Syeikh Ibrahim
bin Khauwash adalah salah seorang murid Yusuf bin al-Husain.
Berkat
persahabatannya dengan Yusuf itulah Ibrahim bin Khauwash memperoleh kemajuan
spiritual yang menakjubkan, sehingga ia sanggup berjalan mengarungi padang
pasir tanpa bekal makanan dan binatang tunggangan. Melalui Ibrahim bin Khauwash
inilah kita mendengar kisah berikut ini.
Pada suatu
malam, terdengar olehku sebuah suara yang menyeruku.
"Pergi
dan katakan kepada Yusuf bin al-Husain 'engkau adalah salah seorang di antara
orang-orang yang ditolak!".
Kata-kata ini sedemikian menyedihkan hatiku, sehingga seandainya sebuah gunung ditimpakan ke atas kepalaku, niscaya lebih mudah kutanggungkan daripada menyampaikan kata-kata itu kepada Yusuf.
Kata-kata ini sedemikian menyedihkan hatiku, sehingga seandainya sebuah gunung ditimpakan ke atas kepalaku, niscaya lebih mudah kutanggungkan daripada menyampaikan kata-kata itu kepada Yusuf.
Malam
esoknya terdengar pula seruan yang lebih keras. "Katakan kepada Yusuf,
'engkau adalah salah seorang di antara orang-orang yang ditolak!".
Aku bangun,
bersuci dan memohon ampunan Allah. Aku mere-nungi hai ini hingga malam yang
ketiga, dan seruan itu terdengar pula:
"Katakan
kepada Yusuf, 'engkau adalah salah seorang di antara orang-orang yang
ditolak!". Jika pesan ini tidak engkau sampaikan kepadanya, akan Kami
timpakan bencana kepadamu sehingga kau tak dapat bangun lagi".
Dengan sangat sedih akupun bangkit dan pergi ke masjid, di mana kulihat Yusuf sedang duduk di tempat imam shalat.
Dengan sangat sedih akupun bangkit dan pergi ke masjid, di mana kulihat Yusuf sedang duduk di tempat imam shalat.
"Adakah
syair yang hapal olehmu?" Yusuf bertanya ketika ia melihat kedatanganku.
"Ya",
jawabku. Akupun mengingat-ingat sebuah syair berbahasa Arab lalu
kusenandungkan. Yusuf begitu senang mendengar syair itu. Ia berdiri dan tetap
berdiri untuk waktu yang lama. Air matanya bercucuran, seolah bercampur dengan
darah. Kemudian ia berpaling kepadaku dan berkata:
"Sejak
dilahirkan hingga saat ini, orang-orang telah membacakan al-Qur'an untukku,
namun tak setetes air mata yang pernah kutumpahkan. Tetapi melalui sebuah syair
yang engkau senandung-kan itu, aku mengalami keadaan seperti ini, air mataku
bercucuran. Sangatlah tepat apabila orang-orang mengatakan bahwa aku adalah
seorang bid'ah. Seruan Ilahi telah berkata dengan sebenarnya, bahwa aku adalah
salah seorang di antara orang-orang yang ditolak. Seseorang yang sedemikian
terharu mendengar sebuah syair tetap al-Qur'an tak sedikit pun menggugah
hatinya, adalah benar-benar salah seorang yang ditolak"
.
Hatiku
goncang karena menyaksikan kejadian ini dan men-dengarkan kata-katanya.
Goyahlah keyakinanku kepada Yusuf. Aku takut. Akupun bangkit dan berjalan ke
arah padang pasir. Dalam perjalanan tersebut kebetulan aku bertemu dengan
Khidir dan ia berkata kepadaku:
"Yusuf
bin al-Husain telah menerima pukulan Allah, tetapi tempatnya adalah puncak
tertinggi di dalam surga. Seorang manusia harus menempuh jalan Allah sedemikian
jauh dan sedemikian kokoh-nya, sehingga walau dahinya ditampar oleh tangan
penolakan, tempatnya masih tetap di puncak tertinggi di dalam surga. Apabila di
atas jalan Allah ini tingkat para raja tak tercapai olehnya, setidak-tidaknya
tingkatnya tidak di bawah para menteri".
Tiada ulasan:
Catat Ulasan