SYEIKH ABU ABDILLAH AL-HARITS BIN ASAD “AL-MUHASIBI”
Saudara-saudaraku!
Apabila orang lain melaksanakan amalan sunnah dengan berpuasa dan shalat demi
untuk mencari pahala, ingat, utamakanlah niatmu dalam memperbanyak shalat
sunnah demi untuk menyempurnakan shalat fardhu, karena banyak cacatnya. Sebab,
cita-cita orang yang berakal dalam seluruh amalan kebajikannya dan amalan
sunnahnya adalah untuk menyempurnakan yag fardhu.
Telah
sampai kepada kami, sesungguhnya di atas Jahannam terdapat beberapa jembatan.
Pada
jembatan pertama si hamba akan ditanya, maka jika imannya bebas dari nifaq,
riya, keraguan dan ujub, ia akan selamat. Tetapi, jika tidak, pasti ia akan
terlempar ke neraka. Lalu pada jembatan kedua ia akan ditanya tentang wudhu,
mandi jinabah, tentang shalat dan puasa, maka jika ia telah menjalankannya
dengan sempurna, ia akan selamat dan kalu tidak, ia akan terlempar ke neraka.
Kemudian,
pada jembatan ketiga akan ditanya pula tentang zakat, haji, dan umrah. Maka
jika ia telah melaksanakannya dengan sempurna, selamatlah ia. Kalau tidak, akan
terlemparlah ia ke neraka. Semoga Allah SWT melindungi kita sekalian dari api
neraka.
Di antara
sahabat ada yang berkata : “Pertama-tama yang bakal diperhitungkan dari si
hamba pada hari kiamat ialah Shalat wajib, maka jika ia sempurnakan shalatnya,
ia akan selamat. Jika tidak. Akan dikatakan kepadanya ‘Lihat! Apakah ia
memiliki amaan sunnah? Maka jika ia mempunyianya, akan disempurnakan
kewajibannya dengan yang sunnah itu, tetapi jika kewajibannya tidak sempurna
sedang ia tidak memiliki amalan yang sunnah, maka akan ditarik ujung rambut dan
ujung kakinya, lalu dilemparkan ke neraka.” Semoga Allah melindungi kita
sekalian dari hal demikian.
Telah
sampai kepada kami bahwa Allah STW berfirman : Tidak selamat dari-Ku hamba Ku
kecuali dengan melaksanakan apa yang telah Aku wajibkan kepadanya.”
Saudara-saudaraku, kini aku yakin bahwa aku dituntut untuk melaksanakan
kewajiban yang belum sempurna, bahkan tidak pula mendekati kesempurnaan,
padahal aku juga menemukan kekurangan dalam amalan sunnahku lebih berlipat
lagi. Maka, sempitlah dadaku sehingga aku khawatir bahwa kewajiban yang tidak
pernah sempurna itu menjadi sia-sia, lalu ditambah pula dengan amalan sunnah
yang ternyata lebih tidak berguna.
Nah,
bagaimana akan menjadi baik, pakaian compang-camping yang ditambal dengan
tambalan yang buruk. Maka akupun yakin tentang amalan yang jauh dari
kesempurnaan dan aku pun khawatir bahwa diriku akan terlempar bersama
orang-orang yang terlempar. Sehingga akhirnya terpaksa aku berusaha keras untuk
menunaikan segala kewajiban dengan sesempurna mungkin, namun tetap sangat butuh
kepada amalan sunnah untuk menutupi kekurangan dalam batasan-batasannya. Di
sampiing itu, akupun sangat memerlukan perbuatan-perbuatan kebajikan untuk
menutupi keburukan-keburukan ku, dan hal itu cukup membuatku sibuk dari tujuan
mencari pahala melalui amalan sunnah.
Sungguh
aku telah banyak sekali mengabaikan batasan-batasan kewajiban. Maka,
renungkanlah urusan kalian, dan jika apa-apa yang telah menimpaku berupa
kelalaian telah menimpa kalian pula meski hanya sebagiannya, perbanyaklah
amalan sunnah untuk menyempurnakan kewajiban tersebut! Sebab, telah sampai
kepada kami bahwa Allah SWT tidak menerima amalan sunnah sebelum kewajiban
(yang fardhu) dilaksanakan. Dan telah sampai kepada kami pula bahwa kekurangan
dalam kewajiban bakal ditutupi bilangannya dengan amalan-amalan sunnah bila
amalan sunnah itu memadai.
Demikian
pula dengan kekurangan yang terdapat pada zakat, dapat ditutupi dengan sedekah
bila memang sedekah itu memadai, dan seperti inilah seterusnya seluruh amalan
kebajikan yang lainnya.
Dapun
orang-orang berakal yang selalu menjungjung tinggi hukum-hukum Allah, maka jika
ia sangat gemar melaksanakan amalan sunnah, biasanya yang dominan dalam hati
dan niatnya adalah melaksanakan kewajiban terhadap Allah, kemudian ia
sempurnakan kekurangannya dengan amal kebajikan yang banyak tersebut. Tidak
hanya memperrbanyak, namun sudah seharusnya bahwa tujuan dan niatnya adalah
untuk menyempurnakan hak-hak Allah SWT dengan rasa prihatin terhadap
kekurangannya. Itulah akal yang paling utama, niat yang paling baik, dan amalan
yang paling tinggi nilainya serta paling berat bobotnya. Rasulullah saw. Telah
mensifati orang-orang seperti itu melalui sabdanya : “Ingatlah,
sesungguhnya orang-orang yang beramal itu, mereka adalah Ulama Allah, yang
memahami Allah dan mengerti tetang-Nya serta menjalankan kewajiban mereka
terhadapt-Nya.”
Sampai
kepada ucapan Beliau : “Merekalah orang-orang pilihan Allah di antara
makhluk-Nya.” Inilah pperbedaan keutamaan antara dua orang, yang satu, tujuan
dan niatnya adalah untuk menyempurnakan amal perbuatan demi Junjungannya, tidak
peduli akan diberi pahala atau tidak untuk hal demikian. Sedang yang lain
bagaikan orang upahan jahat yang hanya menuntut upah, padahal sebenarnya ia
hanya merusak pekerjaan-pekerjaan orang yang mengupahnya. Tentu saja orang
seperti ini sebenarnya lebih pantas untuk mendapatkan ssangsi dari upah, karena
amemang selamanya ia hanya meminta upah pada sesuatu yang dapat mendatangkan
sangsi.
Seorang
tokoh Ilmu Pengetahuan berkata : “Sekelompok orang merasa telah telah
mengerjakan perbuatan-perbuatan taat yang banyak, tetapi ketika berada di
hadapan Allah, mereka mencari-cari pahala dari perbuatan mereka dahulu, namun
mereka malah menemukan bahwa ternyata Allah SWT telah membuat perhitungan
dengan mereka sampai kepada hal kecil seberat atom. Sehingga nampaklah bagi
mereka dari Allah SWT apa yang tidak mereka kira sebelumnya.”
Oleh
karena itu, Wahai saudara-saudaraku, jadikanlah tujuan utamamu dalam
memperbanyak amalan sunnah hanya untuk menutupi kekurangan pada amal perbuatan
yang wajib. Karena itulah niat yang paling utama, tujuan yang paling mulia dan
paling cocok dengan kecintaan Allah SWT. Dari titik inilah sebagian orang dapat
mengungguli sebagian yang lain dan mereka saling melebihi dalam keutamaan.
Semoga Allah memberikan Taufik kepada kita sekalian untuk setiap kebaikan
melalui rahmat-Nya. Aamiin.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan