Perang Muktah
Ia
bernama lengkap Abdullah bin Rawaha bin Tsa’labab al-Anshary al-Khazraji.
Panggilannya Abu Muhammad. Paman daripada Nu’man bin Basyir. Wafat pada tahun 8
Hijriah'. Ia masuk Islam pada masa Bait al-'Aqabah al-Ula. Dikisahkan
bahwa sewaktu Rasulullah saw. sedang duduk di suatu tempat dataran tinggi kota
Mekah, menghadapi para utusan yang datang dari kota Madinah, dengan
bersembunyi-sembunyi dari kaum Quraisy. Mereka yang datang ini terdiri dari
duabelas orang utusan suku atau kelompok yang kemudian dikenal dengan nama Kaum
Anshar.(penolong Rasul).
Mereka sedang dibai'at Rasul
(diambil Janji sumpah setia) yang terkenal pula dengan nama Bai'at al-Aqabah
al-Ula (Aqabah pertama). Merekalah pembawa dan penyi'ar Islam pertama ke
kota Madinah, dan bai'at merekalah yang membuka jalan bagi hijrah Nabi beserta
pengikut beliau, yang pada gilirannya kemudian, membawa kemajuan pesat bagi
Agama Allah yaitu Islam. Maka salah seorang dari utusan yang dibai'at Nabi itu,
adalah Abdullah bin Rawahah.
Pada tahun
berikutnya, Rasulullah saw. membai'at lagi 73 (tujuhpuluh tiga) orang Anshar
dari penduduk Madinah pada bai'at 'Aqabah kedua, maka tokoh Ibnu Rawahah ini
pun termasuk salah seorang utusan yang dibai'at itu. Setelah selesai pembaiatan
Aqabah yang kedua, ia berdiri di samping Rasulullah. Kemudian bertanya kepada
Rasulullah; “Wahai Rasulullah, silahkan Engkau beri aku syarat yang diinginkan
Allah dan Rasul-Nya.” Pernyataan ini merupakan ekspresi keberterimaan dan
ketundukan penuh Abdullah bin Rawahah terhadap Islam dan Rasulullah.
Pada waktu
Rasulullah melakukan hijrah ke Madinah, ia termasuk orang terdepan yang
menyambut kedatangan Rasulullah. Ia mengambil pelana onta Rasululllah, kemudian
berkata; “Selamat datang wahai Rasulullah, Engkaulah pembawa kejayaan dan
perintah.” Pada masa kebersamaannya dengan Rasulullah di Madinah, Abdullah bin
Rawahah menumpahkan berbagai kemampuan, termasuk kepenyairannya, untuk membela
Islam dan mengukuhkan sendi-sendinya. Ialah yang paling waspada mengawasi sepak
terjang dan tipu muslihat Abd ullah bin Ubay (pemimpin golongan munafik) yang
oleh penduduk Madinah telah dipersiapkan untuk diangkat menjadi pemimpin
Madinah sebelum Islam hijrah ke sana, dan yang tak putus-putusnya berusaha
menjatuhkan Islam dengan tidak menyia-nyiakan setiap kesempatan yang ada.
Berkat kesiagaan Abdullah bin Rawahah yang terus-menerus mengikuti gerak-gerik
Abdullah bin Ubay dengan cermat, maka gagalah usahanya, dan maksud-maksud
jahatnya terhadap Islam dapat di patahkan.
Abdullah Ibnu Rawahah dikenal pula sebagai penulis karena kepandaian dalam bidang tulis baca. Ia juga seorang penyair yang lancar, untaian syair-syairnya meluncur dari lidahnya dengan kuat dan indah didengar. Semenjak masuknya ke dalam Islam, dibaktikannya kemampuannya bersyair itu untuk mengabdi bagi kejayaan Islam. Rasullullah menyukai dan menikmati syair-syairnya dan sering beliau minta untuk lebih tekun lagi membuat syair.
Pada suatu hari, beliau duduk bersama para sahabatnya, tiba-tiba datanglah Abdullah bin Rawahah, lalu Nabi bertanya kepadanya: "Apa yang anda lakukan jika anda hendak mengucapkan syair?" Jawab Abdullah: "Kurenungkan dulu, kemudian baru kuucapkan". Lalu teruslah ia mengucapkan syairnya tanpa bertangguh, demikian kira-kira artinya secara bebas:
"Wahai putera Hasyim yang sesempurnanya kebaikan
tersemat di jiwanya,
sungguh Allah telah mengunggulkanmu dari seluruh
manusia.
dan memberimu keutamaan, di mana orang tak usah iri.
Dan sungguh aku menaruh firasat baik yang kuyakini
terhadap dirimu.
Suatu firasat yang berbeda dengan pandangan hidup
mereka.
Seandainya anda bertanya dan meminta pertolongan
mereka
dan memecahkan persoalan tiadalah mereka henhak
menjawab atau membela
Karena itu Allah mengukuhkan kebaikan dan ajaran yang
anda,bawa
Sebagaimana Ia telah mengukuhkan dan memberi
pertolongan kepada Musa".
Mendengar itu Rasul menjadi gembira dan ridla kepadanya, lalu sabdanya: "Dan engkau pun akan diteguhkan Allah".
Dan sewaktu Rasulullah sedang thawaf di Baitullah pada 'umrah qadla, Ibnu Rawahah berada di muka beliau sambil membaca syair dari rajaznya:
Oh Tuhan, kalaulah tidak karena Engkau,
niscaya tidaklah kami akan mendapat petunjuk,
tidak akan bersedeqah dan Shalat!
Maka mohon diturunkan sakinah atas kami
dan diteguhkan pendirian kami jika musuh datang
menghadang.
Sesuhgguhnya orang-orang yang telah aniaya terhadap
kami,
biIa mereka membuat fitnah akan kami tolak dan kami
tentang".
Orang-orang Islam pun sering mengulang-ulangi syair-syairnya yang indah teresebut.
Abdullah bin Rawahah yang produktif dalam membuat sya'ir ini amat berduka sewaktu turun ayat al-Quran al-Karim yang artinya "Dan para penyair, banyak pengikut mereka orang-orang sesat". (Q.S. Asy-syu'ara: 224).
Tetapi kedukaan hatinya jadi
terlipur waktu turun pula ayat lainnya, yang artinya: "Kecuali
orang-orang(penyair) yang beriman dan beramal shaleh dan banyak ingat kepada
Allah, dan menuntut bela sesudah mereka dianiaya". (Q.S. Asy-syu'ara :
227)
Dan sewaktu Islam terpaksa terjun ke medan perang karena membela diri,
tampillah Abdullah ibnu Rawahah
membawa pedangnya ke medan tempur Badar, Uhud, Khandak, Hudaibiah dan Khaibar,
seraya menjadikan kalimat-kalimat syairnya dan qashidahnya menjadi slogan
perjuangan:
"Wahai diri! Seandainya engkau tidak tewas
terbunuh,
tetapi engkau pasti akan mati juga!"
Ia juga menyorakkan teriakan perang:
"Menyingkir kamu, hai anak-anak kafir dari
jalannya.
Menyingkir kamu setiap kebaikkan akan ditemui pada
Rasulnya".
Ketika datanglah waktunya perang Muktah, Abdullah bin Rawahah dipercaya
Rasulullah sebagai panglima yang ketiga dalam pasukan Islam. Ibnu Rawahah
berdiri dalam keadaan siap bersama pasukan Islam yang berangkat meninggalkan
kota Madinah. Ia tegak sejenak lalu berkata, mengucapkan syairnya;
Yang kupinta kepada Allah Yang Maha Rahman
Keampunan dan kemenangan di medan perang
Dan setiap ayunan pedangku memberi ketentuan
Bertekuk lututnya angkatan perang syetan
Akhirnya aku tersungkur memenuhi harapan …..
Mati syahid di medan perang…!!"
Benar, itulah cita-citanya kemenangan dan hilang
terbilang
pukulan pedang atau tusukan tombak,
yang akan membawanya ke alam syuhada yang
berbahagia…!!
Balatentara Islam maju bergerak kemedan perang muktah. Sewaktu orang-orang Islam dari kejauhan telah dapat melihat musuh-musuh mereka, mereka memperkirakan besarnya balatentara Romawi sekitar duaratus ribu orang. Karena menurut perkiraan barisan tentara mereka seakan tak ada ujung akhir dan seolah-olah tidak terbilang banyaknya. Orang-orang Islam melihat jumlah mereka yang sedikit, lalu terdiam dan sebagian ada yang menyeletuk berkata, "Baiknya kita kirim utusan kepada Rasulullah, memberitakan jurnlah musuh yang besar. Mungkin kita dapat bantuan tambahan pasukan, atau jika diperintahkan tetap maju maka kita patuhi".
Tetapi.Ibnu Rawahah,.bagaikan datangnya siang bangun berdiri di antara barisan pasukan-pasukannya lalu berucap,
"Kawan:kawan sekalian! Demi Ailah, sesungguhnya
kita berperang melawan musuh-musuh kita bukan berdasar bilangan, kekuatan atau
banyaknya. jumlah Kita tidak memerangi memerangi mereka, melainkan karena
mempertahankan Agama kita ini, yang dengan memeluknya kita telah dimuliakan
Allah ... !Ayohlah kita maju ….! Salah satu dari dua kebaikan pasti kita capai,
kemenagan atau syahid di jalan Allah!"
Dengan bersorak-sorai Kaum Muslimin yang sedikit bilangannya tetapi besar imannya itu menyatakan setuju. Mereka berteriak: "Sungguh, demi Allah, benar yang diucapkan Ibnu Rawahah.. !" Demikianlah, pasukan terus ke tujuannya, dengan bilangan yang jauh lebih sedikit menghadapi musuh yang berjumlah 200.000 yang berhasil dihimpun orang Romawi untuk menghadapi suatu peperangan dahsyat yang belum ada taranya. Kedua pasukan, balatentara itu pun bertemu, lalu berkecamuklah pertempuran di antara keduanya.
Pemimpin yang pertama Zaid bin Haritsah gugur sebagai syahid yang mulia, disusul oleh pemimpin yang kedua Ja'far bin Abi Thalib, hingga ia memperoleh syahidnya pula dengan penuh kesabaran, dan menyusul pula sesudah itu pemimpin yang ketiga ini, Abdullah bin Rawahah. Di kala itu ia memungut panji perang dari tangan kananya Ja'far, sementara peperangan sudah mencapai puncaknya. Hampir-hampirlah pasukan Islam yang kecil itu, tersapu musnah diantara pasukan-pasukan Romawi yang datang membajir laksana air bah, yang berhasil dihimpun oleh Heraklius untuk maksud ini. Ketika ia bertempur sebagai seorang prajurit, ibnu Rawahah ini menerjang ke muka dan ke belakang, ke kiri dan ke kanan tanpa ragu-ragu dan perduli. Sekarang setelah menjadi panglima seluruh pasukan yang akan dimintai tanggung jawabnya atas hidup mati pasukannya, demi terlihat kehebatan tentara Romawi seketika seolah terlintas rasa kecut dan ragu-ragu pada dirinya. Tetapi saat itu hanya sekejap, kemudian ia membangkitkan seluruh semangat dan kekutannya dan melenyapkan semua kekhawatiran dari dirinya, sambil berseru:
"Aku telah bersumpah wahai diri, maju ke medan
laga
Tapi kenapa kulihat engkau menolak syurga …..
Wahai diri, bila kau tak tewas terbunuh, kau kan pasti
mati
Inilah kematian sejati yang sejak lama kau nanti …….
Tibalah waktunya apa yng engkau idam-idamkan selama
ini
Jika kau ikuti jejak keduanya, itulah ksatria sejati
….!"
(Maksudnya, kedua sahabatnya Zaid dan Ja'far yang
telah mendahului gugur sebagai syuhada).
Jika kamu berbuat seperti keduanya, itulah ksatria sejati…..!" Ia pun maju menyerbu orang-orang Romawi dengan gagahnya. Kalau tidaklah taqdir Allah yang menentukan, bahwa hari itu adalah saat janjinya akan ke syurga, niscaya ia akan terus menebas musuh dengan pedangnya, hingga dapat menewaskan sejumlah besar dari mereka. Tetapi, desah nafasnya sampailah pada bilangan terakhir, deyut jantungnya mengantarkannya pada detik-detik perjummpaan terakhir, maka berangkatlah ia ke hadirat Allah sebagai syahid. Jasadnya jatuh terkapar, tapi rohnya yang suci dan perwira naik menghadap Zat Yang Maha Pengasih lagi Maha Tinggi, dan tercapailah puncak idamannya:
"Hingga dikatakan, yaitu bila mereka meliwati
mayatku:
Wahai prajurit perang yang dipimpin Allah, dan benar
ia telah terpimpin!"
"Benar engkau, ya Ibnu Rawahah….!
Anda adalah seorang prajurit yang telah dipimpin oleh
Allah…..!"
Selagi pertempuran sengit sedang berkecamuk di bumi Balqa' di Syam, Rasulullah saw. sedang duduk beserta para shahabat di Madinah sambil mempercakapkan mereka. Tiba-tiba percakapan yang berjalan dengan tenang tenteram, Nabi terdliam, kedua matanya jadi basah berkaca-kaca. Beliau mengangkatkan wajahnya dengan mengedipkan kedua matanya, untuk melepas air mata yang jatuh disebabkan rasa duka dan belas kasihan. Seraya memandang berkeliling ke wajah para shahabatnya dengan pandangan haru, beliau berkata: "Panji perang dipegang oleh Zaid bin Haritsah, ia bertempur bersamanya hingga ia gugur sebagai syahid. Kemudian diambil alih oleh Ja'far, dan ia bertempur pula bersamanya sampai syahid pula". Be!iau berdiam sebentar, lain diteruskannya ucapannya: "Kemudian panji itu dipegang oleh Abd Allah bin Rawahah dan ia bertempur bersama panji itu, sampai akhirnya ia·pun syahid pula". Kemudian Rasul diam lagi seketika, sementara mata beliau bercahaya, menyinarkan kegembiraan, ketentraman dan kerinduan, lalu katanya pula : "
Mereka bertiga diangkatkan ke tempatku ke syurga
…"
Perjalanan manalagi yang lebih mulia …….
Kesepakatan mana lagi yang lebih berbahagia …….
Mereka maju ke medan laga bersama-sama …….
Dan mereka naik ke syurga bersama-sama pula ….
Dan penghormatan terbaik yang diberikan untuk mengenangkan jasa mereka yang abadi, ialah ucapan Rasullullah saw yang berbunyi : "Mereka telah diangkatkan ke tempatku ke syurga……
Tiada ulasan:
Catat Ulasan