SYEIKH ABU ABDILLAH AL-HARITS BIN ASAD “AL-MUHASIBI”
Sahabatku! Seluruh bidang ilmu, ibadah, dan semua yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT adalah baik. Hanya saja aku lebih menganjurkan kalian supaya mengenal semua fardhu yang memberi penekanan pada hati beserta seluruh anggota tubuh, mengenal tentang wara’ dalam berusaha, tentang kondisi lahir dan batin, tentang amal yang dibarengi dengan niat yang baik dan tentang keikhlasan karena Allah dalam berbuat.
Janganlah
mengabaikan sedikitpun di antara beberapa hal tersebut. Sesungguhnya, telah
sampai kepada kami bahwa Allah SWT. Berfirman :“Tidak selamat dari-Ku hamba-Ku
kecuali dengan melaksanakan apa-apa yang telah Aku wajibkan kepadanya.” Ingat,
bersegeralah dalam menunaikan segala yang fardhu. Tidak disukai oleh Allah SWT.
Orang yang mengabaikannya; sebaliknya, akan beruntunglah hamba-hamba yang
melaksanakannya.
Aku
mengingatkanmu dalam memandang dan membahas tentang perbedaan umat. Bukankah
telah sampai kepadamu tentang tragedi yang menimpa mereka karena perselisihan
dan perpecahan tersebut, juga tentang peristiwi yang menimpa mereka karena
mengikuti kemauan nafsu yang menyesatkan dan karena melanggar larangan,
sebagaimana yang pernah ditimbulkan oleh kelompok Qadariyah, Murji’ah,
Rafidhah, Jahmiyah dan Hururiyah, mereka saling memerangi, saling memusuhi dan
saling membenci.
Bahkan
mereka saling bersaksi tentang kekafiran dan kesesatan sampai pada tindakan
menghalalkan darah kelompok yang tidak sejalan dengan mereka, padahal
sebelumnya mereka bersaudara dalam urusan Allah dan saling bersepakat. Tetapi
ketika mereka diuji dengan kemampuan untuk membahas dan memperdalam (ilmu
pengetahuan dan agama), akhirnya mereka terpecah menjadi beberapa golongan.
Masing-masing golongan di antara mereka berargumentasi dengan ayat-ayat
Mutasyabihat dan dengan atsar (Jejak Rasul dan pendapat sahabat) yang
sejalan dengan keinginan mereka sehingga mereka tersesat dan menyesatkan banyak
orang.
Diceritakan
bahwa suatu ketika Rasulullah saw. Memegang jenggot Umar ra. Dan berkata :
Wahai Umar! Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” ‘Umar pun jadi penasaran dan
bertanya : “ Demi bapak dan ibuku, wahai Rasulullah, atas apa engkau ucapkan
kalimat itu? Rasulullah saw. Menjawab : “ Baru saja Jibril mendatangiku dan
berkata ‘Wahai Muhammad Inna lillahi wa inna ilaihu raji’un, sesungguhnya
umatmu sesudahmu akan difitnah dengan hal yang sedikit bukan dengan hal yang
banyak. ‘Aku tanyakan : “Wahai Jibril fitnah kesesatan atau fitnah kekafiran?
Ia menjawab : “Dua-duanya akan terjadi.’ Aku katakan : Bagaimana mereka
tersesat dan bagaimana bisa menjadi kafir, sedangkan aku telah meninggalkan
bagi mereka kitab Allah.’ Jibril menyambung : ‘Dengan kitab Allah mereka
tersesat, karena masing-masing golongan akan menakwilkannya sesuai dengan
keinginan mereka, maka dengan begitulah mereka menjadi sesat.”
Ingat,
sadarilah pengawasan Allah, hindarilah mendalami dan menyelidiki tentang hal
yang mereka selisihkan, karena perkara ini bagaikan samudra yang dalam, yang di
dalamnya telah banyak orang-orang tenggelam. Dari bidang teologi, misalnya
telah muncul bberapa aliran sehingga membuat orang yang berakal dan berilmu pun
menjadi bingung. Maka bagaimana pula dengan orang seperti kita yang memiliki
kekurangan baik akal maupun ilmu pengetahuan? Kalau begitu, berpegan sajalah
pada apa-apa yang telah disepakati dan tidak diperdebatkan, terutama dalam Iman
kepada Allah, Iman kepada Malaikat, kepada Kitab, Pra Rasul dengan Hudu-Nya,
dengan segla yang fardhu, dengan syariat agama-Nya, dan dengan apa yang telah
menjadi kesepakatan para salaf, karena di sanalah terletak tuntunan dan
kebenaran.
Telah
sampai kepada kita bahwa Rasulullah saw. Bersabda : “Tidak akan bersepakat
umatku dalam kesesatan.” Yaitu perkataannya yang berisi kebenaran bahwa umatnya
tidak bersepakat dalam kesesatan, merupakan ucapan yang benar adanya tanpa
tanpa diragukan, hanya saja setanlah yang menimpakan bencana atas mereka dengan
terjadinya perselisiha. Ingat, hindarilah mendalami permasalahan yang
mereka perselisihkan, sesungguhnya untukmu dalam hal yang mereka sepakati
di antara batasan-batasan agama sudah merupakan kesibukan yang cukup menyita
perhatian, terutama dalam masalah yang belum diketahui ilmunya.
Wahb bin
Munabbih berkata : “Dulu di Masjdi al-Haram terdapat sekelompok orang yang
berkata tentang Al-Jabr dan al-qadar lalu aku katakan : “Aku telah membaca
tujuh puluh dua buku yang diturunkan dari langit, aku juga bergabung
dengan orang-orang yang luas ilmu pengetahuannya dan aku mengetahui banyak hal
yang belum diketahi oleh orang lain. Maka aku mendapati bahwa orang yang paling
banyak berbicara dalam masalah ini ternyata yang paling bodoh di antara mereka
tentangnya. Dan juga aku mendapati bahwa orang paling banyak berdiam diri
terhadapnya justru yang paling dalam ilmunya dalam masalah ini.
Aku
mendapati bahwa orang yang memandang masalah ini seperti orang yang memandang
sinar matahari, semakin lama ia memandang kepadanya akan semakin
bertambah kebingungannya dalam masalah tersebut.”
Ali bin
Abi Thalib ra. Berkata : Hindarilah berbantah-bantahan dalam masalah agama,
karena pekerjaan itu hanya akan menyibukan hati serta akan menyemaikan
bibit-bibit kemunafikan di sana.” Seorang tokoh berwasiat kepada
saudara-saudaranya : Bismillahirrahmanirrahim! Ketahuilah bahwa
keinginan-keinginan hawa nafu semacam ini telah mewabah di kalangan masyarakat.
Dan jalan keluar dari masalah ini hendaklah kamu selalu berpegan teguh pada apa
yang mereka sepakati serta hendaklah kamu bersepakat ketika mereka berselisih,
karena orang yang baik dan orang yang jahat semuanya bersepakat bahwa Allah
adalah hak, Rasulullah saw. Adalah hak, Al Qur’an dan para Rasul adalah hak,
Kitab dan Malaikat adalah Hak, kebangkitan surga dan neraka adalah hak, tidak
terdapat perselisihan di antara mereka.
Bahwa
shalat yang lima waktu beserta wudhunya, mandi dari janabah, puasa Bulan
Ramadhan, zakat, haji, berbakti kepada orang tua, menunaikan amanah, mencegah
kejahatan, serta menyadarkan orang lain, adalah wajib atas setiap Muslim, dan
apa yang dikatakan oleh Allah SWT adalah hak : Diharamakan atas kamu
(mengawini) ibu-ibu kamu, anak-anak kamu yang perempuan, saudara-saudaramu yang
perempuan ... (Qs. An-Nisa’ 23 sampai akhir ayat). Bahwa menikahi mereka adalah
haram.
Juga
khanrs (minuman keras), mencuri, bezina, berlaku curang, menipu, khianat,
bohong, dan sejenisnya adalah haram. Bahwa dalam masalah ini tidak ada
perbedaan antara kelompok yang baik dan yang jahat, demikian pula antara
Ahlussunnah dan Ahlu bid’ah, mereka semua bersepakat, tiada perselisihan di
antara mereka. Maka siapa yang bersikap seperti ini dan mengamalkan apa yang
ada padanya niscaya tidak akan membuatnya binasa apa-apa yang belum ia ketahui
di balik semua hal di atas, Insya Allahu ta’ala.
Oleh
karena itu, peganglah ini dan jangan melampaui batas! Kemudian, jika ada yang
bertanya kepada kalian tentang hal ini, katakan saja bahwa kami beriman kepada
Al Qur’an beserta isinya, semuanya berasal dari Tuhan kami, lalu diamlah,
jangan diteruskan lagi jawabannya, apalagi bila sampai berbuat lebih jauh.
Tetapi
jika engkau beralasan bahwa kami melakukan itu karena kami suka untuk
mengetahui yang benar dari yang salah dalam masalah yang mereka perselisihkan,
lalu engkaupun menyelam lebih jauh, menyeelediki dan mendalami, niscaya
tindakan seperti itu tidak dijamin akan selamat dari fitnah kecuali bila
dikehendaki oleh Allah SWT. Maka terimalah nasihat ini, jangan engkau melampaui
batas dan jangan terlalu jauh melangkah dalam masalah tersebut. Karena
pada setiap fardhu dalam maslah ini terdapat syariat-syariat, batasan-batasan
dan sunnah-sunnah, maka pergunakanlah itu.
Pelajarilah
ia supaya dengan itu menjadi sempurna shalatmu, menjadi baik pula dengannya
usaha-usahamu, dan engkau pun tidak jatuh kepada riya’. Sibukanlah dirimu untuk
mempelajari kewajiban-kewajiban dalam agama mu, serta sibukanlah dirimu dalam
mempelajari batasan-batasan agama, dan itulah yang terbaik untukmu. Sebab,
apabila engkau telah mendalami ilmu, tentu engkau tidak bisa lepas dari
kesalahan orang yang tidak sepaham dengan ilmu yang ada padamu, sehingga engkau
melihat permasalahan demi permasalahan tanpa memperdulikan etika, padahal
kalian tidak pernah disuruh untuk hal itu.
Adapun
jika kalian sengaja melihat kepada perselisihan tersebut tanpa didasari ilmu
yang mendalam, tanpa bergaul dengan para ulama serta berdialog dengan mereka,
tentu tidak ada jaminan bagimu untuk tidak diuji dengan sesuatu yang segera
menyusup ke hati berupa fitnah.Dikatakan, tidak ada kesesatan kecuali dibalikya
ada perhiasan. Setelah itu, barangkali engkau akan meninggalkan kebenaran lalu
hatimu pun akan enggan untuk menerima kebenaran itu sesudahnya.
Ketahuilah,
ciri-ciri orang yang memperhatikan sunnah itu yaitu waspada terhadap langkah
yang terlalu jauh ke dalam bid’ah, karena kesadarannya tentang kehalusan
kalimat, kerumitannya dan pendalamannya tentang hal ini. Maka tidak usah heran
bahwa orang yang paling takut terhadap perdebatan adalah orang yang paling
banyak ilmunya, paling tajam pemikirannya, dan paling banyak pemahamannya.
Sebaliknya, orang yang berani terjun dalam perdebatan adalah orang yang paling
sedikit ilmunya, paling lemah pemikirannya, dan paling rendah pemahamannya.
Oleh
karena itu, waspada dan waspadalah, sesungguhnya kalian telah diperingatkan.
Telah dikatakan kepada kami, hendaklah kalian berpegang pada agama orang-orang
lemah, agama orang-orang badwi dan agama anak-anak (Yakni dalam hal tunduk dan
membenarkan). Kemudian terimalah nasihat supaya jangan sampai engkau termasuk
orang-orang yang dikatakan dalam ayat berikut : “ tetapi kamu tidak menyukai
orang-orang yang memberi nasihat. “ (QS. Al A’raf,79).
Ingat!
Hati-hatilah kepada Allah, Saudara-saudaraku, terimalah nasihat orang yang
prihatin terhadap nasibmu karena setan tidak pernah lalai dalam usahanya
menghalangimu dari jalan kebenaran. Ia selalu menjadikanmu suka untuk menggapai
kemenangan dalam perselesihan umat, dengan alasan demi mengenal kebenaran
berdasarkan praduganya serta demi memilih yang benar, seolah-olah ia sebagai
nasihat bagimu.
Akan
tetapi, sesungguhnya setan itu, melalui hawa nafsu dan fitnah akan membawamu
kepada bencana dan melalaikanmu dari mengingat hari kebangkitan. Duhai,
kesibukan hati yang bukan untuk pendekatan bahkan sebaliknya untuk menjauhakn
dari Tuhan mu, Ingat, janganlah engkau menolak bencana dengan cara mengikuti
hawa nafsu, semoga Allah melindungi kita semua dari hal demikian. Aamiin.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan