Riyadhus Shalihin (Taman Orang-orang Shalih)
IMAM NAWAWI
Allah Ta'ala berfirman:
IMAM NAWAWI
Kebenaran
"Hai
sekalian orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah engkau
semua
bersama-sama
dengan orang-orang yang benar." (at-Taubah:
119)
Allah Ta'ala berfirman pula:
"Dan orang-orang yang benar, lelaki ataupun
perempuan." (al-Ahzab:
35)
Juga Allah Ta'ala berfirman:
"Dan
andaikata mereka itu bersikap benar terhadap Allah, pastilah hal itu amat baik
untuk
mereka
sendiri." (Muhammad: 21)
Adapun Hadis-hadis yang
menerangkannya ialah:
54. Pertama: Dari Ibnu Mas'ud
r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sesungguhnya
kebenaran - baik yang berupa
ucapan atau perbuatan - itu menunjukkan kepada kebaikan
dan sesungguhnya kebaikan itu
menunjukkan ke syurga dan sesungguhnya seseorang itu
niscaya melakukan kebenaran
sehingga dicatatlah di sisi Allah sebagai seorang yang ahli
melakukan kebenaran. Dan
sesungguhnya berdusta itu menunjukkan kepada kecurangan
dan sesungguhnya kecurangan itu
menunjukkan kepada neraka dan sesungguhnya
seseorang itu niscaya berdusta
sehingga dicatatlah di sisi Allah sebagai seorang yang ahli
berdusta." (Muttafaq 'alaih)
Sabda Nabi s.a.w. Yuriibuka, boleh
dengan difathahkan ya'nya (dan boleh pula
didhamahnya, artinya:
"Tinggalkanlah olehmu apa saja yang engkau ragukan perihal boleh
atau halalnya sesuatu dan
beralihlah kepada yang tidak ada keragu-raguan perihal itu dalam
hatimu."
56. Ketiga: Dari Abu Sufyan bin
Shakhr bin Harb r.a. dalam Hadisnya yang panjang
dalam menguraikan ceritera Raja
Hercules. Hercules berkata: "Maka apakah yang diperintah
olehnya?" Yang dimaksud
ialah oleh Nabi s.a.w. Abu Sufyan berkata: "Saya lalu menjawab:
"Ia berkata: "Sembahlah
akan Allah yang Maha Esa, jangan menyekutukan sesuatu
denganNya dan tinggalkanlah
apa-apa yang dikatakan oleh nenek-moyangmu semua." Ia
juga menyuruh supaya kita semua
melakukan shalat, bersikap benar, menahan diri dari
keharaman serta mempererat
kekeluargaan." (Muttafaq 'alaih)
55. Kedua: Dari Abu Muhammad,
yaitu Alhasan bin Ali bin Abu Thalib radhiallahu
'anhuma, katanya: "Saya
menghafal sabda dari Rasulullah s.a.w. yaitu: "Tinggalkan apa-apa
yang menyangsikan hatimu - yakni
jangan terus dilakukan - dan berpindahlah kepada apaapa
yang tidak menyangsikan hatimu 7 -
yakni yang hatimu tenang jikalau melakukannya.
Maka sesungguhnya bersikap benar
itu adalah ketenangan dan berdusta itu menyebabkan
timbulnya kesangsian."
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi
dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis shahih.
57. Keempat: Dari Abu Tsabit,
dalam suatu riwayat lain disebut-kan Abu Said dan
dalam riwayat lain pula
disebutkan Abulwalid, yaitu Sahl bin Hanif r.a., dan dia pernah
menyaksikan peperangan Badar,
bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda:
"Barangsiapa yang memohonkan
kepada Allah Ta'ala supaya dimatikan syahid dan
permohonannya itu dengan secara
yang sebenar-benarnya, maka Allah akan
menyampaikan orang itu ke tingkat
orang-orang yang mati syahid, sekalipun ia mati di atas
tempat tidurnya." (Riwayat
Muslim)
58. Kelima: Dari Abu Hurairah
r.a. berkata: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Ada seorang Nabi dari
golongan beberapa Nabi shalawatullahi wa salamuhu 'alaihim
berperang, kemudian ia berkata
kepada kaumnya: "Jangan mengikuti peperanganku ini
seorang lelaki yang memiliki
kemaluan wanita - yakni baru kawin - dan ia hendak masuk
tidur dengan isterinya itu,
tetapi masih belum lagi masuk tidur dengannya, jangan pula
mengikuti peperangan ini seorang
yang membangun rumah dan belum lagi mengangkat
atapnya - maksudnya belum selesai
sampai rampung samasekali, jangan pula seseorang yang
membeli kambing atau unta yang
sedang bunting tua yang ia menantikan kelahiran anakanak
ternaknya itu - yang dibelinya
itu.
Nabi itu lalu berperang, kemudian
mendekati sesuatu desa pada waktu shalat Asar
atau sudah dekat dengan itu,
kemudian ia berkata kepada matahari: "Sesungguhnya engkau -
hai matahari - adalah
diperintahkan - yakni berjalan mengikuti perintah Tuhan - dan sayapun
juga diperintahkan - yakni
berperang inipun mengikuti perintah Tuhan. Ya Allah, tahanlah
jalan matahari itu di atas
kita." Kemudian matahari itu tertahan jalannya sehingga Allah
memberikan kemenangan kepada Nabi
tersebut. Beliau mengumpulkan banyak harta
rampasan. Kemudian datanglah,
yang dimaksud datang adalah api, untuk makan harta
rampasan tadi, tetapi ia tidak
suka memakannya. Nabi itu berkata: "Sesungguhnya di
kalangan engkau semua itu ada
yang menyembunyikan harta rampasan, maka dari itu
hendaklah berbai'at padaku -
dengan jalan berjabatan tangan - dari setiap kabilah seseorang
lelaki. Lalu ada seorang lelaki
yang lekat tangannya itu dengan tangan Nabi tersebut. Nabi
itu lalu berkata lagi: "Nah,
sesungguhnya di kalangan kabilah-mu itu ada yang
menyembunyikan harta rampasan.
Oleh sebab itu hendaklah seluruh orang dari kabilahmu
itu memberikan pembai'atan
padaku." Selanjutnya ada dua atau tiga orang yang tangannya
itu lekat dengan tangan Nabi itu,
lalu beliau berkata pula: "Di kalanganmu semua itu ada
yang menyembunyikan harta
rampasan." Mereka lalu mendatangkan sebuah kepala sebesar
kepala lembu yang terbuat dari
emas - dan inilah benda yang disembunyikan, lalu
diletakkanlah benda tersebut,
kemudian datanglah api terus memakannya - semua harta
rampasan. Oleh sebab itu memang
tidak halallah harta-harta rampasan itu untuk siapapun
ummat sebelum kita, kemudian
Allah menghalalkannya untuk kita harta-harta rampasan
tersebut, di kala Allah
mengetahui betapa kedhaifan serta kelemahan kita semua. Oleh sebab
itu lalu Allah menghalalkannya
untuk kita." (Muttafaq 'alaih)
Alkhalifaat, dengan fathahnya
kha' mu'jamah dan kasrahnya lam adalah jamaknya
khalifatun, artinya ialah unta yang
bunting.
59. Keenam: Dari Abu Khalid yaitu
Hakim bin Hizam r.a., ia masuk Islam di zaman
pembebasan Makkah, sedang ayahnya
adalah termasuk golongan pembesar-pembesar
Quraisy, baik di masa Jahiliyah
ataupun di masa Islam, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Dua orang yang berjual-beli
itu dengan kebebasan - yakni boleh mengurungkan jualbelinya
atau jadi meneruskannya - selama
keduanya itu belum berpisah. Apabila keduanya
itu bersikap benar dan
menerangkan - cacat-cacatnya, maka diberi berkahlah jual-beli
keduanya, tetapi jikalau keduanya
itu menyembunyikan - cacat-cacatnya - dan sama-sama
berdusta, maka dileburlah
keberakahan jual-beli keduanya itu." (Muttafaq 'alaih)
Keterangan:
Kata Shidqun yang berarti
benar itu, maksudnya tidak hanya benar dalam
pembicaraannya saja, tetapi juga
benar dalam amal perbuatannya. Jadi benar dalam kedua
hal itulah yang menurut sabda
Nabi s.a.w. dapat menunjukkan ke jalan kebajikan dan
kebajikan ini yang menunjukkan ke
jalan menuju syurga.
Secara ringkasnya, seseorang itu baru
dapat dikatakan benar, manakala ucapannya
sesuai dengan amal perbuatan yang
dilakukan, atau dengan kata lain ialah manakala amal
perbuatannya itu masih
bertentangan dengan ucapannya, tetaplah ia dianggap sebagai
manusia yang berdusta atau kadzib.
Misalnya seorang yang mengaku beragama Islam, tetapi
shalat tidak dilakukan, puasa
tidak dikerjakan, bahkan mengucapkan dua kalimat syahadat
saja tidak dapat, maka dapatkah
orang semacam itu dikatakan benar ucapannya. Tentu tidak
dapat. Ia tetap berdusta yang oleh
Rasulullah s.a.w. disabdakan bahwa kedustaan itu
menunjukkan ke jalan kecurangan dan kecurangan itu
menunjukkan ke jalan menuju neraka.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan