Ibrahim bin Ahmad, memiliki kuniyah Abu Ishaq, masyhur dengan nama Ibrahim al-Khawwash. B
eliau sufi yang hidup di abad tiga Hijriyah. Jika
Anda mengerti pujian, syair, atau nyanyian “tombo ati” ya beliau inilah
penyusunnya.
Ada sebuah kisah unik dari sufi ini. Kisah ini
diriwayatkan oleh Wahid bin Hammam bin al-Harits yang diceritakan langsung oleh
Ibrahim al-Khawwash.
Begini kisahnya:
Al kisah, dalam sebuah pelayaran Ibrahim al-Khawwash
pernah satu kapal dengan seorang penganut Yahudi. Selidik punya selidik,
Ibrahim al-Khawwash memperhatikan si Yahudi ini. Ia tak pernah sedikit pun
melihat si Yahudi ini mulutnya mengecap makanan, bahkan si Yahudi ini tak
bergerak sedikit pun dari tempat duduknya. Pun untuk urusan bersuci dan mandi,
Ibrahim al-Khawwash tak mendapati si Yahudi ini melakukannya.
Si Yahudi yang mengenakan pakaian semacam mantel dan
duduk di salah satu sudut kapal terlihat diam membisu, dia tidak memulai bicara
kepada siapapun, dan tidak pula berkata-kata.
Melihat keadaan yang seperti itu, Ibrahim al-Khawwash
beruaha untuk memulai perbincangan dengan si Yahudi.
Si Yahudi berbicara dengan perkataan yang baik dan
memberikan penjelasan yang sempurna. Dari situlah kemudian Ibrahim al-Khawwash
mengetahui bahwa si Yahudi ini orang baik lagi bertawakkal.
Ketika si Yahudi merasa nyaman berbincang-bincang
dengan Ibrahim al-Khawwash, tiba-tiba si Yahudi berkata kepada Ibrahim
al-Khawwash.
“Wahai Ibrahim al-Khawwash, jika kau merasa benar
dengan apa yang kau imani dan engkau dakwahkan, maka mari kita renangi laut ini
hingga ke garis pantai,” seru si Yahudi.
Mendengar cabaran dari si Yahudi, lantas Ibrahim
al-Khawwash bergumam dalam hati, “Celaka kalau aku sampai kalah dengan orang
kafir ini.”
Ibrahim al-Khawwash lantas mengiyakan tantangan si
Yahudi. Lalu dengan begitu cepat si Yahudi lantas menghempaskan tubuhnya ke
dalam laut, lalu kemudian disusul Ibrahim al-Khawwash yang melemparkan tubuhnya
ke laut. Tantangan ini pun berhasil dilakoni Ibrahim al-Khawwash. Kini keduanya
telah sampai di tepian pantai. Lalu si Yahudi pun menawarkan cabaran lagi
kepada Ibrahim al-Khawwash.
“Wahai Ibrahim al-Khawwash, mari kita buat
kesepakatan, bahwa kita tidak akan bernaung di masjid, biara, gereja, dan ataupun
bangunan sejenisnya.” cabar si Yahudi lagi.
Tanpa fikir panjang, Ibrahim al-Khawwash lalu
mengiyakan tantangan itu, “Ya sudah, terserah kamu,” jawab Ibrahim al-Khawwash
singkat.
Kini keduanya sampai di sebuah kota. Keduanya sepakat
untuk menetap di tempat pembuangan sampah yang ada di kota itu. Keduanya
tinggal di sana selama tiga hari.
Namun, di hari ketiga kejadian aneh menimpa keduanya.
Kejadian aneh pertama menimpa si Yahudi. Tak ada
angin tak ada hujan tiba-tiba ada seekor anjing yang menghampiri si Yahudi, di
mulut anjing itu ada dua potong roti, lalu anjing itu tiba-tiba melemparkan
roti itu di hadapan si Yahudi.
Si Yahudi yang mendapat roti dari seekor anjing lalu
berpindah dari pandangan Ibrahim al-Khawwash dan menikmati roti itu sendiri
tanpa menawarkan Ibrahim al-Khawwash.
Kejadian aneh kedua menimpa Ibrahim al-Khawwash.
Tanpa diduga-duga sebelumnya tiba-tiba Ibrahim al-Khawwash didatangi seorang
pemuda rupawan yang berpakaian rapi serta memakai wewangian. Pemuda itu membawa
hidangan yang lezat yang siap disajikan, lalu pemuda meletakkannya di hadapan
Ibrahim al-Khawwash.
“Makanlah,” kata pemuda itu kepada Ibrahim
al-Khawwash. Pemuda itu pun pergi tanpa meninggalkan jejak.
Ibrahim al-Khawwash lalu menawari si Yahudi untuk
menyantap bersama-sama hidangan dari pemuda tadi. Namun si Yahudi menolak
tawaran itu.
Si Yahudi tercengang melihat apa yang telah diperoleh
Ibrahim al-Khawwash. Ia terkagum-kagum dan lantas menyatakan keislamannya.
“Wahai Ibrahim al-Khawwash, dasar dari apa yang kita
yakini sudah benar, namun aku melihat keyakinanmu lebih baik dan indah,” ujar
si Yahudi yang baru saja menyatakan keislamannya.
Lalu semakin baiklah keislaman mantan Yahudi itu, dia
lalu menjadi sahabat Ibrahim al-Khawwash.
Keduanya lalu bersama-sama menyelami samudera
tasawuf.
Wallahu A’lam.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan