Beliau
lahir di Migrab, dekat Hazam, Hadramaut, Datang di Betawi sekitar tahun 1746 M.
Berdasarkan cerita, bahwa beliau wafat di Luar Batang, Betawi tanggal 24 Juni
1756 M. bertepatan dengan 17 Ramadhan 1169 Hijriyah dalam usia lebih dari 30
tahun ( dibawah 40 tahun ).
Jadi
diduga sewaktu tiba di Betawi berumur 20 tahun. Habib Husein bin Abubakar
Alaydrus memperoleh ilmu tanpa belajar atau dalam istilah Arabnya “ Ilmu Wahbi
“ , yaitu pemberian dari Allah tanpa belajar dahulu. Silsilah beliau : Habib
Husein bin Abubakar bin Abdullah bin Husein bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin
Husein bin Abdullah bin Abubakar Al-Sakran bin Abdurrahman Assaqqaf bin
Muhammad Maula Al-Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam
bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath.
Habib
Husein yang lebih terkenal dengan sebutan Habib Keramat Luar Batang, mempunyai
perilaku “ Aulia “ (para wali) yang di mata umum seperti ganjil. Seperti
keganjilan yang dilakukan beliau, adalah :
Habib
Husein tiba di Luar Batang, daerah Pasar Ikan, Jakarta, yang merupakan benteng
pertahanan Belanda di Jakarta. Kapal layar yang ditumpangi Habib Husein
terdampat didaerah ini, padahal daerah ini tidak boleh dikunjungi orang, maka
Habib Husein dan rombongan diusir dengan digiring keluar dari teluk Jakarta.
Tidak beberapa lama kemudian Habib Husein dengan sebuah sekoci terapung-apung
dan terdampar kembali di daerah yang dilarang oleh Belanda. Kemudian seorang
Betawi membawa Habib Husein dengan menyembunyikannya. Orang Betawi ini pun
berguru kepada Habib Husein. Habib Husein membangun Masjid Luar Batang yang
masih berdiri hingga sekarang. Orang Betawi ini bernama Haji Abdul Kadir.
Makamnya di samping makam Habib Husein yang terletak di samping Masjid Luar
Batang.
Habib
Husein sering tidak patuh pada Belanda. Sekali Waktu beliau tidak mematuhi
larangannya, kemudian ditangkap Belanda dan di penjara di Glodok. Di Tahanan
ini Habib Husein kalau siang dia ada di sel, tetapi kalau malam menghilang entah
kemana. Sehingga penjaga tahanan (sipir penjara) menjadi takut oleh kejadian
ini. Kemudian Habib Husein disuruh pulang, tetapi beliau tidak menghiraukan
alias tidak mau pulang, maka Habib Husein dibiarkan saja. Suatu Waktu beliau
sendiri yang mau pergi dari penjara.
Habib
Husein bin Abu Bakar Alaydrus Luar Batang
Al Habib Husein bin Abu Bakar Alaydrus dilahirkan di Yaman Selatan,
tepatnya di daerah Hadhramaut, tiga abad yang silam. Ia dilahirkan sebagai anak
yatim, yang dibesarkan oleh seorang ibu dimana sehari-harinya hidup dari hasil
memintal benang pada perusahaan tenun tradisional. Husein kecil sungguh hidup
dalam kesederhanaan.
Setelah memasuki usia belia, sang ibu menitipkan
Habib Husein pada seorang “Alim Shufi”. Disanalah ia menerima tempaan pembelajaran
thariqah. Di tengah-tengah kehidupan di antara murid-murid yang lain, tampak
Habib Husein memiliki perilaku dan sifat-sifat yang lebih dari teman-temannya.
Setiap ahli thariqah senantiasa memiliki panggilan untuk melakukan hijrah, dalam rangka mensiarkan islam ke belahan bumi Allah. Untuk melaksanakan keinginan tersebut Habib Husein tidak kekurangan akal, ia bergegas menghampiri para kafilah dan musafir yang sedang melakukan jual-beli di pasar pada setiap hari Jum’at.
Setelah dipastikan mendapatkan tumpangan dari
salah seorang kafilah yang hendak bertolak ke India, maka Habib Husein segera
menghampiri ibunya untuk meminta ijin.
Walau dengan berat hati, seorang ibu harus
melepaskan dan merelakan kepergian puteranya. Habib Husein mencoba membesarkan
hati ibunya sambil berkata : “janganlah takut dan berkecil hati, apapun akan ku
hadapi, senantiasa bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya ia bersama kita.”
Akhirnya berangkatlah Al Habib Husein menuju daratan India.
Sampailah Al Habib Husein di sebuah kota bernama
“Surati” atau lebih dikenal kota Gujarat, sedangkan penduduknya beragama Budha.
Mulailah Habib Husein mensi’arkan Islam dikota tersebut dan kota-kota
sekitarnya.
Kedatangan Habib Husein di kota tersebut membawa
Rahmatan Lil-Alamin. Karena daerah yang asalnya kering dan tandus, kemudian
dengan kebesaran Allah maka berubah menjadi daerah yang subur. Agama Islam pun
tumbuh berkembang.
Hingga kini belum ditemukan sumber yang pasti
berapa lama Habib Husein bermukim di India. Tidak lama kemudian ia melanjutkan
misi hijrahnya menuju wilayah Asia Tenggara, hingga sampai di pulau Jawa, dan
menetap di kota Batavia, sebutan kota Jakarta tempo dulu.
Batavia adalah pusat pemerintahan Belanda, dan
pelabuhannya adalah Sunda Kelapa. Maka tidak heran kalau pelabuhan itu dikenal
sebagai pelabuhan yang teramai dan terbesar di jamannya. Pada tahun 1736 M
datanglah Al-Habib Husein bersama para pedagang dari Gujarat di pelabuhan Sunda
Kelapa.
Disinilah tempat persinggahan terakhir dalam
mensyiarkan Islam. Beliau mendirikan Surau sebagai pusat pengembangan ajaran
Islam. Ia banyak di kunjungi bukan saja dari daerah sekitarnya, melainkan juga
datang dari berbagai daerah untuk belajar Islam atau banyak juga yang datang
untuk di do’akan.
Pesatnya pertumbuhan dan minat orang yang datang
untuk belajar agama Islam ke Habib Husein mengundang kesinisan dari pemerintah
VOC, yang di pandang akan menggangu ketertiban dan keamanan. Akhirnya Habib
Husein beserta beberapa pengikut utamanya di jatuhi hukuman, dan ditahan di
penjara Glodok.
Istilah karomah secara estimologi dalam bahasa
arab berarti mulia, sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia (terbitan
balai pustaka, Jakarta 1995, hal 483) menyebutkan karomah dengan keramat,
diartikan suci dan dapat mengadakan sesuatu di luar kemampuan manusia biasa
karena ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam ajaran Islam karomah di maksudkan sebagai
khariqun lil adat yang berarti kejadian luar biasa pada seseorang wali Allah.
Karomah merupakan tanda-tanda kebenaran sikap dan tingkah laku seseorang, yang
merupakan anugrah Allah karena ketakwaannya, berikut ini terdapat beberapa
karomah yang dimiliki oleh Al Habib Husein bin Abu Bakar Alaydrus atau yang
kita kenal Habib Luar Batang, seorang wali Allah yang lahir di Jasirah Arab dan
telah ditakdirkan wafat di Pulau Jawa, tepatnya di Jakarta Utara.
1. Menjadi mesin pemintal
Di masa belia, ditanah kelahirannya yaitu di
daerah Hadhramaut – Yaman Selatan, Habib Husein berguru pada seorang Alim
Shufi. Di hari-hari libur ia pulang untuk menyambang ibunya.
Pada suatu malam ketika ia berada di rumahnya,
ibu Habib Husein meminta tolong agar ia bersedia membantu mengerjakan pintalan
benang yang ada di gudang. Habib Husein segera menyanggupi, dan ia segera ke
gudang untuk mengerjakan apa yang di perintahkan oleh ibunya. Makan malam juga
telah disediakan. Menjelang pagi hari, ibu Husein membuka pintu gudang. Ia
sangat heran karena makanan yang disediakan masih utuh belum dimakan husein.
Selanjutnya ia sangat kaget melihat hasil pintalan benang begitu banyaknya. Si
ibu tercengang melihat kejadian ini. Dalam benaknya terpikir bagaimana mungkin
hasil pemintalan benang yang seharusnya dikerjakan dalam beberapa hari, malah
hanya dikerjakan kurang dari semalam, padahal Habib Husein dijumpai dalam
keadaan tidur pulas disudut gudang.
Kejadian ini oleh ibunya diceritakan kepada guru
thariqah yang membimbing Habib Husein. Mendengar cerita itu maka ia bertakbir
sambil berucap : “ sungguh Allah berkehendak pada anakmu, untuk di perolehnya
derajat yang besar disisi-Nya, hendaklah ibu berbesar hati dan jangan bertindak
keras kepadanya, rahasiakanlah segala sesuatu yang terjadi pada anakmu.”
2. Menyuburkan Kota Gujarat
Hijrah pertama yang di singgahi oleh Habib
Husein adalah di daratan India, tepatnya di kota Surati atau lebih dikenal
Gujarat. Kehidupan kota tersebut bagaikan kota mati karena dilanda kekeringan
dan wabah kolera.
Kedatangan Habib Husein di kota tersebut di
sambut oleh ketua adat setempat, kemudian ia dibawa kepada kepala wilayah serta
beberapa penasehat para normal, dan Habib Husein di perkenalkan sebagai titisan
Dewa yang dapat menyelamatkan negeri itu dari bencana.
Habib Husein menyangupi bahwa dengan pertolongan
Allah, ia akan merubah negeri ini menjadi sebuah negeri yang subur, asal dengan
syarat mereka mengucapkan dua kalimat syahadat dan menerima Islam sebagai
agamanya. Syarat tersebut juga mereka sanggupi dan berbondong-bondong warga di
kota itu belajar agama Islam.
Akhirnya mereka di perintahkan untuk membangun
sumur dan sebuah kolam. Setelah pembangunan keduanya di selesaikan, maka dengan
kekuasaan Allah turun hujan yang sangat lebat, membasahi seluruh daratan yang
tandus. Sejak itu pula tanah yang kering berubah menjadi subur. Sedangkan warga
yang terserang wabah penyakit dapat sembuh, dengan cara mandi di kolam buatan
tersebut. Dengan demikian kota yang dahulunya mati, kini secara
berangsur-angsur kehidupan masyarakatnya menjadi sejahtera.
3. Mengislamkan tawanan
Setelah tatanan kehidupan masyarakat Gujarat
berubah dari kehidupan yang kekeringan dan hidup miskin menjadi subur serta
masyarakatnya hidup sejahtera, maka Habib Husein melanjutkan hijrahnya ke
daratan Asia Tenggara untuk tetap mensiarkan Islam. Beliau menuju pulau Jawa,
dan akhirnya menetap di Batavia. Pada masa itu hidup dalam jajahan pemerintahan
VOC Belanda.
Pada suatu malam Habib Husein dikejutkan oleh
kedatangan seorang yang berlari padanya karena di kejar oleh tentara VOC.
Dengan pakaian basah kuyub ia meminta perlindungan karena akan dikenakan
hukuman mati. Ia adalah tawanan dari sebuah kapal dagang Tionghoa.
Keesokan harinya datanglah pasukan tentara
berkuda VOC ke rumah Habib Husein untuk menangkap tawanan yang dikejarnya.
Beliau tetap melindungi tawanan tersebut, sambil berkata : “Aku akan melindungi
tawanan ini dan aku adalah jaminannya.”
Rupanya ucapan tersebut sangat di dengar oleh
pasukan VOC. Semua menundukkan kepala dan akhirnya pergi, sedangkan tawanan
Tionghoa itu sangat berterima kasih, sehingga akhirnya ia memeluk Islam.
4. Menjadi Imam di Penjara
Dalam masa sekejab telah banyak orang yang
datang untuk belajar agama Islam. Rumah Habib Husein banyak dikunjungi para
muridnya dan masyarakat luas. Hilir mudiknya umat yang datang membuat penguasa
VOC menjadi khawatir akan menggangu keamanan. Akhirnya Habib Husein beserta
beberapa pengikut utamanya ditangkap dan di masukan ke penjara Glodok. Bangunan
penjara itu juga dikenal dengan sebutan “Seksi Dua.”
Rupanya dalam tahanan Habib Husein ditempatkan
dalam kamar terpisah dan ruangan yang sempit, sedangkan pengikutnya ditempatkan
di ruangan yang besar bersama tahanan yang lain.
Polisi penjara dibuat terheran-heran karena
ditengah malam melihat Habib Husein menjadi imam di ruangan yang besar,
memimpin shalat bersama-sama para pengikutnya. Hingga menjelang subuh
masyarakat di luar pun ikut bermakmum. Akan tetapi anehnya dalam waktu yang
bersamaan pula polisi penjara tersebut melihat Habib Husein tidur nyenyak di
kamar ruangan yang sempit itu, dalam keadaan tetap terkunci.
Kejadian tersebut berkembang menjadi buah bibir
dikalangan pemerintahan VOC. Dengan segala pertimbangan akhirnya pemerintah
Belanda meminta maaf atas penahanan tersebut, Habib Husein beserta semua
pengikutnya dibebaskan dari tahanan.
5. Si Sinyo menjadi Gubernur
Pada suatu hari Habib Husein dengan ditemani
oleh seorang mualaf Tionghoa yang telah berubah nama Abdul Kadir duduk berteduh
di daerah Gambir. Disaat mereka beristirahat lewatlah seorang Sinyo (anak
Belanda) dan mendekat ke Habib Husein. Dengan seketika Habib Husein
menghentakan tangannya ke dada anak Belanda tersebut. Si Sinyo kaget dan
berlari ke arah pembantunya.
Dengan cepat Habib Husein meminta temannya untuk
menghampiri pembantu anak Belanda tersebut, untuk menyampaikan pesan agar
disampaikan kepada majikannya, bahwa kelak anak ini akan menjadi seorang
pembesar di negeri ini.
Seiring berjalannya waktu, anak Belanda itu
melanjutkan sekolah tinggi di negeri Belanda. Kemudian setelah lulus ia di
percaya di angkat menjadi Gubernur Batavia.
6. Cara Berkirim Wang
Gubernur Batavia yang pada masa kecilnya telah
diramal oleh Habib Husein bahwa kelak akan menjadi orang besar di negeri ini,
ternyata memang benar adanya. Rupanya Gubernur muda itu menerima wasiat dari
ayahnya yang baru saja meninggal dunia. Di wasiatkan kalau memang apa yang
dikatakan Habib Husein menjadi kenyataan diminta agar ia membalas budi dan
jangan melupakan jasa Habib Husein.
Akhirnya Gubernur Batavia menghadiahkan beberapa
karung uang kepada Habib Husein. Uang itu diterimanya, tetapi dibuangnya ke
laut. Demikian pula setiap pemberian uang berikutnya, Habib Husein selalu
menerimanya, tetapi juga dibuangnya ke laut. Gubernur yang memberi uang menjadi
penasaran dan akhirnya bertanya mengapa uang pemberiannya selalu di buang ke
laut. Dijawabnya oleh Habib Husein bahwa uang tersebut dikirimkan untuk ibunya
ke Yaman.
Gubernur itu dibuatnya penasaran, akhirnya
diperintahkan penyelam untuk mencari karung uang yang di buang ke laut,
walhasil tak satu keeping uang pun diketemukan. Selanjutnya Gubernur Batavia
tetap berupaya untuk membuktikan kebenaran kejadian ganjil tersebut, maka ia
mengutus seorang ajudan ke negeri Yaman untuk bertemu dan menanyakan kepada ibu
Habib Husein.
Sekembalinya dari Yaman, ajudan Gubernur
tersebut melaporkan bahwa benar adanya. Ibu Habib Husein telah menerima
sejumlah uang yang di buang ke laut tersebut pada hari dan tanggal yang sama.
7. Kampung Luar Batang
Gubernur Batavia sangat penuh perhatian kepada
Habib Husein. Ia menanyakan apa keinginan Habib Husein. Jawabnya : “Saya tidak
mengharapkan apapun dari tuan.” Akan tetapi Gubernur itu sangat bijak,
dihadiahkanlah sebidang tanah di kampung baru, sebagai tempat tinggal dan
peristirahatan yang terakhir.
Habib Husein telah di panggil dalam usia muda,
ketika berumur kurang lebih 30-40 tahun. Meninggal pada hari kamis tanggal 17
Ramadhan 1169 atau bertepatan tanggal 27 Juni 1756 M. sesuai dengan peraturan
pada masa itu bahwa setiap orang asing harus di kuburkan di pemakaman khusus
yang terletak di Tanah Abang.
Sebagai mana layaknya, jenasah Habib Husein di
usung dengan kurung batang (keranda). Ternyata sesampainya di pekuburan jenasa
Habib Husein tidak ada dalam kurung batang. Anehnya jenasah Habib Husein
kembali berada di tempat tinggal semula. Dalam bahasa lain jenasah Habib Husein
keluar dari kurung batang, pengantar jenasah mencoba kembali mengusung jenasah
Habib Husein ke pekuburan yang dimaksud, namun demikian jenasah Habib Husein
tetap saja keluar dan kembali ke tempat tinggal semula.
Akhirnya para pengantar jenasah memahami dan
bersepakat untuk memakamkan jenasa Habib Husein di tempat yang merupakan tempat
rumah tinggalnya sendiri. Kemudian orang menyebutnya “Kampung Baru Luar Batang”
dan kini dikenal sebagai “Kampung Luar Batang.”
Pengalaman masa lampau, tersiar khabar bahwa Al-Habib
Husein membuang sejumlah wang ke laut di daerah “Pasar Ikan”. Tidak
henti-hentinya para pengunjung menyelami tempat itu. Dengan bukti nyata, mereka
mendapatkannya, sedangkan pada waktu itu, untuk dapat bekerja masih sukar di
peroleh. Satu-satunya mata pencaharian yang mudah dikerjakan ialah, menyelam di
laut. Dengan demikian, bangkitlah keramaian dikawasan kota tersebut, sehingga
timbullah istilah “Mencari Duit ke Kota”
Cerita Kesaktian Penyebar Islam Habib Husein Alaydrus
Dia orang biasa. Saat siang,
dia suka memancing. Saat malam mengaji.
Pada awal
abad ke-18, tepatnya tahun 1736 M, seorang pemuda Arab bernama Habib Husein bin
Abubakar Alaydrus datang ke Pelabuhan Sunda Kelapa. la berasal dari daerah
Al-Maiqab Hadramaut, Jazirah Arab yang kini masuk wilayah Yaman Selatan.
Sunda Kelapa adalah sebuah kota lama, juga dikenal dengan pasar ikannya
Jakarta, pada waktu itu termasuk bandar yang paling ramai di Pulau Jawa. Di
tepi pantai terlihat rumah-rumah nelayan dan warung-warung yang mereka kelola
sebagai usaha sampingan. Bagian daratnya ditumbuhi hutan bakau yang lebat. Di
sanalah Habib Husein membuat surau (musala), sebagai tempatnya beribadah dan
berkhalwat.
Pada malam hari banyak orang datang ke tempatnya untuk mengaji dan memohon bantuan doa. Sedangkan pada siang hari Habib Husein gemar memancing, menelusuri tepian pantai. Kian hari semakin banyak penduduk memadati Sunda Kelapa, terutama para pengusaha yang datang dari berbagai daerah.
Demikian pula majelis pengajian dan surau Habib Husein makin ramai dikunjungi orang untuk belajar agama. Sehingga bangunan surau itu pun diperbesar menjadi masjid. Dengan begitu, penyiaran agama Islam di Kampung Luar Batang dan sekitarnya, berkembang semakin pesat.
Alwi Shahab, budayawan Betawi, dalam tulisannya menyebutkan informasi soal Habib Husein pernah termuat dalam Koran Bataviaasche Courant terbitan 12 Mei 1827, yang menyebutkan bahwa Habib Husein meninggal kurang lebih pada tahun 1796, setelah menyiarkan Islam di Surabaya dan Batavia.
Ada cerita, pada suatu malam Habib Husein dikejutkan oleh seseorang yang datang dengan pakaian basah kuyup, memohon pertolongannya. Orang itu mengaku lari dari kejaran Kompeni (VOC). la adalah tawanan di sebuah kapal dagang milik orang Tionghoa dan akan dikenakan hukuman mati.
Siang hari berikutnya, satu regu pasukan berkuda VOC tiba di rumah Habib, berusaha menangkap dan membawa 'buronan' tersebut dari tangan Habib. Tetapi dengan tegar Habib Husein membela tawanan itu seraya berkata: "Saya akan melindungi tawanan ini dan saya menjadi jaminannya."
Mendengar kata-kata tegas Habib Husein, regu VOC itu mengurungkan niatnya dan membebaskan orang tersebut dari pertikaian. Tawanan Tionghoa itu sangat berterima kasih kepada Habib Husein atas pertolongan dan perlindungannya, serta bersedia menerima apa saja perintah Habib, bahkan ia mengakui Islam sebagai agamanya.
Nama Habib Husein makin dikenal banyak orang. Di sekitar lingkungan tempat tinggalnya, makin banyak pendatang yang bermukim. Namun, pihak Kompeni Belanda justru mencurigai pengaruh dan kharisma Habib. Kalau dibiarkan terus, dikhawatirkan dapat mengganggu kedudukan Kompeni sebagai penguasa waktu itu. Maka diambil-lah tindakan, Habib beserta pengikutnya dijatuhi hukuman tahanan di wilayah Pancoran (Glodok), rumah tahanan itu dikenal dengan nama Seksi Dua.
Para petugas tahanan merasa heran melihat Habib Husein setiap tengah malam hingga menjelang subuh mengimami salat dalam ruangan besar rumah tahanan itu. Masyakarat di luar pun ikut serta bermakmum. Tapi pada saat bersamaan, para petugas tahanan mendapatkan Habib sedang tidur nyenyak di dalam kamarnya yang selalu terkunci.
Setelah kejadian itu, Kompeni Belanda meminta maaf atas penahanan itu, lalu membebaskan Habib Husein beserta pengikutnya, sebab memang tidak ada alasan hukum yang kuat untuk menahannya. (umi)
Pada malam hari banyak orang datang ke tempatnya untuk mengaji dan memohon bantuan doa. Sedangkan pada siang hari Habib Husein gemar memancing, menelusuri tepian pantai. Kian hari semakin banyak penduduk memadati Sunda Kelapa, terutama para pengusaha yang datang dari berbagai daerah.
Demikian pula majelis pengajian dan surau Habib Husein makin ramai dikunjungi orang untuk belajar agama. Sehingga bangunan surau itu pun diperbesar menjadi masjid. Dengan begitu, penyiaran agama Islam di Kampung Luar Batang dan sekitarnya, berkembang semakin pesat.
Alwi Shahab, budayawan Betawi, dalam tulisannya menyebutkan informasi soal Habib Husein pernah termuat dalam Koran Bataviaasche Courant terbitan 12 Mei 1827, yang menyebutkan bahwa Habib Husein meninggal kurang lebih pada tahun 1796, setelah menyiarkan Islam di Surabaya dan Batavia.
Ada cerita, pada suatu malam Habib Husein dikejutkan oleh seseorang yang datang dengan pakaian basah kuyup, memohon pertolongannya. Orang itu mengaku lari dari kejaran Kompeni (VOC). la adalah tawanan di sebuah kapal dagang milik orang Tionghoa dan akan dikenakan hukuman mati.
Siang hari berikutnya, satu regu pasukan berkuda VOC tiba di rumah Habib, berusaha menangkap dan membawa 'buronan' tersebut dari tangan Habib. Tetapi dengan tegar Habib Husein membela tawanan itu seraya berkata: "Saya akan melindungi tawanan ini dan saya menjadi jaminannya."
Mendengar kata-kata tegas Habib Husein, regu VOC itu mengurungkan niatnya dan membebaskan orang tersebut dari pertikaian. Tawanan Tionghoa itu sangat berterima kasih kepada Habib Husein atas pertolongan dan perlindungannya, serta bersedia menerima apa saja perintah Habib, bahkan ia mengakui Islam sebagai agamanya.
Nama Habib Husein makin dikenal banyak orang. Di sekitar lingkungan tempat tinggalnya, makin banyak pendatang yang bermukim. Namun, pihak Kompeni Belanda justru mencurigai pengaruh dan kharisma Habib. Kalau dibiarkan terus, dikhawatirkan dapat mengganggu kedudukan Kompeni sebagai penguasa waktu itu. Maka diambil-lah tindakan, Habib beserta pengikutnya dijatuhi hukuman tahanan di wilayah Pancoran (Glodok), rumah tahanan itu dikenal dengan nama Seksi Dua.
Para petugas tahanan merasa heran melihat Habib Husein setiap tengah malam hingga menjelang subuh mengimami salat dalam ruangan besar rumah tahanan itu. Masyakarat di luar pun ikut serta bermakmum. Tapi pada saat bersamaan, para petugas tahanan mendapatkan Habib sedang tidur nyenyak di dalam kamarnya yang selalu terkunci.
Setelah kejadian itu, Kompeni Belanda meminta maaf atas penahanan itu, lalu membebaskan Habib Husein beserta pengikutnya, sebab memang tidak ada alasan hukum yang kuat untuk menahannya. (umi)
Keramat Luar Batang dari Mulut
ke Mulut
Islam
pada saat masuk ke wilayah Nisantara yang di bawa oleh para sudagar-saudagar
yang sambil menyelam minum air, maksutnya adalah berdakwah sambil berdagang
untuk kebutuhan ekonomi sang ulama sendiri. Banyak buku bicara soal masuknya
Islam di bawa oleh para pedagang, betul, namun harus di pertegas kembali bahwa
berdagangnya para ulama yang merantau untuk berdakwah di luar kota kelahiranya
adalah persoalan sekunder. Yang primer adalah soal niat awalnya sang ulama
untuk membumikan ajaran Rosulallah dengan di sokong oleh kegiatan ekonomi untuk
melanjutkan hidup. Jadi bukan lagi berdagang sambil berdakwah tapi berdakwah
dengan di sokong oleh kegiatan berdagang untuk melanjutkan kehidupannya juga
untuk kegiatan dakwahnya.
Islam
datang tanpa perang. Begitu juga yang terjadi di pesisir utara pantai Jakarta
sekitar pertengahan abad 19, seorang ulama dari tanah sebrang Yaman-Hadramout
menginjakkan kakinya di pulau Jawa, beliau bernama Sayid Husain bin Abu Bakar
Alaydrus yang biasa di panggil Habib Husain. Syiarnya dibuka melalui
perdagangan dan membuka majlis taklim atau ruang diskusi untuk persoalan
agama(Islam) .
Menurut
pemaparan ustd-Ali[ bahwa “ Habib Husain datang tidak mudah..
konon tubuh sang Habib penuh sisik seperti ikan dan banyak warga yang enggan
berkomunikasi dengannya karena persoalan “jijik” .
Itu
artinya di awal beliau mendapatkan kendala karena warga menolaknya, namun “ada satu warga yang mau menerimanya dengan ikhlas namanya adalah
Abubakar yang sekarang makamnya bersebelahan dengan mkam Habib Husain di mesjid
Kramat Luar Batang” tutur Mbah Jiem(90tahun).
Kegiatan
berdakwah Habib Husain membuat resah Kompeni Belanda, karena dengan Frame basic
pengajaran tentang Islamnya sang Habib yang justru pada saat sebelumnya Islam
membuat repot Kompeni dengan serangan pasukan Pangeran Dipanagara yang
beridentitas Islam dan pemberontakanya pun Berlatar spirit Islam, ada ketakutan
Kompeni ketik kegiatan diskusi yang di jalankan oleh Habib Husain ini terus
berjalan atau di biarkan akan menambah masalah baru, untuk itu belanda mengusir
Habib Husain keluar dari tanah Jawa, namun tidak berhasil, Habib Husain terus
di lindungi oleh warga sekitar dengan cara di sembunyikan
Akhirnya
kompenipun gerah dengan kelakuan Habib Husain dan warga pesisir Jakarta Utara
karena terus menerus menyembunyikan dan melindungi Habib Husain yang bagi dia
adalah si pembuat onar. Sore hari saat memimpin diskusi Habib Husain pun di
bawa paksa oleh Kompeni untuk di buih(penjara) dekat Gelodok. siksaan dan
hinaaan pun terus di alami oleh habib Husian, namun disana terlihat jelas
Nampak ke Waliannya atau Kharomahnya sebagai Ulama, “ suatu ketika sang opsir
penjara melintas di ruang dimana sang habib mendekam sambil tertawa ia
bercerita dengan temannya sesame opsir, lalu kemudian habib Husain memanggil
salah satu darei opsir penjaga itu dan mengatakan “kelak nanti kamu akan
menjadi penguasa wilayah ini (bagian utara Jakarta)” sang opsir hanya bisa
tertawa menertawakan sang habib.
Tak
lama sang Habib di bebaskan dengan syarat tidak boleh lagi mengadakan kegiatan
diskusi atau pengajian namun larangan itu hanya stetmen klise bagi sang habib
tugas utamannya adlah membangkitkan semangat revolusioner di tengah tengah
masyarakat pesisir pantai utara Jakarta khususnya daerah Luar Batang sekarang.
Sesampainya sang habib di rumah muridnya seketika itu pula langsung ramai di
kunjungi oleh para murid-muridnya kemudiaan mengadakan taklim mu taklim.
Waktu
berjalan opsir penjaga penjara habib Husian pun katanya Pulang ke Belanda untuk
melanjutkan sekolah, sekian waktu berjalan sang opsir datang kembali di
tugaskan di Jakarta atau Batavia pada saat itu untuk memegang kekuasaan di
wilayah Utara Jakarta. Kejadiaan ini sama persis dengan statement habib Husian
di dalam sel Penjara Glodok tempo hari. Bahwa kamu akan menjadi pengauasa di
wilayah ini. Kata-kata sang habib masih tersimpan di ingatan sang penguasa yang
dulu opsir itu dan ingin sekali bertemu dengan sang Habib yang bernamaHusain.
Di bawalah penguasa itu ke daerah yang sekarang di sebut Kramat Luar Batang
oleh petugas petugas nya mencari habib Husain dan bertemu.
“ hai.. sang habib ternyata apa yang saudara katakan dulu itu benar,
bahwa saya akan menjadi pengauasa di wilayah Utara Jakarta, sekarang apa permintaan
mu atas ucapanmu dulu yang membuatku sekarang menjadi seperti ini
?? sang habib hanya mengatakan “ saya hanya ingin meminta tanah ini( jari
telunjuk sang habib menunjuk ke arah pantai) “. mana mungkin jawab penguasa itu
, itu kan pantai yang di genangi air oleh ombak!!! Tapi kalu kau mau ambilla..”
lalu sang habib mengambil patok dan menacapkannya di bibir pantai sesuai apa
yang ia mau .. wal hasil air pantai yang tadinya membasahi pantai ini ternyata
tidak lebih sampai garis patok yang di buat oleh sang habib. Dan di atas tanah
yang ia potoki tadi akan segera di bangun meajid sebagai tempat ibadah dan juga
tempat ia tinggal untuk mengurusi masjid ( karena selama ini habib hanya
tinggal di rumah muridnya yang bernama Abubakar )
Sekian
lama berjalan akhirnya sang Ulam besar Habib Husain bin Abubakar Alaydrus pun
tutup usia, banyak handai tolan dan para murid-muridnya menangisi kepergian
sang Habib. “ kalo kata orang dulu mah waktu habib husian
meninggal lagit ikut sedih, mendung tiga hari tiga malam gak berhenti-berhenti,
angin gede ombak tinggi…. waaadduuhh…!!! sedih semua alam ini bang”
ujar Bang Ahmad
Ada
yang unik ketika proses penguburan jenazah habib Husain, karena beliau bukan
orang pribumi jadi harus di makam kan di daerah Tanah Abang (kuburan para
Londo). Jenazah di bawa dengan kurung batang dari tempat ia tinggal menuju
Tanah Abang yang lumayan jaraknya namun itu tidak mengurungkan niat para
peziarah untuk ikut bersama menguburkan orang shaleh,
sesampainya di lokasi saat jenazah mau di masukkan ke liang lahat kurung batang
di buka dan ternyata mayit sudah tidak ada, kepanikan menghantui hamper seluruh
peziarah yang cukup memadati kompleks makam, “sang mayit
keluar dari kurung batang” itu kira kira yang menjadi obrolan para
peziarah pada saat itu melihat ke anehan ke anehan yang terjadi. akhirnya para
peziarah memutuskan untuk kembali lagi ke rumah, sesampainya disana ternyata
mayit habib Husain ada di dalam mesjid dan ini menjadi pembicaraan di setiap
orang yang melihatnya. Akhirnya di putuskan untuk membawanya lagi menuju Tanah
Abang, perjajalan jauh pun kembali di tempuh sesampainya disana saat membuka
kurung batang ternyata sudah menghilang mayatnya semakin aneh suasananya dan
para peziarah kembali pulang ke rumah masing masing, namun sesampainya di
mesjid warga kembali menemukan jenazah sang Habib tergeletak seperti tadi dan
salah satu warga menyatakan ” kalau sekali lagi Jenazah Habib
Husain keluar dari kurung batang lagi nanti, itu artinya beliau tidak mau di
kuburkan disana ”
Saat
di antar ke Tanah Abang untuk yang ketiga kalinya ternyata benar bahwa jenazah
keluar sendiri dari kurung batang dan menghilang . saat di cari di mesjid
tempat biasa di buka taklim ternyata ada . dan warga akhirnya memutuskan untuk
menguburkan Habib Husain di halaman Mesjid yang sekarang bernama Mesjid Kramat
Luar Batang.
Dan
dari keanehan itu kemudian lambat laun banyak warga menyebut daerah itu dengan
kampong Kramat Luar Batang.
Secara
sudut pandang warga setempat yang mempunyai basic keagamaan Islam dan mayoritas
, cerita ini menjadi kekuatan tersendiri dalam menafsirkan nama kampung yang
sekarang bernama kampung Kramat Luar Batang sekitar yang warganya menggunakan
Tradisi Lisan yang di turunkan dari generasi ke generasi lewat cerita ini.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan