Seorang
saudaragar telah membeli seorang hamba perempuan seharga seribu dinar di
Nishapur. Ia berpiutang kepada seorang di kota lain. Si saudagar hendak pergi
ke sana dengan segera untuk menagih piutangnya itu. Tetapi di kota Nishapur tak
seorang pun yang dapat dipercayainya untuk dititipkan hamba perempuannya itu.
Oleh karena itu pergilah ia menemui Abu' 'Utsman al-Hiri dan menjelaskan
masalah yang dihadapinya itu. Mula-mula Abu 'Utsman menolak titipan budak
perempuan itu, tetapi si saudagar tetap meminta pertolongannya:
"Izinkanlah
dia tinggal di dalam haremmu. Aku akan kembali dalam waktu secepatnya".
Akhirnya Abu
'Utsman menyerah dan si saudagar meninggalkan tempat itu. Tanpa disengaja
terpandanglah gadis itu oleh Abu 'Utsman dan iapun tergila-gila kepadanya. Ia
tak tahu apa yang harus dilakukannya. Akhirnya pergilah ia ke rumah gurunya Abu
Hafshin bin Haddad, untuk meminta nasehat. Abu Hafshin bin Haddad me
nasehatkan:
"Pergilah
ke Rayy dan mintalah nasehat kepada Yusuf bin al-Husain".
Maka
berangkatlah Abu 'Utsman ke negeri Iraq. Ketika sampai di kota Rayy,
ditanyakannya tempat tinggal Abu Yusuf bin al-Husain. Tetapi orang-orang
mencegahnya ke sana.
"Apakah
urusanmu dengan manusia bid'ah yang terkutuk itu? Engkau tampaknya sebagai
seorang yang saleh, bergaul dengannya berarti menjerumuskan dirimu
sendiri".
Sedemikian
banyak keburukan-keburukan Yusuf yang diperkatakan orang sehingga Abu 'Utsman
menyesal, mengapa ia sampai datang ke kota Rayy itu. Akhirnya iapun kembali ke
Nishapur.
"Apakah
engkau telah bertemu dengan Yusuf bin al-Husain?" satu pertanyaan Abu
Hafshin menyambut kedatangannya di Nishapur.
"Tidak",
jawab Abu 'Utsman.
"Mengapa
tidak?" tanya Abu Hafshin.
"Aku
dengar segala tingkah laku Yusuf", kemudian lalu dikisah-kannya segala
sesuatu yang disampaikan penduduk Rayy kepadanya. "Oleh karena itulah aku
tidak pergi menemuinya dan kembali ke Nishapur".
"Kembalilah
ke Rayy, dan temuilah Yusuf", Abu Hafshin mendesak 'Utsman.
Abu
"Utsman pergi lagi ke Rayy dan sekali lagi bertanya-tanya, di manakah
tempat tinggal Yusuf. Dan penduduk kota Rayy seratus kali lebih banyak
memburuk-burukkan Yusuf daripada sebelumnya.
"Aku
mempunyai suatu urusan penting dengan Yusuf", Abu 'Utsman menjelaskan
kepada mereka.
Akhirnya
mereka mau juga menunjukkan kediaman Yusuf. Sesampainya di tempat Yusuf,
dilihatnya seorang tua yang sedang duduk. Dan seorang remaja tampan yang tak
berjanggut berada di depannya. Si pemuda sedang menyajikan sebuah cembung dan
cangkir. Wajahnya berseri-seri. Abu 'Utsman masuk, mengucapkan salam dan duduk.
Syeikh Yusuf memulai pembicaraan, mengucapkan ajaran-ajaran yang sedemikian
mulia dan luhur, membuat Abu 'Utsman terheran-heran. Akhirnya berkatalah Abu
'Utsman:
"Demi
Allah, dengan kata-kata dan pemikiran-pemikiran seperti ini, apakah yang telah
terjadi atas dirimu? Anggur dan seorang remaja yang belum berjanggut?"
"Remaja
yang tak berjanggut ini adalah puteraku, dan hanya sedikit orang yang tahu
bahwa ia adalah puteraku", jawab Yusuf. "Aku sedang mengajarkan
al-Qur'an kepadanya. Bejana anggur ini, kebetulan kutemukan di tempat sampah.
Bejana ini kuambil, kucuci dan kuisi air, sehingga aku dapat menyuguhkan air
kepada orang-orang yang ingin minum karena selama ini aku tak punya sebuah
tempayan pun".
Abu 'Utsman
bertanya pula, "Demi Allah, mengapakah engkau bertingkah laku seperti ini
sehingga orang-orang mengatakan hal-hal yang bukan-bukan mengenai dirimu?"
"Aku
bertingkah laku seperti ini agar tidak ada orang yang sudi menitipkan hamba
perempuannya yang berbangsa Turki kepadaku".
Mendengar
jawaban ini, Abu 'Utsman merebahkan dirinya di kaki sang syeikh. Sadarlah ia
bahwa Yusuf sebenarnya telah mencapai tingkat kesalehan yang tinggi.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan