Catatan Popular

Sabtu, 5 April 2025

Pertanyaan Kelima Belas PASAL (13) : Ruh di ketiadaan Mutlak (al-’adam al-mahdh).

PASAL Adapun mengenai pernyataan orang yang berpendapat bahwa tempat ruh-ruh adalah di ketiadaan mutlak (al-’adam al-mahdh).


Ini merupakan pendapat orang yang menyatakan bahwa ruh-ruh merupakan salah satu tampilan (‘aradh) di antara berbagai tampilan tubuh, yaitu daya hidup (hayah). 


Ini adalah pendapat al-Baqillani dan orang-orang yang mengikuti pendapatnya.

 

Demikian pula dinyatakan oleh Abu Hudzail al-’Allaf bahwa jiwa (nafs) merupakan sebuah tampilan (‘aradh) di antara berbagai tampilan yang ada. Akan tetapi, dia tidak menyebutkan bahwa “jiwa” adalah “hidup” (hayah), seperti yang dilakukan oleh Baqillani. Lalu dia menyatakan bahwa jiwa (nafs) adalah salah satu tampilan (‘aradh) seperti semua tampilan jisim lainnya. Menurut mereka, apabila jisim atau tubuh mengalami kematian, ruhnya “meniada” sebagaimana seluruh tampilan jisim yang keberadaannya menjadi syarat kehidupan juga menjadi tiada.

 

Di antara ada yang menyatakan bahwa tampilan (‘aradh) tidak mungkin berada pada dua waktu sekaligus seperti yang dinyatakan oleh mayoritas kalangan Asy’ariyah. Di antara pernyataan mereka adalah bahwa ruh manusia “saat ini’? bukanlah ruh manusia tersebut “sebelumnya” karena kalau memang demikian maka tidaklah mungkin terpisah kejadian yang adanya baginya satu ruh lalu ruh itu berubah, lalu ada satu ruh lagi yang kemudian berubah lagi. Demikian seterusnya untuk selamanya sehingga bagi satu individu akan terjadi pergantian seribu ruh atau lebih dalam satu saat di dalam rentang masa atau kurang dari itu.

 

Apabila individu yang bersangkutan mati, tidak akan ada ruh yang naik ke langit lalu kembali ke kuburnya dan direngkuh oleh para malaikat yang mereka bukakan bagi ruh tersebut gerbang-gerbang langit, sebagaimana pula tidak ada ruh yang diberi nikmat dan tidak pula diberi siksaan karena yang diberi nikmat dan ditimpa siksa adalah badan. Apabila Allah swt. berkehendak untuk memberi kenikmatan atau menimpakan siksa terhadap individu tertentu, Dia akan mengembalikan kehidupan kepada individu tersebut pada waktu yang Dia kehendaki Sebagai saat pemberian nikmat atau penimpaan siksa. Jika tidak seperti itu, tidak ada ruh sama sekali di situ (jasad individu yang bersangkutan) yang berada bersama jiwa individu tersebut.

 

Sebagian dari kalangan yang berpendapat seperti ini menyatakan bahwa kehidupan dikembalikan ke Tulang Ekor (‘ajb adz-dzanab) dan itulah yang akan ditimpa siksa atau diberi nikmat. Tentu saja pendapat seperti ini ditolak oleh al-Quran, sunah, ijmak para sahabat, dalil akal, dan dalil fitrah.

 

Ini merupakan pendapat orang yang tidak mengenal ruhnya, apa. lagi ruh orang lain. Allah swt. telah berbicara dengan jiwa (mafs) untuk “kembali”, “masuk” dan ‘keluar”. Nas-nas yang sahih telah secara gamblang menyatakan bahwa ruh dapat naik dan turun, direngkuh, dan dipegang, dilepaskan dan dibukakan baginya gerbang-gerbang langit dan ia juga dapat bersujud serta berbicara. Ruh dapat keluar mengalir seperti mengalirkan aliran air, serta dapat dikafani dan diberi wewangian menggunakan kafan dari surga atau dari neraka. Dinyatakan pula bahwa Malaikat Maut dapat mencabut ruh itu menggunakan tangannya, kemudian para malaikat lain mengambilnya dari tangan Malaikat Maut. Dari ruh itu juga dapat tercium aroma harum yang lebih semerbak daripada kesturi atau bau yang lebih busuk daripada bangkai. Ruh dapat dibawa dari satu langit ke langit, kemudian dikembalikan ke bumi bersama para malaikat. Apabila ruh itu keluar, pandangan orang yang bersangkutan akan melihatnya, sehingga dia dapat melihat ruh itu keluar. Al-Quran menunjukkan bahwa ruh dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain hingga geraknya mencapai tenggorokan.

 

Semua dalil yang kami sampaikan yang menunjukkan tentang pertemuan dan perkenalan antar ruh, serta bahwasanya ruh-ruh laksana pasukan yang dikerahkan dan berbagai dalil lainnya, telah membatalkan pendapat tersebut di atas. Rasulullah saw. telah: menyaksikan ruh-ruh manusia di malam Isra’ berada di sebelah kanan dan sebelah kiri Nabi Adam as.. Rasulullah saw. juga mengabarkan bahwa nyawa orang mukmin burung yang makan di pepohonan surga, serta bahwa ruh-ruh para syuhada berada di dalam tembolok burung hijau. Allah swt. mengabarkan bahwa ruh-ruh para pengikut Fir’aun selalu ditunjukkan neraka kepada mereka di setiap pagi dan petang.

 

Ketika bantahan itu disampaikan kepada al-Baqillani, ternyata dia bersikeras untuk menjawab. Dia berkata bahwa tampaknya pendapat itu muncul dari salah satu di antara dua sisi: pertama, ruh merupakan tampilan (‘aradh) kehidupan yang diletakkan pada bagian terkecil dari bagian-bagian tubuh. Atau kedua, akan diciptakan bagi kehidupan dengan kenikmatan dan siksaan itu sebuah jasad yang baru.

 

Tentu saja pendapat ini benar-benar rusak jika ditilik dari berbagai sisi.

 

Adakah pendapat yang lebih rusak dibandingkan pendapat orang yang menyatakan bahwa ruh manusia merupakan sebuah tampilan di antara berbagai tampilan yang ada sehingga ia terus berubah dari waktu ke waktu sebanyak ribuan kali? Yang apabila tampilan itu berpisah dari individu yang bersangkutan, maka tidak ada ruh lagi pada individu itu yang dapat menikmati kenikmatan ataupun merasakan siksaan. la tidak dapat naik dan tidak dapat turun. Ia tidak dapat ditahan dan tidak dapat dilepaskan.

 

Ini merupakan sebuah pendapat yang bertentangan dengan akal sehat, nas-nas Kitabullah, sunah, dan fitrah. Ini adalah pendapat orang yang tidak mengenal dirinya sendiri.

 

Di bagian mendatang akan disampaikan beberapa bukti yang menunjukkan kebatilan pendapat ini yang akan disampaikan dalam jawaban atas masalah ini, insyaallah. Pendapat ini merupakan sebuah pendapat yang tidak pernah disampaikan oleh siapa pun dari kalangan salaf umat ini dari kalangan sahabat, tabiin, dan para imam kaum muslimin.

 


Tiada ulasan: