Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
Biasanya taubat orang-orang awam disertai
dengan keberatan di
dalam hati karena menganggap jenis-jenis
ketaatan dan kebaikan yang
harus dilakukan terlalu banyak. Jika
dibandingkan dengan kedudukan
orang-orang yang khusus, hal ini akan
menimbulkan tiga kerusakan:
1. Kebaikan-kebaikan yang mereka lakukan
merupakan keburukan menurut
orang-orang yang khusus. Kebaikan orang
awam bisa menjadi
keburukan bagi orang yang mendekatkan diri
kepada Allah. Dia perlu
bertaubat dari kebaikan-kebaikan yang
dilakukannya, karena dia
melalaikan aib dan kekurangannya, karena
menganggap kebaikankebaikan
yang dilakukannya itu sudah banyak. Dia
mengingkari
nikmat Allah, karena nikmat itu tidak
tampak atau ditangguhkan.
Jika engkau menginginkan pemahaman lebih
mudah tentang hal ini,
maka perhatikanlah keadaanmu saat membaca
Al-Qur'an. Jika engkau
tidak memahami, menelaah dan
memikirkannya, menyimak apa yang
dimaksudkan dalam setiap ayat, tidak
peduli terhadap seruan yang
seakan ditujukan kepadamu, engkau hanya
ingin menamatkan bacaan,
engkau tidak merasakan pengobatannya di
dalam hatimu, atau engkau
membacanya secara serampangan, tentu
engkau akan merasa bahwa
bacaanmu terlalu banyak. Namun jika engkau
menelaah, menyimak
maksud ayat-ayat yang engkau baca, merasa
bahwa ayat-ayat itu ditujukan
kepadamu, engkau merasakan pengobatannya
di dalam hatimu,
maka engkau tidak merasa bahwa engkau
telah membaca satu ayat atau
satu surat dan seterusnya. Begitu pula
jika engkau memaksakan hatimu
untuk khusyu' saat mengerjakan dua rakaat
shalat sunat, maka shalat
berikutnya akan engkau kerjakan dengan
berat hati. Tapi jika hatimu
tidak terbebani dengan hal itu, maka
berapa pun rakaat yang engkau
kerjakan tidak akan terasa berat.
Bertaubat dengan menganggap
ketaatan terlalu banyak tanpa
memperhatikan aib dan kekurangannya,
adalah taubatnya orang awam.
2. Orang yang bertaubat merasa mempunyai hak terhadap Allah, agar
Dia
memberikan pahala atas kebaikan-kebaikan
yang dia kerjakan, dengan
memasukkannya ke surga dan memberinya
kenikmatan serta
keridhaan. Akibatnya, pikiran seperti ini
jauh lebih banyak dari porsi
kebaikan yang dia lakukan. Sementara
amalan orang yang lebih rajin
dari dia pun belum menjamin dirinya masuk
surga dan terbebas dari
api neraka. Tak seorang pun yangbisa
selamat dari neraka dengan
amal-nya, kecuali setelah dia mendapat
ampunan dan rahmat Allah.
3. Merasa tidak membutuhkan ampunan Allah,
padahal dalam kenyataannya
dia masih membutuhkan ampunan dari
kesalahannya dan pahala
dari kebaikan dan ketaatannya. Jika dia
menganggap ketaatan yang
dilakukannya sudah banyak, lalu membuatnya
merasa tidak membutuhkan
ampunan Allah, maka itu benar-benar
merupakan kelancangan
terhadap Allah.
Tidak dapat diragukan bahwa hanya sekedar berbuat dengan amalamal
anggota tubuh tanpa disertai kehadiran
hati dan menghadap diri
kepada Allah, maka bisa menimbulkan tiga
macam kerusakan ini dan juga
lain-lainnya. Yang demikian ini tidak
banyak memberikan manfaat di
dunia maupun di akhirat, seperti amal yang
tidak memperhatikan ketentuan
perintah dan tidak disertai keikhlasan
kepada Allah. Sekalipun amal
itu banyak, tapi tidak banyak bermanfaat
dan hanya melelahkan. Sesungguhnya
Allah tidak menetapkan pahala bagi hamba
dari shalatnya kecuali
yang dia hayati secara sungguh-sungguh. Begitu pula setiap ibadah
yang
mengharuskan adanya kekhusyu'an.
Sedangkan kendala taubatnya orang-orang
kelas menengah ialah
menganggap sedikit kedurhakaannya. Tentu
saja ini merupakan sikap
yang lancang dan merasa dirinya dalam
keadaan terjaga dari kesalahan.
Dengan kata lain, menganggap
kedurhakaannya hanya sedikit adalah
perbuatan dosa, sebagaimana menganggap
ketaatannya banyak, juga dosa.
Orang yang arif ialah yang memandang kebaikan-kebaikannya remeh
dan dosa-dosanya besar. Selagi kebaikan-kebaikannya dianggap kecil,
maka ia menjadi besar di sisi Allah.
Selagi kebaikan-kebaikan itu terasa
banyak dan besar di dalam hatimu, maka ia menjadi
sedikit dan kecil di
sisi Allah. Begitu pula sebaliknya yang
berkaitan dengan keburukan. Siapa
yang mengetahui hak-hak Allah dan
melaksanakan ibadah sesuai dengan
keagungan-Nya, maka kebaikan-kebaikannya
tampak menjadi kecil,
dan dia merasa tidak bisa selamat dari
siksaan-Nya.
Sedangkan kendala taubatnya orang-orang
yang khusus adalah
membuang-buang waktu, lalu lama-kelamaan
menjurus kepada
kekurangan, memadamkan cahaya pengawasan
dan mengeruhkan
kebersamaan dengan Allah. Maksud membuang-buang waktu di sini
bukan berarti menghabiskan waktu dalam kedurhakaan dan canda atau
meninggalkan kewajiban. Sebab andaikan
mereka berbuat seperti ini,
berarti mereka bukan termasuk orang-orang
yang khusus, tapi orang-orang
awam. Waktu bagi mereka mempunyai pengertian
yang spesifik. Bahkan
di antara mereka ada yang menyebut waktu
di sini adalah kebenaran. Ada
pula yang mengartikannya kebenaran yang
diselami hamba, atau
pengertian-pengertian lain yang serupa.
Kendala taubat golongan ini ialah
dengan membuang waktu-waktu khusus dan
yang sebaiknya digunakan
bersa-ma Allah dan tidak dikotori debu.
Ada pula kedudukan taubat yang lebih
tinggi dan lebih khusus dari
gambaran-gambaran ini, yang tidak diketahui kecuali orang-orang
khusus,
yang menganggap perbuatan, perkataan dan
tindakannya masih terlalu
sedikit untuk memenuhi hak kekasihnya.
Mereka tidak melihat apa yang ada
pada dirinya kecuali dari sisi
kekurangannya saja, melihat keadaan
kekasihnya lebih agung, kekuasaannya lebih
tinggi dari sekedar meridhai
amalnya. Mereka adalah orang-orang yang
paling menghinakan amalnya
sendiri. Jika mereka merasa tidak mampu
memenuhi hak kekasihnya,
maka mereka bertaubat seperti taubatnya
orang yang melakukan dosa
besar. Jadi taubat tidak pernah mereka
tinggalkan. Taubat mereka merupakan
satu warna tertentu, sedangkan taubat
selain mereka merupakan
warna lain yang berbeda, sehingga tampak
jelas perbedaannya.
Taubat tidak dianggap sempurna kecuali
dengan membebaskan hati
dari maksud-maksud selain Allah, kemudian
mengetahui alasan dari
taubat itu, kemudian bertaubat setelah
tahu alasan tersebut. Jika sudah
begitu keadaannya, maka dia akan beribadah
kepada Allah semata sesuai
dengan perintah-Nya, tidak
menyekutukan-Nya dan memohon pertolong-an
kepada-Nya, sehingga semua yang ada pada
dirinya bagi Allah dan
bersama Allah. Yang demikian ini tidak
akan terjadi kecuali orang yang
sudah dikuasai rasa cinta, hatinya
dipenuhi cinta kepada Allah, diisi pengagungan,
kepasrahan dan ketundukan kepada-Nya.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan