Khair al-Nassaj, sufi ini berasal dari kota Samir, dalam Thabaqat al-Sufiyah, kota Samir terletak di Irak dan menjadi kota kedua setelah Baghdad pada masa Abbasiyah.
Nama Khair al-Nassaj bukanlah nama aslinya. Nama
aslinya adalah Muhammad bin Ismail al-Samiri.
Terkait dengan nama terkenalnya, Khair al-Nassaj,
terdapat kisah unik di baliknya. Al-Nassaj sendiri berarti tukang tenun, lalu
dari mana kisah itu bermula.
Begini kisahnya,
Dulu, Khair al-Nassaj pernah bersumpah selamanya tidak akan memakan ruthab (kurma basah).
Namun seiring berjalannya waktu keinginan untuk
memakan ruthab selalu saja ada dalam benak Khair al-Nassaj. Hingga pada
akhirnya takluklah Khair al-Nassaj kepada keinginannya untuk memakan ruthab. Ia
lalu mengambil ruthab seberat setengah rithl kira kira 200 gram. Ia pun memakan
satu butir kurma. Ia pun melanggar sumpahnya yang dulu pernah ia ucapkan.
Tiba-tiba dari kejauhan ada teriakan seseorang yang
ditujukan kepadanya,
“Wahai Khair, kenapa kau larikan diri?”, teriak orang
itu.
***
Rupa-rupanya orang itu dahulu memiliki budak yang
melarikan diri dan namanya Khair. Muhammad bin Ismail al-Samiri nama asli Khair
al-Nassaj sebelum peristiwa ini setelah melanggar sumpahnya memakan ruthab,
rupa-rupanya atas izin Allah wajahnya diserupakan dengan budak yang kabur yang
namanya Khair.
Dari sinilah nama Khair disematkan kepada Muhammad
bin Ismail al-Samiri.
Orang yang meneriaki Muhammad bin Ismail al-Samiri
lantas mencekiknya dengan anggapan bahwa ia adalah Khair.
Beberapa orang yang kebetulan ada di situ juga
menjadi saksi bahwa itu adalah Khair. Muhammad bin Ismail al-Samiri pun tak
dapat mengelak, karena semua orang sepakat bahwa dia adalah Khair.
Muhammad bin Ismail al-Samiri kini mulai merenung,
“Apakah ini sebab aku melanggar sumpahku sehingga wajahku diserupakan dengan
Khair”, ucapnya dalam hati.
Lantas, dengan penuh keyakinan bahwa yang ia tangkap
itu adalah Khair, orang yang meneriaki yang tak lain adalah majikan Khair itu
lalu membawa Muhammad bin Ismail al-Samiri ke tokonya dan menyuruh Muhammad bin
Ismail al-Samiri untuk menenun, nah dari sinilah sematan al-Nassaj yang berarti
tukang tenun menempel pada Muhammad bin Ismail al-Samiri.
Kini semua orang menganggapnya sebagai budak yang
bernama Khair al-Nassaj.
Muhammad bin Ismail al-Samiri yang dikira sebagai
Khair al-Nassaj pun mulai menyesali perbuatannya yang telah melanggar sumpahnya
kepada Allah.
Kini hidupnya dihinggapi dengan rasa sesal, ia ingin
sekali hidupnya kembali seperti semula.
Pada akhirnya ia pun memohon ampun kepada Allah, dan
berjanji tidak akan mengulangi lagi melanggar sumpah yang pernah ia lontarkan.
Atas izin Allah wajah Muhammad bin Ismail al-Samiri
yang diserupakan seperti Khair al-Nassaj menghilang.
Kemiripan itu menghilang dari Muhammad bin Ismail
al-Samiri dan wajahnya kembali seperti semula.
Semenjak peristiwa itulah Muhammad bin Ismail
al-Samiri memiliki julukan Khair al-Nassaj, dan hingga ia menjalankan kehidupan
sufi nama Khair al-Nassaj menempel padanya. Salah satu yang lekat dengan sufi
Khair al-Nassaj adalah;
“Tauhid setiap
makhluk senantiasa berkurang dan tak sempurna, manakala ia bergantung kepada
selain-Nya”
Wallahu A’lam.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan