Tafsir ini disadur dari beberapa kitab
tafsir irfani atau tafsir sufi.
Khususnya kitab tafsir
Abdul Razzaq Kasyani yang biasanya dikenal dengan tafsir Ibn Arabi.
Sebagaimana dimaklumi bahwa surah
alfatihah disebut dengan surah al-fatihah yaitu pembukaan, dan Bismillahirrahmanirrahim adalah pembukanya, dan
pembukanya pembuka adalah Bismillah. Realitas
alam ini muncul dengan perantara asma Ilahi. Maksudnya asma Ilahi merupakan
sebab munculnya alam.
Dalam Bismillahirrahmanirrahim,
ada 3 asma Tuhan, yaitu Allah yang disebut ismul jami' (yaitu Nama yang
meliputi seluruh nama2; surah al-isra;110), Arrahman, sifat umum yg meliputi
dunia dan akhirat, Arrahim sifat khusus yang dikhususkan pada akhirat. Karena
itu segala realitas alam ini muncul dengan Bismillahirrahmanirrahim atau
tiga asma Ilahi tersebut, yaitu Allah dan kemudian terinci dengan Arrahman dan Arrahim. Bismillah (bi ismi Allah), Jadi ada 'ba' ada 'ism'
dan ada 'Allah swt'. Kenapa tdk langsung (bi Allah = Billah) tapi memakai
perantara 'ism' ? Karena untuk membedakan sumpah (billah) dan selain sumpah
(bismillah).
Pada bismillah ada
asma Zat yaitu Allah swt, dan segala sesuatu berasal dari asma Zat tersebut,
karena itu, manusia mesti mengawali sesuatu dengan bismillahirrahamanirrahim agar segala yg dilakukan
memiliki pondasi Ilahiyah. Yaitu kesadaran bahwa sebuah perbuatan itu akan
memiliki awal dan akhir jika didahului dengan bismillahirrahmanirrahim.
Oleh karena itu, selain manusia, asma-asma Tuhan yang lain juga bertawasshul
pada asma Allah swt; misalnya dalam do'a bismillahi-syafi, bismillahi-kafi, dan
seterusnya. Karena itu ism Allah adalah maqam martabah uluhiyah yang meliputi
seluruh kesempurnaan, seluruh entitas, suluruh asma-asma dan sifat-sifat
Ilahiyah lainnya. Maka seluruh realitas alam adalah bentuk-bentuk dari ism
Allah dan manifestasi-manifestasinya.
Bismillah yaitu bi ism Allah, seharusnya
diantara huruf ' ba' dan 'sin' disitu ada alif, namun pada ayat tersebut tidak
ada 'alif', jadi seharusnya tulisannya bi ismi Allah, bukan bismi Allah.
Sebagaimana dalam surah al-alaq 'bi ismi rabbik', dalam surah al-alaq huruf
alifnya tetap terjaga. Sebagian mufassir menjelaskan bahwa huruf 'ba'
adalah badal (pengganti) dari 'alif'. Pengganti disini maksudnya bahwa 'ba'
digerakkan oleh 'alif', karena itu 'alif' seharusnya tidak ditengah karena 'alif'
sebagai penggerak atau kuasa Ilahiyah, Jadi 'alif' mesti di depan (awal).
karena itu 'Bismillah' maknanya adalah 'dengan' nama Allah.
Maksudnya 'ba' disini bermakna perantara dari 'alif' dimana 'alif' sebagai
hakekat pemberi eksistensi. Jadi 'alif' adalah pemberi zat realitas eksistensi,
dan 'ba' pemberi sifat sehingga dibawah huruf 'ba' ada titik. Titik disini
adalah segala entitas-entitas alam. Berdasarkan hal ini, Maka 'ba' meliputi
tiga hal; bentuk, titik, dan gerak. Maksudnya bentuk 'ba' adalah alam
malakutiyah, titiknya adalah alam jabarut, dan gerak adalah alam syahadah
(materi). Alhamdulillahi rabbil 'alamin;
(segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam.) Kapan pujian itu berlaku ?
Misalnya saya memuji si fulan, ketika ada sesuatu perbuatan yang baik dan indah
keluar dari dirinya. Karena itu, pujian dilekatkan pada suatu perbuatan yang
baik dan indah.
Dalam 'al-hamdulillah', huruf 'alif dan 'lam' pada 'al', bisa
bermakna 'ahd dan bisa juga bermakna 'istighraq'. Jika 'al' pada 'al-hamdulillah' bermakna
'aHd maka bermakna bahwa yang paling layak memuji Allah swt adalah hanya para
makshumin dan para waliyullah. Jika bermakna 'istighraq' maka segala bentuk
pujian dan apapun objek yang dipuji pasti kembali kepada Allah swt. 'al' pada
makna kedua (istighraq) sejalan dengan beberapa ayat Qur'an, misalnya pada
surah al-isra;44 (tidak ada sesuatu apapun terkecuali bertasbih dan memuji
kepada Allah swt) karena itu jika ada sesuatu maka sesuatu tersebut mesti
bertasbih dan memuji kepada Allah swt, tasbih dan pujiannya tentu sesuai dengan
kadar eksistensinya. Kenapa demikian, karena segala sesuatu secara ontologi
sadar bahwa Allah swt menciptakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya ciptaan
sebagaimana dalam surah assajdah;7. Oleh karenanya setelah basmalah; bahwa tiga asma pada basmalah menunjukkan
bahwa segala sesuatu mewujud dengan ketiga asma tersebut maka segala pujian
tentu hanya kepada Allah swt, dan karenanya pula Allah swt adalah rabbul
'alamin karena meliputi segala realitas alam semesta. Maksudnya bahwa Allah swt
tidak hanya menciptakan segala realitas alam dengan basmalah, tapi menguasai dan memeliharanya, dimana
menguasai dan memelihara ini adalah karekteristik dari 'Rabb' karena itu Rabbul
'alamin. Arrahmanirrahim; dua
sifat Arrahman dan Arrahim terulang
dalam surah alfatihah yaitu setelah Bismillah dan
kedua setelah al-'alamin. Sebagian penafsir
menjelaskan bahwa pengulangan ini bukan berarti menunjukkan ada makna yg beda
antara yang pertama (setelah bismillah) dan yang kedua (setelah 'alamin). Karena
itu pengulangan ini berfungsi sebagai ta'kid (penegasan) saja.
Sebagian
penafsir ada yang menjelaskan rahasia antara yang pertama dan yang kedua. 1)
sebagian mengatakan, pengulangan ini berfungsi agar manusia senantiasa ikut
mengulang-mengulang dalam qalbunya yaitu menjadikan dua asma tersebut sebagai
zikirnya sehingga dirinya akan diliputi hidayah umum (Arrahman) dan hidayah
khusus (Arrahim).
Karena dengan pengulangan (zikir) tersebut akan memberikan
efek eksistensi didalam diri. Coba perhatikan anak bayi, melalui pengulangan
akhirnya ia pun bisa melafazkan kata-kata. 2) Arrahman dan Arrahim yang pertama
dibawah naungan langsung asma Allah swt. Kemudian Arrahman dan Arrahim yang
kedua dibawah naungan Rabbil 'alamin setelah alhamdu.
Karena itu Arrahman dan Arrahim yang
pertama berkaitan dengan penciptaan dan yang kedua setelah penciptaan,
maksudnya setelah kita memuji Tuhan (mensyukuri Tuhan) barulah kemudian kita
mendapatkan Arrahman atau Arrahim. Karena itu Nabi Adam as, setelah beliau bersin
beliau mengucapkan alhamdulillah, kemudian langsung di jawab oleh Allah swt
'semoga Allah merahmatimu wahai Adam' (rahimakallah ya adam). Malikiyaumiddin ; Pemilik hari akhir. Kata maliki pada ayat tersebut dibaca dalam beberapa
bentuk, ada yg baca maaliki (dengan alif) sehingga maknanya; Allah swt dengan
Rahman dan Rahimnya pemilik hari kiamat dimana pada saat itu tak ada lagi
makhluk yg mengaku sebagai pemilik. Kemudian ada juga yg baca maliki (tanpa
alif) sehingga maknanya Allah swt dengan Rahman dan Rahimnya pemilik dan
penguasa pada hari kiamat dimana pada hari itu, pemilik dan penguasa hanya
milik-Nya. Jika demikian, pertanyaannya adalah atas dasar apa pemilik dan
penguasa dikhususkan pada hari kiamat ? Bukankah Dia pemilik segalanya dan
pemilik segala sesuatu ? Lalu kenapa hanya hari akhir ? Alasannya karena
akhirat adalah alam hakekat, alam dimana hijab-hijab telah tersingkap (yauma tublassarair ; hari dimana semua
rahasia-rahasia tersingkap), karena itu diayat lain Allah swt berfirman; limanil mulkul yaum (siapakah pemilik hari
(kiamat) ini ? Kemudian Allah swt sendiri menjawab 'lillahil wahidil qahhar (hanya milik Allah-lah
Yang Maha Esa Lagi Maha Perkasa) karena tidak ada seorang pun yg mengaku
sebagai pemilik pada hari kiamat.
Namun hal ini berbeda pada alam dunia,
alam dunia adalah alam iktibari, alam simbolik. Maksudnya dijelaskan dengan
perantara, misalnya bahasa atau simbol lainnya. Oleh karena itu, Meskipun
secara ontologi (takwini) dunia dan segala sesuatu milik Allah swt, namun
secara tasyri'I (ikhtiyar) manusia bisa saja mengaku memiliki sesuatu didunia
ini sebagaimana yg kita saksikan pada namrud dan fir'aun.
Namun diakhirat
kelak, mereka akan sadar bahwa apa yg mereka yakini sebagai pemilik sesuatu di
alam didunia semuanya hanya semu belaka. Disana mereka akan sadar bahwa pemilik
hakiki hanya Allah swt.
akan pemilik hakiki hanya Allah
swt. Iyyaka na'budu. Dalam bahasa arab, semestinya kata
kerja lebih dahulu dari pada subjek. Karena itu secara kaidah semestinya na'budu iyyaka. Namun jika dibalik, berarti ada makna
pengkhususan, maka maknanya; hanya kepadaMulah kami menyembah. Maksud dari ayat
ini, setelah kita sadar (dengan kesadaran suluki) bahwa pemilik hakiki (maliki yaumiddin) hanya Allah swt, baik secara zat,
sifat, dan perbuatan, maka pada saat itu tentu manusia menyaksikan bahwa hanya
kepada-Nyalah manusia menyembah. Karena Dia lah pemilik hakiki. Setelah manusia
sadar bahwa baik zat, sifat, dan perbuatan adalah milik Allah swt, berarti
dirinya sadar bahwa dirinya bergantung secara totalitas kepada Allah swt. Maka
pada saat itu pula manusia akan mengatakan bahwa hanya Engkau lah yg layak
disembah, bukan karena yang lain.
Wa iyyaka nasta'in. Dengan adanya
kesadaran suluki tersebut, bahwa Dia lah hakekat pemilik dan oleh karenanya
manusia bergantung secara totalitas kepada Allah swt sehingga manusia menyadari
bahwa Dia lah yang layak disembah, maka hanya kepada-Nyalah manusia meminta
pertolongan. Maksudnya, dalam memenuhi kebutuhan sehari-sehari, manusia tentu
berhadapan dengan sesuatu diluar dirinya, pada saat itu manusia mungkin saja
terpengaruh dengan kenikmatan-kenikmatan dan kelezatan materi sehingga
kesadaran suluki yg manusia dapatkan kembali pudar, maka hanya kepada-Nyalah
manusia meminta pertolongan agar kesadaran suluki tersebut senantiasa hadir,
sehingga manusia senantiasa hadir pada Ilahi, baik dalam kesendiriannya maupun
bersama makhluk.
Ihdinasshirathalmustaqim; sebelum menjelaskan,
kami ingin mengutip penjelasan Allamah Thabataba'I mengenai hidayah. Menurut
beliau, hidayah itu ada dua, hidayah internal (dalam diri) dan hidayah
eksternal (diluar diri). Hidayah internal adalah hal-hal yg bersifat fitrawi;
yaitu akal dan qalbu. Sedangkan hidayah eksternal yaitu Qur'an dan para
Makshumin. Dua hidayah tersebut mesti terkoneksi, Maksudnya, jika fitrah
(hidayah internal) manusia dicederai dengan ketertarikan pada material maka
akan menyebabkan dirinya tidak bisa mendapatkan hidayah eksternal. Karena
fitrah adalah jembatan menuju eksternal. Sebaliknya, jika fitrah manusia
terjaga (suci) maka dirinya mudah terkoneksi dengan hidayah eksternal.
Berdasarkan hal ini, kesesatan itu ada dua, ada internal (fitrah yang telah
terikat pada materi) dan eksternal (setan dan bala tentaranya).
Jika fitrah manusia mati maka dirinya
sangat mudah menerima keburukan-keburukan eksternal. [Tunjukkanlah kami ke
jalan yg lurus, yaitu jalan orang2 yg telah Engkau anugerahkan nikmat kepada
mereka, bukan (jalan) mereka yg dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yg
sesat] ayat Ihdinasshirathalmustaqim setelah iyyakana'budu wa iyyakanasta'in. Pertanyaannya mengapa
ayat ihdinasshiratal mustaqim setelah ayat iyyakana'budu wa iyyakanasta'in. Padahal kita bisa
menyembah Allah swt setelah kita mendapatkan hidayah dari-Nya. Dalam kata lain,
penyembahan mesti diawali sebelumnya dengan hidayah. Oleh karena itu,
jika ihdinasshirathalmustaqim setelah ayat iyyakana'budu wa iyyakanastain maka hidayah yg
dimaksud disini adalah hidayah yg terus menerus hidup di dalam fitrah manusia.
Karena jika fitrah ini mati maka tak ada jalan menuju hidayah realitas
eksternal. Inilah rahasia mengapa Qur'an mengatakan zalikal kitabu la rayba fihi Hudan lilmuttaqin. Qur'an itu petunjuk bagi org yang
bertaqwa, karena syarat ketaqwaan mesti memiliki fitrah yang sehat. Jika
fitrahnya tdk sehat maka dia tdk memiliki ketaqwaan dan jika tidak memiliki
ketaqwaan maka jalan menuju Qur'an itu tertutup. Karena, jika dengan fitrah yg
kotor mencoba memaknai Qur'an, maka alih-alih ia mendapatkan hidayah, yang ia
dapatkan justru kesesatan. Lihat bagaimana marksisme menafsirkan Qur'an. Qul huwallahu ahad memaknai 'ahad' dengan masyarakat komunal.
Tunjukkanlah (hidayahilah) kami jalan yg
lurus.
Dari ayat lain dapat dipahami bahwa ada jalan lain selain jalan
shirathal mustaqim yaitu jalan syaitan. Misalnya pada surah yasin;60-61.
Dijelaskan 'janganlah menyembah syaitan' . . . 'Sembahlah Aku, sesungguhnya ini
jalan yg lurus (shirathal mustaqim)'. Dari ayat ini dapat dipahami bahwa
'menyembah' bermakna sebuah jalan. Dan karena menyembah itu bisa pada Allah dan
juga bisa pada syaithan, maka jalan pun ada dua, ada jalan lurus yaitu
menyembah Allah swt dan ada jalan sesat yaitu menyembah syaithan. Namun
sebenarnya pembagian pada dua jalan ini hanya iktibari (tidak hakiki) karena yg
ada hanya shirathal mustaqim. Karena itu
dalam ayat itu dijelaskan bahwa sesungguhnya syaitan adalah musuhmu yg nyata.
Namun karena manusia tertipu oleh syaitan, maka manusia tdk menganggapnya
sebagai musuh, bahkan syaitan nampak dalam bentuk sosok yang dekat dengan diri
kita (seperti teman, sahabat, dst). Oleh karena itu, jika manusia mengetahui
hakekat syaitan bahwa syaithan adalah musuh yg nyata bagi manusia maka tak
mungkin manusia menyembahnya. Karena tidak mungkin manusia menyembah musuhnya.
Oleh karena itu, secara hakiki yang ada hanya ada shirathal mustaqim.
Dari sini dapat dipahami bahwa shirathal mustaqim adalah jalan Allah swt. Karena
itu Shirathal mustaqim adalah jalan Allah swt. Maksud
dari jalan Allah swt adalah tauhid. Jadi jalan lurus ini bisa juga diartikan
dengan jalan yang satu (maksudnya hanya ada satu jalan) yaitu jalan tauhid.
Jadi makna ayat 'ihdinasshirathal mustaqim' yaitu
tetapkanlah kami atas hidayah dan teguhkanlah kami dengan istiqamah (mustaqim
disini berasal dari kata istiqamah) pada jalan yang satu. Kemudian jalan yg
satu ini dijelaskan pada ayat selanjutnya 'shirathallazina an'amta
alaihim' yaitu jalan yang diberikan nikmat atas mereka, yaitu
para anbiya,syuhada, shiddiqin, dan para auliya. Mereka semua diberikan nikmat
khusus rahimiyah yaitu makrifat, mahabbah, dan hidayah dikarenakan tauhid
hakiki yang mereka miliki.
Ghairil maghdhubi alaihim (bukan jalan
mereka yg dimurkai) wa la dhallin (bukan
pula jln mereka yg sesat). Dari beberapa hadits yang dinukil, maksud dari ghairil maghdhubi alaihim adalah orang-orang yang
hanya melihat aspek lahiriyah. Dan maksud dari wa la
dhallin adalah orang-orang yang hanya melihat aspek batin.
Maksud dari orang-orang yang pertama yaitu mereka yang mencukupkan dirinya pada
jalan lahiriyah semata namun mereka terhijabi pada jalan nikmat rahimiyah dan
pada nikmat qalbu. Sedangkan maksud dari orang-orang yang kedua adalah mereka
yang hanya berjalan pada batin tanpa aspek lahiriyah yaitu mereka yg lalai dari
lahiriyah.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan