Setelah istri dan paman tercintanya, Siti Khadijah dan Abu Thalib wafat pada tahun yang sama, Nabi Saw. merasa benar-benar tidak memiliki sandaran yang dapat menjadi tempat berkeluh kesah dan tempat berlindung dari orang-orang Quraisy yang kerap mengintimidasinya.
Seperti yang
disebutkan dalam al-Sirah al-Nabawiyyah karya Ibn Hisyam,
setelah Siti Khadijah dan Abu Thalib wafat, siksaan dan bully meningkat
kepada Nabi Muhammad Saw.
Bahkan, yang
menyerangnya tidak lagi para tokoh dari kalangan Quraisy, tapi orang-orang
biasa (al-Sufahaa’) juga ikut menyerangnya, di antaranya dengan
melemparkan pasir ke kepala Nabi Saw.
Namun, hal itu semua
tidak membuat Nabi memutuskan berhenti dakwah sama sekali. Ia pernah mencoba
mencari lahan baru berdakwah mendatangi orang-orang Bani Tsaqif di kota Tha’if.
Namun, ia kembali tidak mendapatkan respon yang baik atas dakwahnya. Ia justru
kembali menerima penolakan secara keras dari para tokoh kota tersebut. Tokoh
tersebut di antaranya adalah dua bersaudara dan satu cucu ‘Amr bin ‘Umair:
Mas’ud, Habib, dan ‘Abd bin Layl.
Setelah ketiga tokoh
tersebut tidak menerima Nabi Saw., orang-orang Tha’if ikut menolak bahkan
berteriak-teriak mengejek Nabi sampai beliau lari ke sebuah taman milik ‘Utbah
bin Rabi’ah dan Syaibah. Rasulullah Saw.
kemudian beristirahat
di sana sambil mengadu kepada Allah Swt. tentang kondisinya saat ini. Saat
itulah, kedua putra Rabi’ah, ‘Utbah dan Syaibah merasa iba melihat beliau dan
memerintahkan budaknya yang beragama Nasrani, Addas agar memberikannya sepiring
anggur.
Ketika Addas
mengantarkannya kepada Nabi Saw., beliau tersenyum dan menerima pemberian
Addas. Saat beliau akan makan, ia mengucapkan terlebih dahulu “dengan
menyebut nama Allah” (Bismillah). Melihat hal ini, Addas
terlihat terkejut dan penasaran untuk bertanya: “ucapan tersebut tidak pernah
diucapkan oleh seorang pun dari penduduk negeri ini.”
Rasulullah lalu
bertanya: “Addas, kamu berasal dari mana? boleh tahu agamamu ?” Addas menjawab:
“Saya orang Kristen (Nasrani). Saya berasal dari Ninawa (sekarang masuk
wilayah Irak). Rasulullah Saw. kemudian merespon, “Oh, kamu berasal dari
kampungnya orang salih Yunus bin Mata.” Kali ini, Addas kembali terkejut.
Bagaimana bisa orang yang dia kenal ini tahu tentang Yunus bin Matta.
Kalau seseorang bukan
berasal dari kampungnya, atau menganut ajaran Nasrani, ia tidak pernah tahu
tentang Nabi Yunus. Addas bertanya, “Kamu tahu dari mana tentang Yunus bin
Matta?” Rasul menjawab: “Itu saudaraku. Dia adalah seorang nabi dan aku juga
nabi.” Mendengar hal itu, Addas terperangah kemudian menunduk untuk mencium
kepala, kedua tangan dan kaki Nabi.
Demikian kisah Addas,
budak nasrani yang terpesona dengan ucapan dan kemampuan Nabi mengetahui hal
yang menurutnya tidak diketahui kecuali oleh seorang Nabi. Dalam Sirah
Ibn Hisyam, tidak ada keterangan jelas apakah Addas kemudian memeluk
Islam. Namun yang ada hanyalah marahnya ‘Utbah bin Syaibah atas sikap Addas.
Ibn Hajar al-‘Asqalani
dalam al-Ishabah fi Tamyiz al-Shahabah menegaskan kalau Addas
mengakui Muhammad Saw. sebagai Rasul. Karena itulah, Ibn Hajar memasukkan Addas
ke dalam daftar sahabat Nabi. Melihat kedua tuannya marah, Addas mengatakan:
“Tuan, tidak ada di bumi ini yang lebih baik dari hal ini, dia (Rasulullah)
menceritakan sesuatu yang tidak diketahui kecuali oleh seorang Nabi.”
Tiada ulasan:
Catat Ulasan