TULISAN SYEIKH ABDUL RAUF SINGKEL
Pemimpin Tariqat Syattariyah dan digelar "Tengku Syiyaah Kuala".
BAHGIAN DUA : Allah SWT. itu tidak ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya, namun Ia
meliputi segala sesuatu
Ketahuilah wahai
murid, bahwa
Allah SWT. itu
tidak ada sesuatu pun
yang menyerupai-Nya, namun Ia
meliputi segala sesuatu, Dia nyata dari
segi pengetahuan, namun tidak
nyata dari segi bentuk. Barang
siapa mengetahui bahwa
Dia itu terlalu
Agung untuk benar - benar diketahui, sungguh
ia telah mengenal-Nya. Oleh
karena itu, ada satu keterangan
mengatakan bahwa yang
mampu mengenal Allah itu hanya Allah sendiri. Maka, peganglah
prinsip ini. Dalam
agama itu ada
dua Unsur, yaitu: (14) iman dan
syirik, dan akal itu memiliki keterbatasan serta ketidakmampuan untuk
mengetahui hakikat Allah,
dan puncak tertinggi dalam mengenal Allah SWT adalah
rasa bingung, tapi
bingung yang terpuji, yaitu bingungnya orang berilmu yang
mengetahui proses tajalli (penyingkapan diri) nya Tuhan serta pemancaran
cahaya-Nya.
Rasulullah
SAW pun pernah memita
agar ditambah rasa bingung dari Tuhannya dengan berdoa, “Ya Tuhanku,
tambahlah kepadaku kebingungan atas-Mu, yakni bingung dari tajalli-Mu yang
tidak ada henti-hentinya, dan dari
banyaknya perubahan dzat-Mu dalam segala tindakan dan sifat-Mu”. Pengarang
kitab ‘Awārif al-Ma ārif’ berkata, “Imam
Junaid pernah ditanya tentang
akhir kehidupan, lalu dia menjawab: akhir kehidupan adalah kembali ke
permulaan”. Ulama lain menjelaskan
ucapan Imam Junaid tersebut dengan mengatakan, bahwa maksudnya manusia
itu pada mulanya berada dalam kebodohan, lalu menjadli makrifat (mengetahui), lalu kembali kepada kebingungan
dan kebodohan. Dia itu
bagaikan anak-anak, yang awalnya tidak tahu apa - apa, lalu menjadi
pandai, dan kembali lagi pada ketidaktahuannya.
Allah ta’ala berfirman,
“Supaya dia tidak
mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulu pemah diketahuinya”. Sebagian
ulama mengatakan bahwa makhluk Allah
yang paling makrifat adalah mereka yang
paling bingung memikirkan-Nya, sekian.
Sebagian dari para ulama, berkaitan dengan kata “bingung” yang terdapat dalam doa Nabi tesebut berarti pengetahuan (ilmu). Mereka
mengatakan, “Rasa bingung adalah pengetahuan, walaupun sebenarnya tidak demikian, karena Nabi
Muhammad SAW. sendiri memohon tambahan rasa bingung tersebut, padahal
Nabi pernah menyuruh untuk selalu memohon tambahan pengetahuan,
sebagaimana disebutkan dalam firman Allah ta’ala, “Ya Tuhanku,
tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan”. Nabi tidak berdoa untuk meminta
ditambah atau diperbaiki keadaannya, tidak pula minta
ditambah tingkatannya untuk
mempelajani kadar ilmu
tersebut. Pengetahuan itu berakhir pada kebingungan, dan biasanya ia
tidak akan diperoleh kecuali dengan
bersungguh-sungguh dalam berzikir dan tindakan-tindakan lain yang
nanti akan dibicarakan,
dengan izin Allah
ta’ala serta petunjuk-Nya, dan hanya kepada Allahlah kita mohon
petunjuk.
Apabla engkau telah memahami hal
ini, maka hendaklah
engkau kembali kepada penjelasan
tentang keabsahan kesatuan (‘ainiyyah’)
segala sesuatu dan ketiadaannya. Ketahuilah
wahai murid, bahwa kesatuan
segala sesuatu itu tidak
benar kecuali sebelum
munculnya segala sesuatu tersebut dalam kenyataan (masih pada zaman dahulu). Oleh karenanya,
kita tidak dapat mengatakan bahwa al-kull itu
adalah al-Haq, kecuali dari
segi peleburan dan tidak
adanya perbedaan dalam
keesaan, seperti yang telah
dikemukakan. Adapun jika segala
sesuatu itu telah
tampak dalam kenyataan, maka kesatuan
segala sesuatu itu
tidak absah lagi, karena alam
lahir memiliki hukum tersendiri, demikian
juga dengan alam batin. Adapun hukum batin adalah hukum yang samar, tegasnya ketiadaan (‘adam), sedangkan hukum lahir
adalah hukum yang
tampak (wujud). Ketahui itu dan jangan keliru, karena
orang yang keliru dalam hal ini,
berbahaya, dia juga akan sesat dan
menyesatkan, kami memohon ampunan
dan kesehatan kepada Allah dalam urusan agama, dunia dan
akhirat.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan