SYARAH PONDOK PASANTREN
Kemudian Ibnu 'Atha'illah
menyampaikan kata-kata hikmahnya ;
"Cita-cita Salik tidak ingin berhenti ketika telah terbuka hatinya kecuali suara kebenaran mengatakan 'Apa yang kamu cari masih di depanmu' Dan tidak akan nampal sisi kemuliaan kecuali kebenaran juga mengatakan sesungguhnya kami adalah fitnah, maka janganlah engkau kufur"
Penjelasan
Salah satu etika dalam makam tajrid adlah
tidak puas pada satu amal. Etika ini sangatlah urgen bagi seorang Salik yang
ingin benar-benar wushul (dekat) kepada Alloh sWT. Ibnu 'Ato'illah menjelaskan
bahwa etika ini sangat penting untuk menjadi pengontrol bagi orang-orang tyang
mengaku dekat dan telah sampai pada makam kewalian yaitu orang-orang yang mampu
melakukan hal-hal diluar kebiasaan manusia
Dengan etika tersebut, seorang Salik akan
selalu lurus dalam rel-rel kitab Alloh dan dia sunnah Rosululloh tidak akan
berhenti untuk malakukan satu amal saja. Dia juga akan semakin tunduk dan patuh
pada kitab dan sunnah dalam berbagai eplikasi. Dia akan selamat dari jalan
terjal yang tak lain adlah kebingungan yang akan menyeretnya dalam kesesatan.
Dalil
1. Surat Al-Fathir ayat 15 :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ
هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ (15)
Ertinya :
"Wahai manusia, kalian adalah orang-orang yang
perlu pada Allah SWT, sedangkan Allah adalah Dzat yang Maha Kaya dan Maha di
puja".(QS.Fathir:15)
Allah SWT menyebut bahwa manusia adalah orang yang butuh kepada-Nya,
walaupun sebenarnya semua makhluk selain Alloh pasti butuh padanya. Ini tak lain adalah karena manusialah yang
mengaku bahwa meraka itu tak membutuhkan Allah. Maknanya adalah manusia itu makhluk
yang paling membutuhkan Allah baik dalam dirinya sendiri, keluarga maupun
hartanya. Oleh sebab itu shahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata :
"Barangsiapa mengenal dirinya itu orang yang butuh dan makhluk yang lemah,
maka dia akan tahu bahwa Allah-lah Tuhan Yang Maha Kaya, berkuasa dan
sempurna"2.
2. Hadist Nabi
SAW :
Ertinya :
"Sesungguhnya hatiku merasa haus sehingga aku harus
beristighfar kepada Allah seratus kali sehari"
Dari hadist ini bisa melihat bahwa
Rosululloh yang notabene adalah makhluk termulia, namun dengan kerendahan hati
beliau menganggap dirinya masih kurang dalam bersyukur kekpada Allah. Beliau
merasa belum mampu memenuhi hak-hak Allah yang di bebankan kepada diri beliau
selaku hamba Allah. Beliau merasa berdosa, lupa pada Allah dan durhaka
kepada-Nya3.
Fenomena itulah yang melatarbelakangi Rasulullah
SAW untuk selalu istighfar memohon ampunan Allah SWT. Suatu ketika Rosulullah
SAW bermunajat kepada Allah seraya berdo'a : "Ya Allah, engkaulah Tuhanku,
tiada Tuhan selain engkau. Engkau telah menciptakan aku dan aku adalah
hamba-Mu. Aku akan selalu menepati janji-Mu semampuku. Aku berlindung dengan-Mu
dengan keni'matan yang telah engkau berikan dan juga dosa-dosaku, maka
ampunilah aku. Tiada yang mampu mengampuni dosaku kecuali Engkau"4.
Dari dua dalil diatas maka wajiblah bagi
seorang Salik untuk beramal sebanyak[-banyaknya dan tidak mudah puas dengan
satu amal. Salik harus merasa bahwa dirinya adalah makhluk yang lemah, makhluk
yang kurang, makhluk yang sangat membutuhkan ampunan Allah SWT. Dia tidak boleh
meras puas dan bangga bahwa sia telah mampu menjadi salah satu hambayang
sholeh. Hal ini hanyalah tipu daya syaitan. Jika dia mau berfikir bahwa
Rosululloh saja makhluk yang paling mulia disisi-Nya masih merasa kurang, maka
dia pasti juga akan merasa butuh untuk beristighfar dan memohon ampun kepada
Allah SWT.
Iktiabarnya:
1. Contoh
Salah satu contoh etika yang kelima dalam
makam tajrid ini adalah seorang hamba yang dalam masa lalunya tersesat dari
jalan Allah. Hamba itu selalu menuruti hawa nafsunya dan maksiat kepada Allah.
Lalu dia mendapatkan hidayah oleh Allah SWT dan kembali pada jalur Islam. Dia mulai
melaksanakan perintash Allah dan menjauhi larangannya. Sholat, puasa dan
beribadah pun mulai dia kerjakan.
Jika sebelumnya syaitan mampu
membujuk-bujuk, menipunya dengaan melakukan dosa dan menerjang
larangan-larangan Allah, maka sekarang setelah dia mendapat hidayah dan kembali
kejalan yang lurus. Syaitan tidak akan menggodanya dengan cara yang sama. Namun
dengn segala kepintaranya syaitan akkan melakukan cara-cara lain untuk kembali
menyesatkan hamba Allah tadi.
Syaitan membujuknya dengan berkata
"Sekarang kamu telah menjadi hamba Alloh yang sholeh, sholat fardlu dengan
sempurna dan puasa ramadlan dengan sabar. Lihatlah orang-orang sekitarmu yang
masih terjerumus dalam kemaksiatan sedangkan kamu telah menjauhinya. Apakah
kamu tidak merasa bahwa sekarang telah menjadi waliyullah yang dengan dekat
dengan-Nya?
Apakah hamba Allah tadi terlena dengan
tipu daya syaitan ini dan menyerap seperti tadi sehingga menjadi keyakinan
dirinya, maka dia akan kembali pada jalur kesesatan sebagaimana sebelum
mendapat hidayah. Bahkan kesesatan kali ini sangat besar bahayanya karena ujub
(Kesombongan) yang timbul pada dirinya merupakan ancaman bagi kerusakan
dirinya. Hal ini tak lain adalah penyakit yang paling
parah dalam hatinya dan inilah yang disebut Allah sebagai dosa bathin (tak
terlihat).
Syaitan memang memasang perangkap yang berbeda pada tiap individu.
Perangkap ini disesuaikan dengan tingkat dan posisi individu tadi. Orang yang
telah beribadah dibujuk dengan penyakit ujub dan sugesti bahwa dia telah
menjadi makhluk Allah yang mulia, sholeh dan telah menjadi wali-Nya, dan jika menjadi
orang yang rugi dan tekah merusak semua amal ibadahnya
2. Kebodohan Salik
Perasaan salik bahwa dirinya sudah mulia dan mendapat apa yang telah
dicita-citakan adalah suatu kebodohan. Kenaoa dia berpikir bahwa untuk
melaksanakan hak-hak Alloh itu ada batasnya. Kenapa dia tidak berkkaca pada Rasululloh
yang telah mendapat derajat 'ulya, dihadapan Alloh saja masih meras kurang
dakam memenuhi hak-hak-Nya.
Jika memang dalam beramal itu ada batasnya, apakah mungkin bagi Nabi
atau wali untuk bebas dari nikmat-nilmat yang telah diberikan Allah kepadanya?
Jalan lurus yang telah ditempuh Salik
merupakan anugrah dan pertolongan alloh swt. Mulut yang dia gerakkan untuk
bersyukur, mata yang dia gunakan untuk melihat, telinga yang digunakan untuk
mendengar dan kaki yang dia gunakan untuk berjalan, kesemuanya merupakan augrah
dan pemberian Allah swt. Begitu juga kekuatan untuk dapat sholat dengan
sempurna, harta yang dia shodaqohkan dan akal yang dia gunakan utuk berfikir
adalah juga pemberian dan pertolongan Allah swt.
Dan ketika seorang hamba semakin dekat
dengan Allah, maka Allah akan menambah nikmat dan anugrah kepadanya. Lalu
bagaimana mungkin dia dimudahkan untuk melaksanakantugas-tugas Allah dengan
sempurna, sementara dia sangat ceroboh dengan merasa telah menjadi orang yang
mulia.
Seorang Salik yang baru mendapat hidayah
dan baru mengenal Allah memang tidak bisa memikir lebih jauh hal tersebut.
Ironinya dia hanya berasumsi bahwa dirinya telah menjalankan kewajiban kkepada
Allah dan telah sholat fardlu pada waktunya. Dari sinilah syaitan dengan mudah
menyesatkannya dengan bisikan-bisikan dan tipu daya.
3. Ilaj
(Penyembuhan Salik)
Jalan yang lurus harus ditempuh oleh Salik
agar terhindar dari penyakit diatas tiada lain adalah dengan perpegang teguh
dengan ucapan Ibnu 'Atha'illah "Salik harus menjawab bisikan syaitan
dengan mengatakan 'Bagaimana munkin aku bisa wushul (sampai) ke derajat yang
dekat dengan Allah ? dimasa dulu aku selalu melakukan kesalahan-kesalahan dan
sekarang aku juga masih tenggelam dalam kecerobohan. Aku hanya sholat fardlu dan
puasa romadlon, sementara kesunnatan-kesunnatan tidak aku lajujan. Apakah saya
sudah khusyu' dan melupakan dunia ketika aku sholat ? apakah aku telah menjauhi
hal-hal yang diharamkan Allah ? lalu seberapa besar taatku kepadaAllah jika
dibandingkan dengan nikmat dan anugrahnya. Saya selalu tenggelam dalam
perjalanan awal, sementara hasratku untuk mencari ridlo Alloh selalu jauh dan
menjauh didepanku.
Inilah makna ucapan Ibnu 'Atha'illah,
cita-cita Salik tak ingin berhenti ketikka telah terbuka hatinya kecuali suara
kebenaran mengatakan "Apa yang kamu cari masih didepanmu"
Jika salik mampu menghindari bisikan
syaitan dan mengambil jalan diatas (Ubudiyyah) hal itu akan menjaganya dari
tipu daya syaitan. Bahkan dia akan semakin tambah dalam beribadah dan taat
kepada Allah. Sia tidak akan semakin puas dengan amal-amal fardlu saja, namun
akan melakukan amal-amal sunnah, merutinkan dzikir dan membaca Al-Qur'an. Dia
juga akan merasa dirinya kurang sehingga dia mulai melakukan Qiyam Al-Lail dan
jika sholat seakan-akan dia akan meninggalkan dunia ini.
Dengan cara ini pula ketika Salik semakin
dekat dengan Allah maka dia semakin merasakan keagungan dan besarnya kekuasaan
Allah. Dia juga akan merasa bahwa dirinya adalah hamba yang kurang dan lemah di
hadapan Alloh dan perasaan ini akan selalu tertancap di dalam dirinya smapai
mati.
Jalan lain yang harus ditempuh salik
adalah dengan selalu berdzikir kepada Allah dengan sungguh-sungguh,
mengangan-angan sifat-Nya dan kebaikan yang telah diberikan Allah terhadapa
hambanya. Dengan kata lain dia harus mendalami ma'rifatulloh dengan metode
Al-Qur'an sebagaimana yang telah dilakukan para ulama' bukan metode yang di
demonstrasikan oleh para orientalis.
Jika kita mau melihat keadaan prang-orang
sholeh setelah Nabi Muhammad SAW, yaitu orang-orang yang menempuh dan mengikuti
sunnah Nabi maka kita akan menemukan bahwa semakin mereka ma'rifat dan dekat
kepada aAlloh maka mereka semakin merasa hina dan bertambah takut kepada Alloh.
Disebutkan di dalam biografi Abdulloh ibn
Mubarok bahwa suatu ketika beliau menuju air zam-zam saat beliau haji, lalu
beliau berkata "Ya Alaoh, Abdulloh bin muammil menceritakan hadist
kepadaku dari Ibnu Zubaeir dari shohabat Jabir, dari Rasululloh SAW, beliau
bersabda : "Air zam-zam diminum sesuai tujuannya", Ya Allah , saya
meminimya untuk dahagaku dihari kiamat. Setelah itu abdulloh bin Mubarok .
Seandainya kita yang meminum air zam-zam
dan mengetahui hadist tersebut pasti kita akan meminta keinginan dan
kebahagiaan dunia kita. Lalu apa perbedaan antara kita dan Ibnu Mubarok ?.
Perbedaannya adalah kita merasa telah
memenuhi hak-hak Allah, kita telah berdakwah, mengajar dan beribadah. Lalu
kenapa kita takut dahaga dihari kiamat ? pasti kita akan mendapat pahala dan
dimuliakan oleh Allah. Oleh karena itu kita meminta kebutuhan duniawi.
Adapun Ibnu Mubarok, semakin dekat dan
ma'rifat kepada Alloh, maka beliau semakin merasa kurang dan belum memenuhi
hak-hak Alloh. Jadi, ketika beliau berada pada makam yang mustajab (do'a
terkabulkan) maka beliau tidak meminta hal-hal duniawi melainkan hanya memikirkan
kelak di hari qiamat. Jadi, ketika berdo'a beliau berkata "Ya Alloh saya
meminum air zam-zam agar engkau menjagaku dari dahaga di hari qiamat.
Ibnu 'Atha'illah menceritakan bahwa suatu
ketika ada seorang pejabattinggi dating kepada ayahnya. Setelah dipersilahkan
duduk, pejabat tersebut berkata pada ayahnya "wahai Syekh, doakanlah aku,
karena aku ini orang durhaka", kemudian dijawab oleh ayah beliau
"Apakah kamu menjadi orang baik dengan berkata seperti itu ? Apakah benar
kamu itu orang jelek ? jika memang demikian maka mintalah rahmat dan ampunan
kepada Alloh SWT. Kemudian ayah beliau berbicara tentang hak-hak Allah yang
wajib dilaksanakan seorang hamba dan tentang lemahnya hamba tadi dalam
menjalankannya. Ayah beliau juga menyuruhnya agar selalu rendah diri ketika
beribadah dan melaksanaknnya dengan sungguh-sungguh.
Memang kesempurnaan itu tidak ada
batasnya, dan hak-hak Allah akan selalu dipuncak Salik. Oleh karena itu, Salik
tidak boleh terbujuk oleh syaitan dan selalu ingat apa yang telah dijabarkan
oleh Ibnu 'Atha'illah. Salik harus meyakini bahwa semakin dia bertambah taqwa
maka Allah akan semakin menambah anugrahnya dan Salik juga harus yakin bahwa
dia membutuhkan rahmat dan ampunan Allah SWT.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan