Syaikhuna (semoga Allah merahmatinya) sering membaca Al
Fatihah dipersembahkan untuk Abu Turab,qs.
Dalam dunia kesufian telah disepakati bahwa apa-apa yang
dicintai oleh guru, maka murid pun wajib turut mencintainya, dan sebaliknya
apa-apa yang dibenci oleh guru, maka murid pun wajib turut membencinya. Oleh
karenanya mengetahui biografi dari Syaikh Abu Turab,qs., menjadi wajib
hukumnya.
Menurut sebuah kitab, nama lengkapnya adalah Abu Turab
‘Askar bin Al Husayn Al Nakhsyabi Al-Nasafi,qs., beliau adalah seorang Syaikh
kepala di Khurasan, bersahabat dengan Syah Syuja Al Kirmani,qs., dan Syaikh Abu
Hamzah Al Khurasani,qs. Murid beliau paling cemerlang adalah Syaikh Abu Shaleh
Hamdun bin Ahmad bin ‘Umara Al Qashshar,qs. Beliau terkenal dengan kemurahan
hatinya, kezuhudan dan kesalehannya.
Beliau telah memperlihatkan banyak karomah dan mengalami
penjelajahan menakjubkan yang tidak terbilang di padang pasir dan di tempat
lainnya. Beliau salah seorang pengembara yang paling terpandang di kalangan
kaum sufi dan biasa menyeberangi padang pasir yang sepenuhnya terlepas dari
hal-hal keduniawian. Beliau meninggal di padang pasir Basrah. Setelah
bertahun-tahun, jasadnya ditemukan telah mengering dan berdiri tegak dengan
wajah menghadap Ka’bah, dengan sebuah ember didepannya dan sebuah tongkat
ditangannya, dan binatang-binatang buas tidak berani menyentuhnya atau datang
menghampirinya.
Diriwayatkan bahwa beliau berkata : ‘Makanan darwisy
ialah apa yang dia dapati, dan pakaiannya ialah apa saja yang menutupi
badannya, dan tempat tinggalnya ialah di mana saja dia berada.’ Yakni beliau
tidak memilih-milih makanan, baju atau membuat sebuah rumah bagi dirinya.
Seluruh manusia diatas dunia ini dibuat sibuk oleh ke tiga hal ini, makanan, pakaian dan tempat tinggal. Segala daya dan upaya dikerahkan hanya untuk memilikinya, sejak kecil disekolahkan sampai memperoleh gelar kesarjaan hanya untuk memperloleh ketiga hal ini, segala sesuatu dijadikan sarana untuk memperolehnya, bahkan ‘Tuhan’ pun dijadikan sarana pula, karena banyak yang berdoa sebagai berikut : ‘Yaa Tuhan jadikan aku kaya,’ sarananya adalah Tuhan dan tujuannya adalah kaya.
Seluruh manusia diatas dunia ini dibuat sibuk oleh ke tiga hal ini, makanan, pakaian dan tempat tinggal. Segala daya dan upaya dikerahkan hanya untuk memilikinya, sejak kecil disekolahkan sampai memperoleh gelar kesarjaan hanya untuk memperloleh ketiga hal ini, segala sesuatu dijadikan sarana untuk memperolehnya, bahkan ‘Tuhan’ pun dijadikan sarana pula, karena banyak yang berdoa sebagai berikut : ‘Yaa Tuhan jadikan aku kaya,’ sarananya adalah Tuhan dan tujuannya adalah kaya.
Oleh sebab itu, yang mulia Syaikhuna (semoga Allah
merahmatinya) membimbing murid-muridnya dengan selalu mengawali doa munajatnya
dengan kalimat yang indah : ‘Illahi anta maqsudi, waridhoka matlubi, a’tini
mahabbataka wa ma’rifataka, yaa Arhamaar Rohimiin,’ Yaa Allah engkaulah yang
aku maksud, ridhoilah aku, karuniakan cinta hanya kepada-Mu dan sebenar-benar
mengenal-Mu.’
Tiada ulasan:
Catat Ulasan