Wathiq) bila
hendak membunuh seseorang, ia mengajak kami menyaksikannya. Suatu saat
dihadapkan kepadanya seorang lelaki tua yang disemir rambutnya dalam keadaan
terikat”. (Orang tua ini adalah Abu Abdillah Ahmad bin Hambal Rahimahullah).
Ayahku itu
berkata: “Izinkan Abu Abdillah (Ibnu Abi Duad, kuniyahnya sama dengan Imam
Ahmad) beserta para sahabatnya untuk masuk”. Yang dimaksudkan adalah Ibnu Abi
Duad. Perawi berkata: “Maka masuklah orang tua itu (Imam Ahmad)”. Orang itu
berucap: “Assalamu’alaika Yaa Amiral Mukminin”. (semoga keselamatan atas
dirimu). Beliau (Al Watsiq) menjawab: “Laa Sallamallahu ‘Alaika.” (semoga Allah
tidak memberikan keselamatan atas kamu). Lelaki itu membalas: “Sungguh hina
cara kamu memberikan salam. Padahal Allah Ta’ala berfirman (yang beerti):
“Apabila
kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan
yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa).” (An Nisaa’ : 86)
Ayahku pun
membalas salamnya: “Waalaikasalam!” balasnya, kemudian berkata kepada Ibnu Abi
Duad: “Tanyalah kepadanya!”
Syaikh itu
berkata: “Wahai Amirul Mukminin, saya dalam keadaan terikat seperti ini, saya
mengerjakan solat dalam penjara dengan bertayamum, saya tidak diberi air.
Lepaskanlah dahulu ikatan saya ini dan berilah saya air agar saya dapat bersuci
dan mengerjakan solat setelah itu tanyalah apa yang ingin ditanyakan padaku.”
Lalu ayahku
memerintahkan para pengawal agar melepas ikatannya dan memberinya air. Imam
Ahmad berwudhu lalu mengerjakan solat. Kemudian ayahku berkata kepada Ibnu Abi
Duad: “Tanyalah kepadanya!”
Ibnu Abi
Duad berkata: “ Lelaki itu (Imam Ahmad) pandai berkata-kata.”
Maka ayahku
berkata: “Ajaklah ia bicara.”
Ibnu Abi
Duad bertanya: “ Apakah pendapatmu mengenai Al Qur’an?”
Lelaki tua
itu menjawab: “Dia tidak bersikap adil terhadapku. Aku yang seharusnya
bertanya.”
Ayahku (Al
Wathiq) berkata: “Tanyalah kepada Ibnu Abi Duad.”
Lelaki itu
bertanya: “Apakah pendapatmu mengenai Al Qur’an?”
Ibnu Abi
Duad menjawab: “Al Qur’an itu makhluk (bukan kalam Illahi)!”
Syaikh
(lelaki tua) itu bertanya lagi: “Apakah ucapan itu adalah sesuatu yang sudah
diketahui oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi wasallam, Abu Bakar, Umar dan Al
Khulafa’ Ar Rasyidun yang lain atau belum?”
Ibnu Abi
Duad menjawab: ”Belum.”
Lelaki itu
berkata: “Maha Suci Allah, sesuatu (masalah agama) yang tidak diketahui Nabi,
namun kamu mengetahuinya?!”
Ibnu Abi
Duad menjadi malu. Lalu ia berkata: “Beri aku kesempatan lagi!”
Lelaki tua
itu berkata lagi: “Pertanyaannya tetap sama.”
Ibnu Abi
Duad menjawab: “Ya, mereka telah mengetahuinya.”
Lelaki tua
itu bertanya lagi: “Mereka mengetahuinya, namun tidak mendakwahkannya kepada
manusia?”
Ibnu Abi
Duad menjawab: “Benar”.
Lelaki tua
itu bertanya lagi: “Apakah yang cukup bagi mereka lakukan tidak cukup bagimu?”
Syaikh itu
berkata lagi : “Suatu perkara yang tidak didakwahkan oleh Rasulullah Shalallahu
alaihi wa sallam ,tidak pula Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali radhiallahu anhum,
lalu kamu mendakwahkannya kepada umat manusia?? Tidak boleh tidak kamu
harus berkata: ”Mereka (Para shahabat) mengetahuinya atau mereka tidak
mengetahuinya”. Jika kamu katakan : ”Mereka mengetahuinya! Namun mereka tidak
menyuarakannya, maka cukuplah bagi kita semua apa yang telah cukup bagi mereka,
iaitu tidak menyuarakannya!! Jika kamu katakan: ”Mereka tidak
mengetahuinya! Tetapi sayalah yang mengetahuinya! Maka sungguh celaka kamu
ini!! Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam dan para khulafa-ur Rasyidin
radhiallahu anhum tidak mengetahuinya sementara kamu dan sahabat-sahabat kamu
mengetahuinya!!”
Al Muhtadi
berkata: ”Aku lihat ayahku langsung berdiri dan masuk ke dalam taman, ia
tertawa sambil menutup wajahnya dengan bajunya dan berkata: ”Benar juga, tidak
boleh tidak, kita harus mengatakan: ”Mereka mengetahuinya atau mereka tidak
mengetahuinya”. Jika kita katakan: ”Mereka mengetahuinya! Namun mereka tidak
menyuarakannya, maka cukuplah bagi kita semua apa yang telah cukup bagi mereka,
iaitu tidak menyuarakannya! Jika kita katakan: “Mereka TIDAK mengetahuinya! Kamulah
yang mengetahuinya, maka sungguh celaka kita ini!! Rasulullah Shalallahu alaihi
wa sallam dan para Khulafa-ur Rasyidin radhiallahu anhum tidak mengetahuinya
sementara kamu dan sahabat kamu mengetahuinya?!”
Kemudian
ayahku berkata: ”Hai Ahmad!”
“Laabaika!“,
Jawabnya. (Imam Ahmad bin Hambal)
“Bukan kamu
yang saya maksudkan,tapi Ahmad bin Abi Duad!”, sahut ayahku.
Maka Ibnu
Abi Duad pun segera mendatanginya, ayahku berkata: ”Berilah Syaikh ini nafkah
dan keluarkanlah dari negeri kita!”
[Dalam
riwayat as Siyaar: ”Beliau lalu menyuruh orang membuka ikatan lelaki tua itu
dan memberikan kepadanya 400 dinar,lalu membenarkannya pulang. Semenjak itu
Ibnu Abi Duad dipandang sebelah mata oleh Khalifah Al Watsiq, dan setelah itu
ayahku tidak pernah menguji orang dengan keyakinan sesat tersebut.]
Dalam
riwayat lain: Al Muhtadi berkata: saya pun bertaubat dari pegangan yang sesat
tersebut dan saya kira semenjak saat itu ayah saya pun bertaubat darinya”
Tiada ulasan:
Catat Ulasan