Catatan Popular

Sabtu, 5 April 2025

Pertanyaan Kelima Belas PASAL (3) : Ruh berada di serambi kuburan mereka.

PASAL Adapun mengenai pernyataan orang yang berpendapat bahwa ruh-ruh berada di serambi kuburan mereka. 


Maka apabila yang dimaksud oleh orang itu hal tersebut merupakan sesuatu kondisi yang harus terjadi pada semua ruh. Ruh-ruh tersebut untuk selamanya berada di situ, pendapat seperti itu merupakan pendapat yang keliru dan tertolak oleh semua nas Kitabullah dan sunah dari begitu banyak segi yang sebagiannya telah kami sebutkan. Di bagian mendatang kami akan sampaikan sebagian lagi di antaranya yang belum kami sebutkan, insyaallah.

 

Apabila yang dimaksud oleh orang itu, yaitu bahwa ruh-ruh berada di serambi kuburan mereka untuk sementara atau bahwa ruh-ruh itu dapat mendatangi kuburan mereka sementara mereka bertempat tinggal di tempat mereka, itu adalah benar. Akan tetapi, tidaklah dapat dikatakan bahwa tempat tinggal ruh-ruh itu adalah di serambi kuburan mereka.

 

Pendapat yang terakhir ini telah menjadi pendapat segolongan orang. Di antara mereka adalah Abu ‘Umar bin ‘Abdul Barr. Dia menyatakan di dalam kitabnya dalam penjelasan tentang hadis-hadis dari Ibnu ‘Umar ra., “Sesungguhnya apabila seorang dari kalian meninggal, maka akan ditunjukkan kepadanya tempat duduknya di setiap pagi dan petang.”

 

Dalil ini dijadikan sebagai dalil oleh orang yang berpendapat bahwa ruh-ruh berada di atas serambi kuburan. Ini adalah dalil yang paling sahih yang dipilih dalam masalah ini dari jalur atsar. Tidakkah Anda melihat bahwa hadis-hadis yang menjadi dalil yang menunjukkan masalah itu statusnya tsabit dan mutawatir. Begitu pula halnya hadis-hadis yang menyebutkan tentang salam terhadap kuburan.

 

Saya menyatakan bahwa yang dimaksud dengan hadis-hadis mutawatir adalah seperti hadis-hadis Ibnu ‘Umar ra. tersebut di atas, sebelum hadis-hadis dari al-Barra’ bin ‘Azib yang sudah kami sebutkan di bagian terdahulu. Di dalamnya dikatakan, “Ini adalah tempat duduknya sampai Allah membangkitkanmu di Hari Kiamat.”

 

Dan seperti hadis-hadis Anas ra., “Sesungguhnya apabila Seorang hamba diletakkan di dalam kuburnya lalu para sahabatnya berpaling meninggalkannya, sungguh dia mendengar gesekan sandal-sandal mereka.”

 

Di dalamnya disebutkan, “Sesungguhnya di melihat tempat duduknya dari surga dan neraka.” Dan “Sesungguhnya dilapangkan bag; orang mukmin dalam kuburnya sejauh tujuh puluh hasta, sementarg disempitkan atas orang kafir”. Juga seperti hadis-hadis dari Jabir ra “Sesungguhnya umat ini diuji dalam kuburan mereka. Apabila orang mukmin memasuki kuburannya lalu para sahabatnya berpaling mening. galkannya, dia didatangi oleh malaikat…” (Hadis). Dan juga bahwa dia melihat tempat duduknya dari surga, lalu dia berkata, “Biarkanlah aku menyampaikan berita gembira kepada keluargaku.” Lalu dikatakanlah kepadanya, “Diamlah. Ini adalah tempat dudukmu untuk selamanya.”

 

Dan juga seperti hadis-hadis yang menjelaskan tentang salam kepada para penghuni kubur, ucapan kepada mereka dan pengetahuan mereka mengenai ziarah yang dilakukan orang-orang yang masih hidup kepada mereka. Penjelasan ini sudah disampaikan semuanya di bagian terdahulu.

 

Pendapat ini dibantah oleh sunah yang sahih dan atsar yang tidak terbantahkan dan sudah dijelaskan sebelumnya. Dan juga semua dalil yang disebutkan, semua itu akan dialami oleh ruh-ruh yang berada di dalam surga berdasarkan nas dan berada di ar-Rafiq al-A’la.

 

Kami telah menjelaskan bahwa dalil yang menyatakan tentang ditunjukkan tempat duduk orang mati di surga atau di neraka tidak menunjukkan bahwa ruh berada di dalam kubur dan di atas serambinya selamanya dari segala segi. Alih-alih, itu merupakan bentuk hubungan dengan kuburan dan serambinya. Itu adalah bagian darinya yang ditunjukkan tempat duduk si orang mati kepadanya.

 

Sesungguhnya ruh memiliki kondisi lain, ruh berada di ar-Rafiq al-A’la di ‘Illiyyun yang tertinggi. Selain itu, ruh juga memiliki hubungan dengan badan, sehingga apabila ada seseorang yang mengucapkan salam kepada seorang mayat, maka Allah akan mengembalikan ruhnya kepadanya, sehingga si mayat itu dapat menjawab salam kepada pengucap salam itu, sementara ruhnya berada di al-Mala’ al-A’la.

 

Sesungguhnya sebagian besar masyarakat keliru dalam masalah ini karena mereka meyakini bahwa ruh termasuk jenis jisim yang apabila ja sibuk di satu tempat, maka ia tidak akan dapat berada di tempat jain. Ini adalah sebuah kekeliruan yang fatal karena ruh berada di atas langit di ‘Iliyyun yang tertinggi. la akan dikembalikan ke dalam kubur untuk menjawab salam. Ia mengetahui orang yang mengucapkan salam sementara ia berada di tempatnya di sana (di atas langit di “illiyyun yang tertinggi—Penj.).

 

Ruh Rasulullah saw. selalu berada di ar-Rafiq al-A’la. Allah swt. mengembalikan ruh beliau ke dalam kubur untuk menjawab salam siapa pun yang mengucapkan salam kepada beliau dan ruh beliau saw. dapat mendengar ucapan orang itu.

 

Rasulullah saw. pernah melihat Musa as. melaksanakan shalat di dalam kuburnya dan beliau juga melihat Musa as. di langit keenam atau langit ketujuh. Jadi, mungkin saja yang terjadi adalah ruh Musa as. bergerak sangat cepat, sehingga mampu berpindah tempat sekejapan mata; atau mungkin ruh Musa as. terhubung dengan kuburan berikut serambinya seperti sinar matahari yang sinarnya mencapai bumi sementara jisim matahari itu sendiri tetap berada di langit.

 

Telah dinyatakan tsabit bahwa ruh orang yang sedang tidur dapat naik hingga menembus tujuh lapisan langit lalu bersujud kepada Allah di depan Arsy. Kemudian ruh itu dapat kembali ke jasadnya dalam waktu yang sangat singkat. Begitu pula ruh orang mati dapat naik dibawa oleh para malaikat hingga menembus tujuh langit, lalu malaikat menempatkan ruh tersebut di hadapan Allah dan ia pun bersujud kepada-Nya dan Allah menetapkan ketetapan-Nya. Malaikat menunjukkan kepada ruh tersebut segala yang telah Allah sediakan baginya di dalam surga, lalu ruh tersebut turun lagi ke bumi untuk menyaksikan jasadnya yang dimandikan, diusung, lalu dikuburkan.

 

Pada bagian terdahulu telah disampaikan dalam hadis-hadis dari al-Barra’ bin Azib bahwa ruh naik hingga ditempatkan di depan Allah. Kemudian Allah swt. berfirman, “Tulislah oleh kalian catatan hamba-Ku di ‘Illiyyun kemudian kembalikanlah dia ke bumi.” Maka dikembalikanlah ruh itu ke dalam kubur dan itu terjadi pada sekitar waktu dibereskannya dan dikafaninya jasad ruh tersebut.

 

Hal ini telah dijelaskan dalam hadis-hadis dari Ibnu ‘Abbas ra. yang di dalamnya dikatakan, “Mereka (para malaikat) kemudian membawanya (ruh) turun pada sekitar waktu selesai jasadnya dimandikan dan dikafani. Kemudian mereka memasukkan ruh tersebut ke dalam jasadnya dan kain-kain kafannya.”

 

Abu ‘Abdullah bin Mandah telah menyatakan dari hadis-hadis “Isa bin ‘Abdurrahman, Ibnu Syihab menuturkan kepada kami, Amir bin Sa’d menuturkan kepada kami, dari Ismail bin Thalhah bin ‘Ubaidullah, dari ayahnya, dia berkata: Suatu ketika aku hendak mendatangi hartaku di Ghabah, tetapi aku kemalaman sehingga aku pun singgah di kuburan ‘Abdullah bin ‘Amr bin Haram. Di situ aku mendengar suara bacaan dari dalam kubur yang tidak pernah kudengar bacaan seindah itu. Aku lalu mendatangi Rasulullah saw. dan kusampaikan kejadian itu kepada beliau saw. Rasulullah saw. kemudian bersabda, “Itu adalah ‘Abdullah. Tidakkah engkau tahu bahwa Allah swt. menggenggam ruh-ruh mereka lalu menempatkan mereka pada lentera-lentera yang terbuat dari zabarjad dan yaqut, lalu Dia menggantungnya di tengah surga. Apabila malam tiba, ruh-ruh mereka dikembalikan kepada mereka dan itu tetap seperti itu sampai ketika fajar terbit, ruh-ruh mereka dikembalikan ke tempat mereka yang sebelumnya mereka ada di sana.”

 

Dalam hadis-hadis tersebut di atas terdapat penjelasan tentang begitu cepatnya perpindahan yang dapat dilakukan oleh ruh-ruh orang yang sudah mati dari Arsy ke bumi, lalu perpindahan mereka lagi dari bumi ke tempatnya semula.

 

Atas dasar inilah, Malik dan para imam lainnya berpendapat bahwa ruh orang yang sudah mati dibebaskan, sehingga dapat bepergian ke mana pun sekehendaknya. Sementara orang-orang hidup yang melihat ruh orang-orang yang sudah mati serta datangnya ruh-ruh orang mati kepada orang-orang yang masih hidup dari tempat yang sangat jauh adalah sesuatu perkara yang sudah diketahui oleh seluruh masyarakat dan mereka tidak ragu tentang hal itu. Wallahu a’lam.

 

Adapun berkenaan dengan salam yang diucapkan kepada para penghuni kubur dan pembicaraan mereka, hal itu tidak dapat menjadi bukti yang menunjukkan bahwa ruh mereka tidak berada di dalam surga karena dikatakan bahwa mereka berada di serambi kuburan mereka masing-masing. Bahkan sang Pemimpin semua anak Adam (Sayyid Walad Adam yaitu Rasulullah saw—Penj.) yang ruhnya berada di “illiyyun yang tertinggi bersama ar-Rafiq al-A’la ketika ada orang yang mengucapkan salam kepada beliau di depan kuburan beliau, ternyata beliau menjawab salam yang diucapkan kepada beliau tersebut.

 

Abu “Umar rahimahullah telah menyatakan bahwa ruh-ruh para syuhada berada di dalam surga ketika ada orang yang mengucapkan salam kepada mereka di kuburan mereka, sebagaimana salam yang diucapkan kepada orang-orang selain mereka, seperti yang diajarkan kepada kita oleh Rasulullah saw. agar kita mengucapkan salam kepada mereka; dan juga sebagaimana yang dilakukan para sahabat yang mengucapkan salam kepada para syuhada Perang Uhud, padahal telah dipastikan bahwa ruh-ruh mereka berada di dalam surga hilir mudik sekehendak mereka, seperti yang telah dijelaskan di bagian lalu.

 

Tentu saja pemikiran Anda tidak sempit untuk dapat mengetahui bahwa ruh berada di al-Mala’ al-A’la berhilir mudik di dalam surga sekehendaknya, sementara ia juga dapat mendengar ucapan salam dari orang yang mengucapkan salam kepadanya di kuburnya, lalu turun hingga ia dapat menjawab salam kepada orang tersebut. Semua itu dapat terjadi karena kondisi ruh berbeda dengan kondisi badan.

 

Jibril as. yang pernah dilihat oleh Rasulullah saw. dengan memiliki enam ratus sayap yang di antaranya ada dua sayap yang dengan keduanya Jibril dapat menutup seluruh tempat dari timur sampai barat, ternyata pernah berada sangat dekat dengan Rasulullah saw. sampai menyentuhkan lututnya dengan lutut Rasulullah saw. sementara kedua tangannya berada di atas kedua paha beliau.

 

Saya tentu tidak mengira bahwa pikiran Anda tidak akan cukup memahami bahwa pada saat itu Jibril berada di al-Mala’ al-A’la di atas langit-yang menjadi tempat tinggalnya sementara di saat yang sama dia berada begitu dekat dengan Rasulullah saw. dengan kedekatan yang seperti tadi dijelaskan. Tentu saja kepercayaan terhadap hal semacam itu membutuhkan hati yang memang diciptakan untuk itu dan memang layak untuk mengetahui hal seperti itu.

 

Adapun bagi orang yang pikirannya tidak cukup luas untuk menerima semua itu, maka pikiran orang itu pasti akan jauh lebih sempit untuk dapat mengimani turunnya Ilahi ke langit dunia setiap malam padahal Dia berada di atas langit pada Arsy-Nya tanpa ada sesuatu apa pun lagi di atas-Nya. Alih-alih Dialah yang Mahatinggi atas segala sesuatu dan ketinggian-Nya menjadi kepastian bagi Dzat-Nya.

 

Demikian pula halnya dengan turun-Nya Allah pada hari Arafah pada mereka yang melaksanakan wuquf. Demikian pula halnya dengan kedatangan Allah pada-Hari Kiamat untuk menghisab makhluk-makhluk-Nya serta terangnya bumi karena cahaya-Nya. Demikian pula halnya dengan kedatangan-Nya ke bumi ketika Dia menghamparkan. nya, menyempurnakannya, memanjangkannya, menghamparkannya, dan menyiapkannya untuk apa yang dimaksudkan darinya. Demikian pula halnya kedatangan-Nya ke bumi sebelum Hari Kiamat ketika Diag merengkuh segala yang ada di atasnya sehingga tidak ada lagi satupun yang tersisa di bumi; sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah saw., “Maka Rabb-mu berkeliling di bumi dan telah kosong seluruh negeri.” Sementara saat itu, Dia berada di langit di atas Arsy-Nya.


Tiada ulasan: