Ketika semua makhluk belum ada, bumi dan langit belum diciptakan, surga dan neraka belum ada. Kondisi itu oleh kalangan para ahli tasawuf di dikenal dengan sebutan “ Alam Sunyi “.
Pada keadaan Alam Sunyi tersebutlah Zat berdiri dengan nur-Nya dan dengan Nur-Nya itu Zat berdiri dengan sendirinya serta dengan Nur-Nya itu Zat terdiri dengan sendirinya, tanpa sebab yang menyebabkannya.
Tahap selanjutnya dari Nur-Nya timbullah sifat Ujud dari Zat yang berarti Ada, Dan mulai saat itu Zat tersebut menjadi ada dengan sifat Ujudnya atau Adanya Zat tersebut dengan sifat ujud-Nya tersebut. Sehingga tanpa sifat ujud itu, Zat hanyalah Zat semata-mata karena belum ada sifat yang menyebabkan adanya. Dengan telah adanya sifat Ujud yang berarti Ada, Ada-Nya Zat itu dimulai dengan terpancarnya Nur dari Zat, sehingga Nur yang terpancar dari Zat adalah sesuatu yang membuktikan Adanya Zat. Tanpa Nur yang memancar dari Zat, sifat Ujud dari Zat tidak boleh dibuktikan.
Ini merupakan pemahaman yang sangat penting, karena sebagai makhluk, kita tidak diberi hak atau kita tidak diberi kuasa ilmu untuk membicarakan tentang Zat Tuhan. Sebagai makhluk, kita hanya diberi wewenang sebatas kajian tentang Perbuatan Tuhan ( Zat ) saja. iaitu sesuatu yang sudah diciptakan dan atau dilahirkan oleh Tuhan ( Zat ) atau sesuatu yang sudah ada dan diadakan, sehingga apabila sesuatu itu telah ada, kita boleh dan diberi hak untuk melakukan kajian dan pembahasan sesuai dengan keterbatasan kemampuan yang dimiliki.
Kembali kepada pancaran Nur yang menjadi bukti dari Adanya Zat yang sebelumnya Zat berdiri sendiri dengan Nur-Nya, maka selanjutnya Nur tersebutlah yang melahirkan sifat-sifat dari Zat secara keseluruhan.
Nur yang memancar dari Zat itulah yang kemudian difahami sebagai Nur Muhammad.
Hai ahli kitab, Sesungguhnya Telah datang kepadamu Rasul kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak ( pula yang ) dibiarkannya. Sesungguhnya Telah datang kepadamu Cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan (n QS : 005. : Al Maa-idah : Ayat : 015 ]
Cahaya Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w. dan Kitab Maksudnya: Al Quran.
Jabir ibn `Abd Allah r.a. berkata kepada Rasullullah s.a.w:
“Wahai Rasullullah, biarkan kedua ibu bapa ku dikorban untuk mu, khabarkan perkara yang pertama Allah jadikan sebelum semua benda.” Baginda berkata: “Wahai Jabir, perkara yang pertama yang Allah jadikan ialah cahaya Rasulmu daripada cahaya-Nya, dan cahaya itu tetap seperti itu di dalam Kekuasaan-Nya selama Kehendak-Nya, dan tiada apa, pada masa itu ( Hr : al-Tilimsani, Qastallani, Zarqani ) `Abd al-Haqq al-Dihlawi mengatkan bahwa hadist ini sahih
Kemudian dari Nur Muhammad terciptalah Lauh, Arasy , Qalam. Qalam kemudian diperintah untuk menulis ‘la ilaha illa’Allah Muhammadun Rasulullah’ selanjutnya Qalam melanjutkan penulisan penciptaan seperti bumi dan langit, surga dan neraka, malaikat dan iblis serta semua makhluk lainnya termasuk manusia dan Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul serta umatnya yang tunduk dan umat yang durhaka sampai hari kiamat kelak yang kemudia dikenal dengan Qadha dan Qadar serta dari Nur Muhammad itu jugalah kemudian tercipta Adam AS.
“ Bila Tuhan menjadikan Adam, Dia menurunkan aku dalam dirinya ( Adam ). Dia meletakkan aku dalam Nuh semasa di dalam bahtera dan mencampakkan aku ke dalam api dalam diri Ibrahim. Kemudian meletakkan aku dalam diri yang mulia-mulia dan memasukkan aku ke dalam rahim yang suci sehingga Dia mengeluarkan aku dari kedua ibu-bapa ku. Tiada pun dari mereka yang terkeluar “. ( HR : Hakim, Ibn Abi `Umar al-`Adani )
Dari pemahaman yang singkat di atas, dapat kita membuat suatu kesimpulan dengan pemahaman bahwa, sebelum Allah menjadi Tuhan, maka yang ada pada saat itu hanyalah Zat semata-mata yang terdiri dengan sendirinya,
dengan Nur-Nya dan Allah baru menyatakan dirinya sebagai Tuhan setelah Allah melahirkan sifat-sifatnya melalui Nurnya tersebut. Nur Allah itu kemudian dinyatakan sebagai Nur Muhammad, sehingga melalui Nur Muhammad tersebutlah Allah melahirkan sifat-sifat ketuhanan pada makhluk-Nya.
Selanjutnya melalui risalah yang singkat ini, dapatlah kiranya dipahami sedikit lebih tentang tentang konsep pemahaman yang menyatakan bahwa “ Zat pada Allah, Sifat Pada Muhammad, Rupa pada Adam dan Rahasia pada Diri Kita “
Sebagai catatan dari risalah ini perlu disampikan bahwa kalimat “ Zat berdiri dengan Nur-Nya “ bukan difahami dengan kosep “ Zat “ dan “ Nur “ yang terpisah. Pemisahan dilakukan hanyalah semata-mata untuk membangun pengertian dan pemahaman tentang Kelahiran Sifat dari Zat. Terakhir, saya berharap semoga kajian ini boleh menambah konsep pemahaman kita dan sebagai tambahan bahan dalam diskusi pada majelis masing-masing.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan