sebagai musuh ! dia hanya memanggil kawan separtainya,
supaya menjadi isi neraka yang menyala”. S 35 Faathir ayat 6.
Allah Ta’ala berfirman:
“Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kamu, hai anak-anak Adam, bahwa
janganlah kamu memuja setan ? sesungguhnya setan itu musuh yang terang bagi
kamu”. S 36 Yaa Siin ayat 60.
Maka seyogyalah bagi hamba Allah,
bekerja menolak musuh daripada dirinya: Tidak menanyakan tentang asal-usul
musuh itu, bangsanya dan tempat tinggalnya. Benar, seyogyalah ia menanyakan
tentang senjatanya, supaya ia dapat menolaknya dari dirinya. Dan senjata setan
itu, ialah hawa nafsu dan segala keinginan. Dan yang demikian itu mencukupi
bagi orang yang berilmu. Adapun mengenali zat setan, sifatnya dan hakekatnya,
kita berlindung dengan Allah daripadanya dan hakekat malaikat maka yang
demikian itu, bidang orang-orang arifin, yang mendalami ilmu mukasaffah
(ilmu-diminta untuk mengetahuinya saja). Tidak dperlukan mengetahuinya pada
ilmu-mu’amalah (pengurusan/perniagaan/yang diminta mengetahuinya hendaklah
diamalkan). Benar, seyogyalah diketahui, bahwa gurisan-gurisan itu terbagi
kepada: yang diketahui dengan pasti, bahwa gurisan itu mengajak kepada
kejahatan.
Maka tidak tersembunyi lagi, bahwa
gurisan itu adalah: bisikan setan. Dan kepada: yang diketahui, bahwa gurisan
itu mengajak kepada kebajikan. Maka tidak diragukan, tentang gurisan itu,
adalah: ilham. Dan kepada: yang diragukan, maka tidak diketahui, apakah dari
langkah malaikat atau dari langkah setan. Sesungguhnya diantara tipuan setan
itu, ialah: mendatangkan kejahatan pada tempat kebajikan. Dan amat sulit
membedakannya. Dan kebanyakan hamba Allah mendapat kebinasaan.
Dan setan itu sesungguhnya tidak sanggup
mengajak kepada kejahatan yang tegas. Lalu ia membentuk kejahatan dengan bentuk
kebajikan. Umpamanya: setan itu mengatakan kepada ulama, dengan jalan
pengajaran. “Apakah anda tidak melihat kepada orang banyak, bahwa mereka itu
mati dari kebodohan dan binasa dari kelalaian ? mereka itu mendekati kepada api
neraka. Adapun anda mempunyai belas-kasihan kepada hamba-hamba Allah. Anda
lepaskan mereka dari tempat kebinasaan dengan nasehat dan pengajaran anda.
Allah Ta’ala telah memberi ni’mat kepada anda dengan hati yang melihat, lidah
yang lancar dan cara berbicara yang dapat diterima orang. Maka bagaimanakah
anda mengingkari ni’mat Allah Ta’ala dan berbuat yang memarahiNya ? dan anda
berdiam diri daripada mengembangkan ilmu dan mengajak manusia kepada jalan yang
lurus ?”. senantiasalah setan itu menetapkan yang demikian pada diri ulama dan
menariknya dengan daya-upaya yang lemah-lembut. Sehingga ulama itu bekerja
mengajari manusia.
Kemudian, sesudah itu, diajaknya ulama
tadi, sampai menghiasi diri untuk manusia dan berbuat-buat dengan kata-kata
yang dibagus-baguskan dan kebajikan yang diperlihat-lihatkan. Seraya setan itu
berkata kepada ulama tersebut: “Jikalau anda tidak berbuat demikian, niscaya
hilanglah pengaruh perkataan anda dari hati mereka. Dan mereka tidak mendapat
petunjuk kepada kebenaran”. Senantiasalah setan itu menetapkan yang demikian
pada ulama tersebut.
Dan waktu ia sedang memuji ulama itu,
lalu ia menguatkan hal-hal yang bercampur dengan ria, diterima orang banyak,
enaknya kemagahan dan memperoleh kemuliaan dengan banyak pengikut dan
pengetahuan, serta memandang kepada orang banyak dengan pandangan hina. Lalu
ulama yang patut dikasihani tadi, terjerumus dengan nasehat itu kepada
kebinasaan. Maka ia berbicara, dengan menyangka bahwa maksudnya kebajikan,
sedang sebenarnya maksudnya mencari kemegahan dan untuk disambut oleh orang
banyak.
Maka binasalah ia dengan sebabnya. Dan
ia menyangka, bahwa ia mendapat tempat di sisi Allah Ta’ala. Padahal ia
termasuk diantara mereka yang dikatakan oleh Rasulullah saw: “Sesungguhnya
Allah Ta’ala menguatkan agama ini dengan orang-orang (kaum) yang tidak berbudi
pekerti mulia (berakhlak)”.
Dan sabda Nabi saw:
“Sesungguhnya Allah Ta’ala menguatkan agama ini dengan laki-laki zalim”.
Karena itulah, diriwayatkan bahwa Iblis
dikutuki oleh Allah dia kiranya datang kepada Nabi Isa as seraya berkata
kepadanya: “Katakanlah “Laa ilaaha illallaah!”
Lalu Nabi Isa as menjawab: “Itu adalah
perkataan benar dan aku tiada akan mengatakannya dengan perkataanmu”. Karena
mempunyai juga penipuan-penipuan di bawah yang kebajikan.
Dan penipuan setan itu dari yang sejenis
ini, tidaklah berkesudahan. Dengan penipuan itu, maka binasalah para ulama,
orang-orang abid (banyak ibadah), orang zuhud, orang fakir, orang kaya dan
segala jenis manusia, daripada orang-orang yang tiada menyukai kejahatan yang
terang. Dan tiada menyukai dirinya terjerumus dalam perbuatan maksiat yang
terbuka. Dan akan kami sebutkan sejumlah tipuan setan dalam “Kitab Penipuan” pada
akhir rubu’ ini. Mudah-mudahan jika waktu mengizinkan, kami akan menyusun suatu
kitab khusus, yang akan kami namakan: Penipuan Iblis”.
Sekarang sesungguhnya telah berkembang
penipuannya dalam negeri dan pada hamba-hamba Allah. Lebih-lebih pada madzhab-madzhab
dan aqidah-aqidah. Sehingga kebajikan itu tidak tinggal lagi, selain
gambarannya. Semua itu karena mengikuti penipuan setan dan tipu dayanya. Maka
haklah diatas hamba Allah, berhenti pada tiap-tiap kesusahan yang terguris
kepadanya. Supaya diketahuinya, bahwa kesusahan itu dari langkah malaikat atau
langkah setan. Dan bahwa ia mendalamkan perhatian dengan pandangan mata-hati,
tidak dengan hawa nafsu nalurinya.
Dan ia tidak memandang kepadanya selain
dengan nur taqwa, mata hati dan banyaknya pengetahuan, sebagaimana firman Allah
Ta’ala:
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa,
apabila mereka ditipu setan yang datang berkunjung, mereka ingat kembali
(kembali kepada nur ilmu) dan ketika itu mereka menjadi orang-orang yang
mempunyai pemandangan”. S 7 Al A’raaf ayat 201.
Artinya: terbuka bagi mereka kesulitan.
Adapun orang yang tidak menyukai dirinya dengan taqwa, maka tabiat (instink)nya
cenderung kepada mengikuti penipuan setan, dengan menuruti hawa nafsu. Maka
banyaklah kesalahannya dan segeralah kebinasaanya, sedang ia sendiri tiak
merasakan yang demikian.
Orang-orang yang seperti itu, Allah swt
berfirman:
“Dan ketika itu jelas bagi mereka, bahwa apa-apa yang dahulunya mereka
tiada kira itu, memang dari Allah”. S 39 Az Zumar ayat 47.
Ada yang mengatakan, itu adalah:
amalan-amalan, yang disangka mereka itu baik sedang sebenarnya adalah jahat.
Yang paling rumit, dari berbagai macam ilmu mu’amalah
(pengurusan/perniagaan/yang diminta mengetahuinya hendaklah diamalkan), ialah:
mengetahui tipuan nafsu dan tipu daya setan. Yang demikian itu, adalah fardhu
‘ain (wajib dikerjakan atas tiap-tiap hamba Allah). Dan kebanyakan orang sudah
menyia-nyiakannya. Mereka sibuk dengan pengetahuan yang menarik bisikan setan
kepada mereka dan setan telah menguasai mereka. Dan melupakan mereka akan
permusuhan dan jalan menjaga diri daripada setan. Dan tiada terlepas dari
kebanyakan bisikan itu, selain dengan menutup pintu-pintu gurisan di dalam
hati. Dan pintu-pintunya, ialah: pancaindra yang lima. Pintu-pintunya itu dari
dalam nafsu syahwat dan hubungan duniawi.
Berkhilwah dalam sebuah rumah yang gelap
itu menutupkan pintu pancaindra. Melepaskan diri dari keluarga dan harta itu
menyedikitkan tempat masuk bisikan dari dalam. Dan bersama itu, yang masih ada,
ialah: tempat masuk batiniahnya dalam khayalan yang berjalan pada hati. Dan
yang demikian, tidak dapat ditolak, selain dengan menyibukkan hati mengingati
Allah Ta’ala. Kemudian, setan itu senantiasa menarik hati, bertengkar dengan
hati dengan perantaraan nafsu dan melalaikan hati daripada mengingati Allah
Ta’ala. Maka haruslah bermujahadah (bersungguh-sungguh). melawannya. Dan inilah
mujahadah, yang tiada akhirnya, selain dengan mati. Karena seorangpun tiada
terlepas dari tipu daya setan, selama ia hidup. Benar, kadang-kadang seseorang
itu kuat, dimana ia tidak mengikuti setan, menolak kejahatan setan daripada
dirinya dengan jihad. Akan tetapi, sekali-kali tidak dapat melepaskan jihad dan
mempertahankan diri, selama darah masih mengalir dalam tubuhnya. Karena selama
masih hidup, maka pintu-pintu setan itu terbuka kepada hatinya, tiada terkunci.
Yaitu: nafsu syahwat, marah, dengki, loba, rakus dan lainnya, sebagaimana akan
datang uraiannya. Selama pintu itu terbuka dan musuh tidak lengah, maka tiada
pertahanan, selain dengan penjagaan dan mujahadah (bersungguh-sungguh).
Seorang laki-laki bertanya kepada
Al-Hasan:
“Hai Abu Sa’id ! adakah setan itu tidur
? Lalu Al-hasan tersenyum dan menjawab: “Jikalau ia tidur, niscaya kita dapat
beristirahat”. Jadi, tiada terlepas bagi orang mu’min daripada setan. Benar,
orang mu’min itu mempunyai jalan menolak setan dan melemahkan kekuatannya. Nabi
saw bersabda: “Sesungguhnya orang mu’min itu menguruskan setannya, sebagaimana
seseorang kamu menguruskan untanya dalam perjalanan”.
Ibnu Mas’ud berkata: “Setan orang mu’min
itu kurus”. Qais bin Al-Hajjaj berkata: ‘Setanku berkata kepadaku: “Aku masuk
padamu dan aku adalah seperti unta gemuk. Dan sekarang aku seperti burung
pipit”. Lalu aku bertanya: “Mengapa demikian ?”. Setan itu menjawab: “Engkau
cairkan aku dengan dzikir (mengingati) Allah Ta’ala”. Orang yang taqwa, tidak
sukar baginya menutup pintu setan dan menjaganya dengan penjagaan. Ya’ni:
pintu-pintu yang tampak dan jalan-jalan yang terang, yang membawa kepada
kemaksiatan zahiriah. Sesungguhnya mereka jatuh pada jalan-jalannya yang
tersembunyi. Mereka tiada memperoleh petunjuk kepada jalan-jalan itu, lalu
dapat menjaganya, sebagaimana telah kami isyaratkan kepadanya tentang
tertipunya ulama dan juru-juru nasehat. Yang sukar, ialah bahwa: pintu-pintu
yang terbuka bagi setan kepada hati itu banyak, sedang pintu malaikat itu
sebuah saja.
Dan pintu yang sebuah itu menyerupai
dengan pintu-pintu yang banyak tadi. Maka hamba Allah pada pintu-pintu itu,
seperti orang musafir yang tinggal pada suatu desa, yang banyak jalannya, sukar
tempat yang dijalani, dalam malam yang gelap-gulita. Hampir ia tiada mengetahui
jalannya, selain dengan mata yang dapat melihat dan terbitnya matahari yang
cemerlang. Mata yang dapat melihat di sini, ialah hati yang bersih dengan
taqwa. Dan matahari yang cemerlang, ialah ilmu yang banyak, yang terambil dari
Kitab Allah Ta’ala dan Sunnah RasulNya saw, dari apa yang menunjukkan kepada
jalan-jalan yang sulit. Jikalau tidak, maka jalan-jalan itu amat banyak dan
sukar.
Abdullah bin Mas’ud ra berkata:
“Rasulullah saw telah menggariskan bagi kami pada suatu hari, suatu garis,
seraya bersabda: “Inilah jalan Allah !”. Kemudian, beliau menggariskan beberapa
garis, di sebelah kanan dan di sebelah kiri garis tadi. Kemudian, beliau
bersabda: “Inilah jalan-jalan dan pada tiap-tiap jalan ini ada setan, yang
mengajak kepadanya”. Lalu beliau membaca ayat ini, untuk menerangkan
garis-garis itu: “Sesungguhnya inilah jalanKu yang lurus, maka turutlah ! dan
janganlah kamu turutkan jalan-jalan (untuk garis-garis itu)”. S 6 Al An’aam
ayat 153. Rasulullah saw menerangkan tentang banyaknya jalan-jalan setan. Kami
telah menyebutkan suatu contoh jalan yang sulit itu dari jalan-jalan setan
tadi. Setan itu dengan jalan tersebut, menipu para ulama dan orang-orang ‘abid
(yang banyak beribadah), yang memiliki nafsu syahwat, yang mencegah diri dari
perbuatan-perbuatan ma’siat yang nyata.
Maka hendaklah sekarang kami menyebutkan
suatu contoh dari jalan setan yang terang itu, yang tidak tersembunyi. Kecuali,
bahwa anak Adam itu terpaksa menempuhnya. Dan yang demikian itu, apa yang
diriwayatkan daripada Nabi saw, bahwa beliau bersabda: “Ada seorang biarawan
pada Bani Israil (kaum Yahudi). Maka setan menuju kepada seorang wanita cantik,
lalu dicekeknya. Dan setan itu membisikkan dalam hati keluarga wanita tadi,
bahwa obatnya ada pada biarawan itu. Lalu merekapun membawa wanita tersebut
kepada biarawan tadi. Biarawan itu segan menerimanya. Tetapi mereka itu
senantiasa mendesaknya, sehingga diterimanya. Maka tatkala wanita itu pada
biarawan tersebut untuk diobatinya, lalu datanglah setan kepadanya.
Setan itu mengajaknya untuk mendekati
wanita tadi. Dan selalulah yang demikian, sehingga biarawan itu bersetubuh
dengan wanita itu. Lalu kemudian, wanita itu mengangung. Setan tadi membisikkan
kepada biarawan itu, seraya berkata: “Sekarang, engkau telah berbuat keji.
Keluarganya akan datang kepada engkau. Bunuhlah wanita itu ! kalau mereka
bertanya kepada engkau, jawablah, bahwa wanita itu mati sendiri”. Biarawan itupun
lalu membunuh wanita tersebut dan menguburkannya. Kemudian, setan itu datang
kepada keluarga wanita itu, membisikkannya dan menyampaikan ke dalam hati
mereka, bahwa biarawan itu telah membuat wanita itu mengandung. Kemudian
membunuhnya dan menguburkannya.
Maka datanglah keluarga wanita tersebut
kepada biarawan itu, menanyakan tentang wanita tadi. Biarawan itu menjawab,
bahwa wanita itu telah mati. Lalu keluarganya mengambil biarawan itu untuk
dibunuhnya. Maka setan datang kepada biarawan tadi, seraya berkata: “Saya yang
mencekek wanita itu dan saya yang membisikkan dalam hati keluarganya. Dari itu,
patuhilah aku supaya engkau lepas dan aku lepaskan engkau dari tangan mereka”.
Biarawan itu bertanya: “Dengan apa ?”. Setan itu menjawab: “Sujudlah kepadaku
dua sujud !”. Lalu biarawan tadi sujud kepada setan itu dua sujud.
Maka berkatalah setan kepadanya: “Aku
berlepas tangan dari engkau”.
Orang itulah yang dikatakan oleh Allah
Ta’ala: “Seumpama setan, ketika berkata kepada manusia: “Sangkallah Tuhan !”.
Setelah orang itu menyangkal Tuhan, lalu
ia (setan) itu berkata: “Aku berlepas tangan terhadap engkau”. S 59 Al Hasyr
ayat 16.
Lihatlah sekarang kepada tipu-daya setan
itu dan dipaksanya biarawan kepada dosa besar tersebut. Semua itu karena
patuhnya kepada setan menerima wanita itu untuk diobati. Dan itu adalah urusan
yang mudah. Kadang-kadang teman setan itu menyangka bahwa pekerjaan yang
dilakukannya itu kebajikan dan baik. Lalu baiklah yang demikian itu dalam
hatinya, dengan tersembunyinya hawa nafsu. Maka ia tampil kepada perbuatan
tersebut, seperti orang yang gemar pada kebajikan. Lalu pekerjaan itu keluar
kemudian dari pilihannya. Dan dia ditarik oleh sebahagian pekerjaan kepada
sebahagian yang lain, dimana ia tidak mendapat jalan keluar. Maka kita
berlindung dengan Allah daripada menyia-nyiakan permulaan segala urusan. Dan
kepada inilah diisyaratkan oleh sabda Nabi saw: “Barangsiapa berputar-putar di
keliling yang dilarang, besar kemungkinan ia akan jatuh ke dalamnya”.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan