“Rujukan Lengkap Ilmu Tasawuf”
Judul Asli: Kitab Al-Luma‘
Oleh: Abu Nashr as-Sarraj
DZIKIR
Syekh Abū Nashr as-Sarrāj rahimahullāh berkata:
Saya pernah mendengar jawaban Ibnu Salīm ketika
ditanya tentang dzikir:
“Ada tiga macam bentuk dzikir:
dzikir dengan lisan yang memiliki sepuluh
kebaikan,
dzikir dengan hati yang memiliki tujuh ratus
kebaikan dan
dzikir yang pahalanya tidak dapat ditimbang dan
dihitung, yaitu puncak kecintaan kepada Allah serta perasaan malu karena
kedekatan-Nya.”
Ibnu ‘Athā’ rahimahullāh ditanya: “Apa yang
dikerjakan dzikir dengan berbagai rahasia?” Maka ia menjawab: “Dzikir kepada
Allah, apabila sampai pada rahasia-rahasia hati dengan pancaran sinarnya maka
dalam haqīqatnya akan menghilangkan sifat-sifat kemanusiaan (basyariyyah)
dengan segala kepentingan nafsunya.”
Sementara Sahl bin ‘Abdullāh rahimahullāh mengatakan:
“Tidak setiap orang yang mengaku berzikir (mengingat Allah) mesti orang yang
ingat.”
Sahl bin ‘Abdullāh juga pernah ditanya tentang
makna dzikir, lalu ia menjawab: “Ialah mengaktualisasikan pengetahuan, bahwa
Allah senantiasa melihat anda. Maka dengan hati anda akan menyaksikan-Nya dekat
dengan anda dan anda merasa malu dengan-Nya. Kemudian anda memprioritikan-Nya
daripada diri anda sendiri dan seluruh kondisi spiritual anda.”
Syekh Abū Nashr as-Sarrāj – raḥimahullāh –
berkata: Allah s.w.t. berfirman:
فَاذْكُرُوا اللهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ
ذِكْرًا
“Maka berzikirlah (dengan menyabut) Allah,
sebagaimana kamu menyebut-nyebut nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikir lebih
banyak dari itu.” (al-Baqarah: 200).
Di ayat lain Allah s.w.t. berfirman:
اذْكُرُوا اللهَ ذِكْرًا كَثِيْرًا
“Berdzikirlah kepada Allah dengan dzikir yang
sebanyak banyaknya.” (al-Aḥzāb: 41).
Ayat ini lebih ringkas dari sebelumnya.
Kemudian di ayat lain Allah juga berfirman:
فَاذْكُرُوْنِيْ أَذْكُرْكُمْ
“Ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat
(pula) kepadamu.” (al-Baqarah: 152).
Oleh karenanya, orang-orang yang berzikir
kepada Allah s.w.t. mempunyai tingkatan-tingkatan yang berbeda sebagaimana
tingkatan-tingkatan perintah dzikir kepada mereka.
Sebagian guru Sufi ditanya tentang dzikir, maka
ia menjawab: “Dzāt Yang diingat hanyalah satu, sedangkan dzikirnya berbeda-beda
dan tempat hati orang-orang yang berzikir juga berbeda-beda tingkatannya.”
Landasan dasar dzikir adalah memenuhi panggilan
al-Haq dari sisi kewajiban-kewajiban.
Sementara itu dzikir terbagi dua aspek:
Pertama: at-tahlīl (membaca kalimat tauḥīd Lā ilāha illā Allāh), tasbīḥ
(membaca kalimat subḥānallāh) dan membaca al-Qur’ān. Kedua: mengingatkan hati
tentang syarat-syarat mengingat kemahasucian Allah s.w.t. Asmā’ (Nama-nama) dan
Sifat-sifat-Nya, kebaikan-Nya yang merata dan takdir-Nya yang berlangsung pada
semua makhluk.
Sehingga:
dzikirnya orang-orang yang berharap adalah
ingat akan janji-Nya,
dzikirnya orang-orang yang takut adalah karena
ingat ancaman-Nya,
dzikirnya orang-orang yang tawakkal adalah
ingat akan kecukupan-Nya yang tersingkap oleh mereka,
dzikirnya orang-orang yang selalu murāqabah
adalah mengingat akan kadar yang ditunjukkan Allah pada mereka sedangkan,
dzikirnya orang-orang yang cinta adalah
mengingat akan kadar penelitian mereka akan nikmat-nikmat Allah.
Syeikh Asy-Syiblī raḥimahullāh pernah ditanya
tentang haqīqat dzikir, maka ia menjawab: “Ialah melupakan dzikir. Yakni
melupakan dzikir anda pada Allah s.w.t. dan melupakan segala sesuatu selain
Allah ‘azza wa jalla.”
Tiada ulasan:
Catat Ulasan