(SAYIID
ABDULLAH AL HADDAD PENGASAS TAREKAT HADDADIYYAH)
Dan wajib bagimu apabila engkau melakukan
shalat di belakang imam, untuk memperbaiki dan memperbagus mutaba’ah
(mengikuti) imam. Karena
sesungguhnya dijadikan imam adalah untuk dita’ati dan diikuti. Dan takutlah engkau dengan mengiringinya dalam segala sesuatu
perbuatan imam apalagi mendahuluinya. Dan seharusnya engkau
menjadikan semua perbuatan di dalam shalat selalu mengikuti imam. Sesungguhnya
telah bersabda RasuluLlah SAW bahwa orang yang menunduk maupun mengangkat
dirinya sebelum imam sesungguhnya ubun-ubun / kepala orang tersebut
berada di tangan setan. Dan wajib bagi kamu untuk
bersegera menempati shaf awal dan takutlah engkau mengakhirkannya sedangkan
engkau mampu melakukannya. Dan telah bersabda
RasuluLlah SAW, “Tiada henti-henti suatu kaum mengakhirkan (dari shaf awwal)
hingga Allah mengakhirkannya” (dari keutamaan dan rahmat) nya.
Telah
bersabda RasuluLlah SAW “Sesungguhnya Allah Ta’ala bershalawat /
memberikan rahmatnya kepada shaf y yang paling depan”. Dan sesungguhnya RasuluLlah
SAW memintakan ampun bagi shaw awwal
sebanyak tiga kali dan shaf ke dua satu kali. Dan bagimu memperhatikan
shaf dan meluruskannya . dan
apabila engkau menjadi imam maka memerintahkan meluruskan shaf adalah sesuatu
yang diharuskan dan ini adalah perkara yang penting di dalam syari’at islam
akan tetapi kebanyakan menusia lalai darinya. Dan sungguh RasuluLlah SAW
bersungguh-sungguh dalam hal ini mengaplikasikannya seraya bersabda, “Hendaklah
engkau sekalian meluruskan shafmu, atau semoga Allah mempersatukan di antara
hatimu” dan beliau memerintahkan untuk menutup shaf yang berlubang
dan beliau berkata, “Demi Dzat yang diriku berada di tanganNya sesungguhnya aku
melihat setan masuk di sela-sela shaf seakan-akan ia seperti Al-Khadzf (seekor
kambing kecil.”
Dan wajib bagimu untuk menjaga
shalat lima waktu dengan berjama’ah dan terus menerus
demikian karena sesungguhnya shalat jama’ah lebih utama daripada shalat
sendirian dengan 27 derajad sebagaimana diterangkan dalam hadist shahih. Dan
takutlah engkau meninggalkan shalat berjama’ah tanpa udzur
atau dengan alasan yang tidak baik / merusak. Dan ketika engkau
mendatangi tempat jama’ah sedangkan
engkau telah mendapati dirimu dalam keadaan telah melakukan shalat di dalam
rumahmu atau engkau duduk di dalam rumahmu untuk berdzikir demi keselamatan
agamamu maka sebaiknya engkaupun mengikuti orang yang melakukan shalat jama’ah
agar engkau mendapatkan pahala berjama’ah dan engkau selamat dari ancaman bagi
orang yang meninggalkannya. Seperti sabda RasuluLlah SAW
bolehlah memilih suatu kaum antara mencegah kaum dari shalat jama’ah atau
dibakar rumah mereka. Dan sebagaimana pula sabda
RasuluLlah SAW, “Barang siapa yang mendengar seruan adzan dan tidak menjawab
(dengan shalat berjama’ah) maka tiadalah shalat baginya”. Dan perkataan
sahabat Ibnu Abbas RA, “Sungguh engkau telah melihat kami dan apa yang
tertinggal dibelakang (yakni tertinggal dalam shalat berjama’ah) melainkan
mereka itu munafik .
Dan telah
berlaku pada zaman RasuluLlah SAW tentang perbedaan antara dua orang yang
mendapatkan hidayah yaitu dengan bagaimana sikapnya dalam berdiri di shaf
ketika berjama’ah. Dan manakala hal ini sangat penting dalam masalah
meninggalkan shalat berjama’ah, maka bagaimana pula keadaan orang yang
meninggalkan shalat Jum’ah di mana shalat ini merupakan shalat fardhu.
Dan telah bersabda RasuluLlah SAW , “Barang siapa yang
meninggalkan 3 kali shalat jum’ah karena meremehkannya, maka Allah akan menutup
hatinya .
Apabila engkau memiliki udzur sehingga meninggalkan jum’ah atau jama’ah
maka bandingkanlah seandainya di tempat engkau tinggal terdapat orang yang
membagi-bagikan uang kepada orang yang hadir kemudian engkau memutuskan untuk
mendatangi dan berkeinginan mendapatkan bagian sehingga meninggalkan jama’ah
atau jum’ah , maka udzur mu yang demikian ini adalah udzur yang
tidak benar. Dan merasa malulah kepada Allah SWT apabila hasratmu kepada dunia
lebih besar dari pada apa yang ada di sisi Allah. dan ketahuilah bahwa sesungguhnya udzur yang benar
adalah apabila kesempatan untuk berjama’ah memang benar-benar telah
hilang setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh. Adapun pahala, maka tidak akan dihasilkan kecuali dengan melaksanakannya. Benar, bahwa pahala dapat dihasilkan bagi orang yang udzur dilihat
dari beberapa segi, seperti orang yang udzur shalat berjama’ah karena menghalau
musuh dll. Atau ia tidak memiliki udzur
untuk hadlir dalam shalat jama’ah akan tetapi ia berkepentingan untuk orang
islam lain yang mengalami penderitaan yang berat seperti orang yang menolong
kaum muslimin yang kelaparan atau menderita sakit keras dll, maka orang yang demikian
akan mendapatkan pahala berjama’ah.
Kemudian, sesungguhnya orang mukmin
yang sempurna tidak menghendaki akan meninggalkan
sesuatu yang dapat mendekatkan dirinya kepada allah SWT. Meskipun dalam
meninggalkannya ia memiliki 1000 udzur bahkan seandainya ia mengetahui bahwa
meninggalkannya lebih di sukai Allah dari pada mengerjakannya
. dari itulah orang yang AhliLlah menyandang
gelar kesempurnaan atas kesanggupannya dalam mengerjakan segala sesuatu untuk
mendekatkan diri kepada Allah dimana gunung-gunung tidak mampu memikulnya.
Adapun
orang yang lemah imannya dan sesikit keyakinannya dan berkurang ma’rifatnya kepada
Allah, maka tiadalah sebab yang membuat mereka meninggalkan fardhu dari Allah. akan
tetapi bagi orang yang mengerjakannya pastilah baginya beberapa derajat dan
mereka tidak akan dianiaya.
Dan wajib
bagi kamu membebani orang-orang yang berada di bawah kekuasaanmu seperti
anak-anak, dan isteri, dan hamba sahaya untuk melakukan shalat. Apabila ada penolakan dari
salah satu diantara mereka , maka wajib bagimu memberi
nasihat kepada mereka dan menakuti mereka. Apabila
mereka bertambah penolakannya dalam meninggalkan shalat maka wajib bagimu untuk
memukulnya. Apabila mereka masih tidak mahu menolak, maka wajib bagi
kamu memutuskan hubungan dengannya karena sesungguhnya orang yang meninggalkan
shalat adalah setan yang jauh dari rahmat Allah dan menghadapkan pada murkaNya
dan laknatnya yang dilarang berhubungan dengannya dan diwajibkan memeranginya
bagi setiap orang islam. Bagaimana
tidak, sungguh telah bersabda RasuluLlah SAW, “Perjanjian antara kami dengan
mereaka adalah shalat. Barang siapa yang
meninggalkannya sungguh telah menyekutukan Allah. dan
telah bersabda RasuluLlah SAW, “Tidak ada agama bagi orang yang tidak melakukan
shalat. Dan perumpamaan shalat di dalam agama seperti
perumaan kepala pada badan”.
Dan wajib bagi kamu meluangkan waktu
dari segala kesibukan duniawi pada hari jum’ah dan jadikanlah hari yang mulia
ini murni untuk kegiatan akhiratmu.
Maka janganlah engkau memiliki kesibukan pada hari ini melainkan hanya sesuatu
amal kebaikan dan hanya menghadap kehadirat Ilahi dan memperbagus muraqabah
(mengintip) akan sa’at Ijabah yaitu satu saat pada hari jum’ah dimana
tiada berjumpa dengannya seorang muslim dan ia meminta kebaikan kepada Allah
atau memohon perlindungan kepadaNya melainkan di ijabah /dikabulkan
baginya.
Dan wajib bagimu sibuk dengan bukuur (amal
kabaikan/dzikir/shalawat dll) hingga waktu shalat jum’ah dan mendekati mimbar
dan diam ketika khutbah dibacakan dan jangan sibukkan diri (ketika khutbah)
dengan berdzikir atau tafakur terlebih bertafakur tentang sesuatu gurauan,
demikian pula takutlah pada saat demikian terhadap hadiitsunnafsi dan
sadarilah bahwa engkaulah yang dimaksud pada setiap apa yang engkau dengarkan
dari beberapa nasihat dan wasiyat. Dan bacalah ketika selesai mengucapkan salam
sedangkan engkau belum mengucapkan sepatah katapun bacaan fatihah,
Al-Ikhlash, Mu’awwidzatain masing-masing 7 kali dan bacalah juga setelah
selesai shalat (SubhanaLlahil ‘Adziim wabihamdih 100 X) maka di dalam
hadits telah diterangkan akan fadhilah semua ini
Tiada ulasan:
Catat Ulasan