SYEIKH ABU SAID AL KHARRAZ (si tukang melubangi sepatu)
Sebaliknya,
bencana dan kesempitan yang ditimpakan oleh Allah s.w.t. kepada hamba-hambaNya
adalah ujian, supaya si hamba mampu menanggungnya dengan penuh kesabaran, dan
menunaikan segala yang diwajibkan oleh Allah atas dirinya. Dan dalam hal ini,
sebagian ahli ḥikmah berkata: “‘Ilmu
pengetahuan akan membawa bencana, kecuali bagi orang ber‘ilmu yang beramal
dengan ‘ilmunya.” Hal ini sesuai dengan beberapa firman Allah s.w.t. berikut
ini:
الَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَ الْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ
“Dia (Allah) yang menjadikan mati dan
hidup untuk mengujimu.” (al-Mulk 67: 2)
وَ لَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِيْنَ مِنْكُمْ وَ الصَّابِرِيْنَ وَ نَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ
“Dan sungguh Kami akan menguji
kalian, sehingga Kami mengetahui siapa di antara kalian yang benar-benar
berjuang dan bersabar, dan Kami akan menguji berita-berita kalian.” (Muḥammad 47: 31).
Tambahan Karunia adalah Ujian
Para nabi
dan orang-orang shāliḥ sesudah mereka,
telah diberitahu oleh Allah s.w.t. bahwa mereka sedang diuji dengan berbagai pemberian
keni‘matan dan karunia dunia. Dengan demikian, mereka patuh dan tunduk kepada
petunjuk Allah s.w.t. Mereka tidak pernah sedetik pun terpengaruh oleh hiasan
dunia, dan justru sering merasa ragu dan bersedih atas semua pemberian Allah
s.w.t. tersebut. Oleh karena itu, mereka senantiasa melaksanakan semua hak
Allah s.w.t., dan tidak pernah melalaikan, menyalahgunakan, ataupun
meletakkannya pada tempat yang tidak tepat yang bisa menimbulkan pemahaman yang
salah. Selain itu, mereka pun tidak pernah menikmati kelezatan harta yang
mereka miliki, mencintainya, atau pun menyombongkan diri sendiri lebih dari
hamba-hamba Allah yang lain.
Hal ini
dicontohkan Nabi Sulaimān a.s. yang telah
diberikan Allah karunia kerajaan yang besar dan kenikmatan yang tidak ada taranya,
seperti yang telah disebutkan dalam al-Qur’ān:
هذَا عَطَاؤُنَا فَامْنُنْ أَوْ أَمْسِكْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Inilah anugerah dari Kami! Boleh
engkau berikan atau engkau tahan dengan tiada perhitungan.” (Shād 38: 39)
Menurut
para ahli tafsir, yang maksud dengan “tiada perhitungan” adalah tidak ada pertanggungjawaban
atasmu di Hari Akhirat, karena pemberian tersebut kecil di mata Allah s.w.t.
sebagai bentuk penghormatan atas kedudukan Nabi Sulaimān a.s. Sebab,
menurut para ‘ulamā’, setiap harinya
Nabi Sulaimān a.s. menerima
tamu dan selalu memberinya makan dengan tepung halus yang sudah diayak, dan
beliau memberi makan putra-putranya sendiri tepung kasar yang belum diayak,
sedangkan bagi dirinya sendiri, beliau hanya makan gandum yang belum ditumbuk.
Di samping
ini, para ‘ulamā’
pun meriwayatkan pula, bahwa Nabi Ibrāhīm a.s. belum akan menyantap makanan,
kecuali bersama-sama dengan para tamu. Beliau pernah tiga hari berturut-turut
tidak makan, beliau berjalan sampai sejauh satu farsakh untuk menyambut datangnya
seorang tamu.
Demikian
pula Nabi Ayyūb a.s. tidak pernah
mendengar orang bersumpah dengan menyebut nama Allah, melainkan beliau pulang
ke rumah lalu mengeluarkan denda atas sumpah tersebut. (131) Selain itu, para ‘ulamā’
juga meriwayatkan bahwa Nabi Yūsuf
a.s., bendaharawan negeri Mesir, tidak pernah mengenal kenyang semasa hidupnya.
Dan jika ditanya alasannya, jawaban beliau adalah karena takut jika dirinya
kenyang, akan melupakan orang-orang yang lapar.
Pada satu
hari, menurut suatu riwayat, Nabi Sulaimān a.s. sedang diterbangkan angin dan
diteduhi burung-burung dari panas sinar matahari dengan disertai oleh jin dan
manusia. Kala itu, Nabi Sulaimān
mengenakan pakaian serba baru yang menyelubungi badannya, dan beliau senang
merasakan kehalusannya. Namun secara tiba-tiba, angin yang membawanya terbang
berhenti dan menurunkannya ke bumi. Menyadari hal itu, Nabi Sulaimān marah dan segera
bertanya pada angin: “Mengapa kamu menurunkanku?” Angin menjawab:
“Saya diperintah untuk berkhidmat kepada anda selagi tuanku menaati Allah.”
Mendengar jawaban angin, Nabi Sulaimān langsung merenungkan segala perbuatannya,
hingga akhirnya beliau mengerti bahwa penyebab itu semua adalah pakaian barunya.
Setelah itu, beliau bertaubat, dan angin pun lantas mengangkatnya kembali. Dan
pernah juga diriwayatkan bahwa angin kerap sekali menurunkan Nabi Sulaimān ke bumi dalam
setiap harinya, karena “kesalahan kecil”
seperti telah disebutkan atau karena yang lain-lainnya.
Para nabi
yang telah disebutkan di atas senantiasa menghindarkan diri dari meni‘mati
segala kelezatan yang mereka miliki atas pemberian dan karunia Allah s.w.t.
Mereka lebih suka menikmati dzikir kepada Allah dan beribadah kepada-Nya.
Mereka tidak pernah terpikat dengan kekayaan yang mereka miliki, dan tidak
pernah berduka atas kekayaan yang lenyap dari tangannya. Mereka tidak pernah
merasa gembira dengan apa yang mereka miliki, sehingga tidak perlu berpikir
panjang ketika hendak diberikan kepada orang lain. Mereka adalah sebagaimana
yang dikatakan Allah s.w.t. dalam firman-Nya:
أُولئِكَ الَّذِيْنَ هَدَى اللهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ
“Mereka itulah orang-orang yang telah
diberi petunjuk oleh Allah s.w.t dan terhadap petunjuk tersebut ikutlah!”
(al-An‘ām 6: 90)
Sementara
itu, Nabi Muḥammad s.a.w.
sendiri pernah ditawari dengan segala kenikmatan dunia. Kala itu, malaikat
Jibril a.s. sedang bersama Rasūlullāh s.a.w. Tiba-tiba
parasnya berubah, karena datangnya seorang malaikat yang tidak akan pernah turun
dari langit jika tidak membawa suatu tugas yang sangat penting. “Aku
khawatir jangan-jangan malaikat itu membawa suatu tugas untukku.” kata Jibril.
Namun kenyataannya, si malaikat tersebut terus berjalan menuju Rasūlullāh s.a.w. seraya
menghaturkan salam dari Allah s.w.t. kepada beliau. Setelah sampai, malaikat
itu berkata: “Saya membawa kunci-kunci perbendaharaan
bumi untuk anda. Ambillah, jika anda berkehendak, niscaya semua yang anda
kehendaki di atas bumi ini akan menjadi emas dan perak. Ia akan abadi bersamamu
hingga Hari Kiamat, tanpa ada yang berkurang, sedikit pun dari segala sesuatu
yang engkau miliki di sisi Allah s.w.t.” Mengetahui hal tersebut, Nabi Muḥammad s.a.w. tetap
tidak memilih dunia yang ditawarkan Allah s.w.t. Beliau malah bersabda: “Biarlah
saya terkadang lapar, dan terkadang merasakan kenyang.”
(142).
Pada saat
itu, Nabi Muḥammad s.a.w.
menganggap tawaran Allah s.w.t. tersebut adalah semata-mata ujian, dan bukan
sebagai pilihan. Sebab, andaikata beliau menganggapnya sebagai pilihan, niscaya
beliau akan menerimanya. Lebih dari itu, beliau pun tahu bahwa kecintaan Allah
s.w.t. akan diberikan kepada orang-orang yang meninggalkan dan menghindari
keindahan dan kelezatan dunia. Dengan budi pekerti yang luhur inilah, Allah
s.w.t. mendidik Nabi Muḥammad s.a.w.
sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya:
وَ لاَ تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِّنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيْهِ
“Dan janganlah engkau tergiur
pandang oleh kesenangan yang Kami berikan kepada beberapa keluarga di antara
mereka sebagai bunga kehidupan duniawi. Kami hendak menguji mereka dengan
kesenangan itu.”
(Thāhā 20: 131)
Di samping
itu, pernah diriwayatkan bahwa pada suatu saat beliau mengenakan pakaian baru
yang bermotif bagus, namun dengan tiba-tiba beliau menanggalkannya seraya
berkata: “Motif pakaian ini hampir memikat hatiku. Kembalikan baju ini pada si
pemberi dan tolong ganti dengan pakaian biasa saja.” Dalam riwayat lain,
diceritakan bahwa beliau mempunyai sebuah cincin emas yang biasa dipergunakan
untuk menciap surat-surat yang dikirimkan kepada siapa saja yang akan diberi
peringatan atas perintah dari Allah s.w.t. Kala itu, sesaat beliau mengenakannya,
dan sejurus kemudian melepaskannya, seraya berkata: “Ia mempunyai tempat
tersendiri dalam hatiku, dan kalian mempunyai tempat tersendiri yang lain.”
Selain itu, pernah diriwayatkan pula bahwa pernah tali sepatu lama beliau
ditukar dengan yang baru, namun kala itu justru beliau memerintahkan untuk
kembali menukarkannya lagi.
Demikian
pula setiap orang yang hatinya bersih dan suci dengan fikiran yang senantiasa
terfokus kepada Akhirat semata, seraya menyadari betapa banyak ni‘mat yang
telah dicurahkan Allah kepadanya, niscaya akan selalu merasa tidak nyaman di
kala dirinya terpikat kepada kelezatan dan keindahan dunia.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan