"Janganlah cita-citamu tertuju kepada
selain Allah karena harapan seseorang tidak akan dapat malampui Al-Karim (yang
maha pemurah)".
Hikmah ini sebagai buah/hasil dari hikmah
sebelumnya dengan mengangan-ngangan serta mempelajarinya, yakni Dzat yang
memiliki wujud yang haq yaitu wajib wujudnya (adanya) yang tiada duanya maka
dari itu wujudnya adalah wujud yang azaly yang tiada awalnya.
Sedangkan apa yang kau saksikan
disekililingmu dari dunia itu wujudnya tidak seperti Allah melainkan wujudnya
bertahap (sedikit demi sedikit) dalam rentan waktu yang lama.
Disaat aqalmu telah sempurna dalam
keyaqinan ini dan ilmu dan haqiqatnya telah terpatri dalam hatimu maka itulah
tauhid yang telah ditetapkan Allah dan yang terkandung dalam suatu kalimat yang
Allah mensifatinya dengan kalimat thoyyibah yaitu (لااله
الا
الله).
Jika kita telah mengetahui bahwa wujud
Allah, kekuasaanNya, kemurahanNya, serta kepemilikanNya tiada yang membandingi,
maka jelaslah bagi kita untuk hanya menggantungkan cita-cita pada Dzat yang
tunggal dalam segala makna dan sifat-sifat yang telah disebut sebelumnya.
Dan telah kau ketahui bahwa sang pemilih
wujud/lari dari sifat wujud hanya Allah saja, maka wajiblah bagi kita untuk
tidak melampui Allah dengan cita-cita kita, apapun cita-cita itu dari mana
cita-cita muncul.
Dan jikalau cita-cita (harapan) itu
berhubungan dengan rizqi, maka tujukanlah harapanmu hanya pada Dzat yang
seluruh kerajaan langit dan bumi ada pada kekuasaanNya.
Jikalau harapan itu berhubungan dengan
kesehatan, maka tujukanlah harapan itu hanya pada Allah yang nabi Ibrohim
kholilulloh berkata :
Artinya : "Dan apabila aku sakit,
Dialah Yang menyembuhkan aku".(QS. As-Syu'ara'-80)
Jikalau harapan itu berhubungan dengan
keturunan dan kesejahteraan serta rasa aman maka mantapkanlah harapan itu
berdasar ayat Allah :
Artinya : "Barangsiapa yang
mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik". (QS.
An-Nahl- 97)
Jikalau harapan itu berhubungan dengan
tercegahnya sesuatu yang tidak dia sukai seperti amannya dia dari orang dzolim
atau musuh maka mantapkanlah harapan itu hanya pada Allah yang telah
mengkhitobi nabi musa dan harun dengan ayat :
Artinya : Allah berfirman:
"Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku
mendengar dan melihat". (QS. Thoha: 46)
Dan demi umurku, berdasarkan
keterangan-keterangan diatas bagi orang yang berharap dengan harapan-harapan
diatas kepada selain Allah maka dia telah menyekutukannya dan dia telah ragu
pada kalimat thoyyibah لاإله
إلاالله
Jika kau bertanya tentang ucapan nabi
musa dan harun saat keduanya menyatakan takut pada fir'aun :
Artinya : "Berkatalah mereka berdua:
"Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami khawatir bahwa ia segera menyiksa kami
atau akan bertambah melampaui batas". (QS. Thoha : 45)
Maka saya jawab : bahwasanya harapan
keduanya untuk terlepas dari kekejaman fir'aun tersebut itu tertuju pada Allah,
bukan fir'aun, karena yang dikehendaki dari ucapan tersebut adalah agar Allah
tidak menjadikan fir'aun mampu untuk berbuat buruk kepada keduanya. Maka dari
itu ucapan tersebut adalah puncak dari ketauhidan kepada Allah SWT dan
sifat-sifatNya yang agung maka dari itu Allah menentramkan hati keduanya dengan
jawabanNya :
Artinya : Allah berfirman:
"Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku
mendengar dan melihat". (QS. Thoha: 46)
Oleh karena itu maka tauhid, ‘itiqod dan
ucapan lisan wajib terbangun darinya tauhiduttholla'at As sulukiyyah. Dan juga
hubungan-hubungan sosial sedangkan untuk yang kedua (hubungan sosial) ini
sebagaiman yang telah diperintahkan nabi kepada Abdullah bin Annas disaat dia
mnegikuti nabi dari belakang,
"Wahai anak muda, saya akan memberi
tahu kepada kamu beberapa kalimat : " meminta penjagaanlah kepada Allah
maka Allah akan menjagamu , meminta penjagaanlah kepada Allah maka kamu akan
menemukanNya dengan menghadap kearah kamu, ketika kamu meminta maka memintalah
kepada Allah, dan kekita kamu meminta pertolongan maka meminta pertolonganlah
kepada Allah, sesungguhnya suatu umat ketika berkumpul untuk meminta
pertolongan kepada kamu atas sesuatu yang sudah Allah berikan kepada kamu, dan
kekita mereka berkumpul untuk membahayakan kamu dengan sesuatu yang sudah Allah
pastikan, maka akan dihilangkan catatan-catatan dan ditutup beberapa buku.
Dan perkara tersebut bukanlah tauhid yang
mencukupi dalam hakikatnya, akan tetapi sebuah aqidah yang tidak bisa terlepas
dari hasil sebuah aplikasi (praktek) disaat praktek atau aplikasi kemantapan
hati untuk mengarahkan harapan hanya kepada Allah subhanahu Wata'ala maka
segala hal yang berhubungan dengan sebab-sebab (rizki, kesehatan, kekuatan,
aman,tentram) akan selaras dengan perintah Allah dan menjadi begian yang tak
akan terpisahkan dari tauhid Allah.
Jika ini sudah jelas, maka antara
sebab-sebab pokok dan sebab-sebab rohmat ilahi juga perantara-perantarNya tidak
akan ada bedanya, karena sebagaimana menjadikan hujan sebagai sebab adanya
tumbuhnya tanaman , makanan sebagai sebab adanya kenyang, obat sebagai sebab
sembuhnya seseorang, begitu juga derajat rasulallha disisi Allah dan cinta
rasul sebagai sebab turunnya rohmat dan syafa'at bagi hamba-hambanya
sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An Binya : 107
Artinya : "Dan tiadalah Kami
mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam". (QS.
Al-Anbiya' : 108)
juga pada surat An nisa' : 64
Artinya : "Sesungguhnya jikalau
mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada
Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati
Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang". (QS. An-Nisa' : 64)
Dan semua itu boleh dijadikan perantara
asal dalam hatinya tidak boleh hilang bahwa semua itu adalah kehendak dan
perintah dari sang tunggal dalam wujudnya. Serta perbuatan "makan"
saat lapar, minum saat haus serta memakan obat saat sakit adalah sebuah bentuk
aplikasi dari seorang hamba atas apa yang telah menjadi perintah Allah /
kehendakNya. Serta bentuk memuliakannya untuk hamba tersebut yang mengherankan,
terkadang ada seseorang yang sakit meminta tolong kepada dokter seraya berkata
: "Dok, tolong sembuhkan penyakit saya ini dan dia tidak merasa bersalah
dan menghiraukan ucapan tersebut, dan dia tidak tahu bahwa ucapan tersebut akan
merusak ketauhidannya.
Tiada beda antara Assabab Al ja'liyyah
yang ada dalam obat untuk penyembuhan, Assabab ajja'liyyah Yang ada dalam
tawashul untuk sembuh lewat derajat rasullah salallhu'alaihi wasalalam, sebab
Allah menaruh sebuah hikmah yang jelas atau tidak terang dalam penyembuhannya
lewat obat maupun tawashul kepada rasulallah maupun yang meminum air zamzam.
Dan yang lebih mengherankan lagi sebuah
golongan yang membeda-bedakan antara kebolehan tawashul kepada nabi saat hidup
dan wafatNya, disyari'atkan saat beliau masih hidup, tidak disyari'atkan saat
beliaui telah wafat.
Jelas sekali ini adalah ucapan yang
keliru mareka berasumsi bahwa masyru'nya adalah kekuatan dzatiyyah /jasad
beliau ketika masih hidup kekuatan itu ada tapi ketika sudah mati kekuatan itu
sudah redup dan hilang, padahal tawasshul yang kita bahas disini adalah
tawashul letak derajat rasulallah disisi Allah dan lebih jelas lagi maqom
/derajat rosul terus ada meskipun beliau sudah wafat. Cukuplah do'a yang
disunahkan rasulallha shalallahhu'alalihi wasalam setelah adzan sebagai bukti
yang bisa dijadikan justifikasi.
Akan tetapi takutlah kamu untuk memahami
sebab-sebab tersebut dengan "kekutan yang dititipkan pada sebab
tersebut" karena pemakaman tersebut dapat mengarahkan bahwa Allah sengaja
menaruhnya disebagian wujud sesuatu serta memberinya kekuasaan dan bisa
berfungsi, pemikiran seperti ini adalah syirik yang jelas karena akan muncul
apa bedanya kamu membuat berhala atau seseorang untuk disembah dengan kamu
membuat sesatu dengan disebut "kekuatan yang ditiitpkan sebagai sesembahan
?
Adakalanya kamu menjadikan kekuatan
tersebut sebagai kekuatan Allah SWT yang mana kekuatan tersebut disandarkan
kepadanya dan tidak terpisah darinya yang telah ditiitpkan dan ditaruh pada
sesuatu yang disebut dengan sebab jika demikian jelaslah kamu menjadikan
kekuatan tersebut sebagai sekutu Allah, bahwa sekutu yang lebih kuat dari Allah
yang mana Allah tidak bisa dikatakan tuhan jika tanpa kekuatan tersebut .
padahal jelaslah bahwa Allah terlepas dari kesalahan-kesalahan pemakaman
seperti ini sebab Allah telah berfirman :
Artinya : "Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya". (QS.
Ar-Rum : 25)
Juga pada ayat :
Artinya : "Sesungguhnya Allah
menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan
lenyap tidak ada seorangpun yang dapat menahan keduanya selain Allah".
(QS. Fathir : 41)
Katakanlah padaku, mana dari ayat-ayat
tersebut yang menetapkan adanya kekuatan yang ditiitpkan pada sebab ?
Ingatlah bahwa segala sesuatu didunia ini
yang tumbuh dan berkembang besar dan kecil, jelas dan samar, semua telah diatur
oleh Allah untuk membaca tasbih yang tak pernah terputus dan mengesakannya yang
tak pernah diam dengan aturanya " لاحول
ولاقوّة
الا
بالله"
Semoga Allah menghidupkan kita dan
mematikan kita, serta menggiring kita berdasar tuntutan aturan yang kokoh ini,
keyaqinan dalam aqal keteguhan dalam hati, dzikir dengan lisan, dan menjadikan
perkara-perkara tersebut sebagai pemberi syafa'at bagi kita dihadapan keburukan
dan kekuarangan.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan