Tentang keberatan asy’ats ibn Qais...
Amirul
Mukminin sedang menyampaikan ceramah di mimbar ketika Asy'ats ibn Qais[i]
menyatakan keberatan seraya berkata, "Hai Amirul Mukminin, hal ini tidak
bagi Anda melainkan terhadap Anda."
[ii] Amirul
Mukminin melihat kepadanya seraya berkata:
Bagaimana
Anda mengetahui apa yang bagi saya dan apa yang terhadap saya? Kutukan Allah
dan yang lain-lainnya atas Anda. Anda penenun dan anak dari penenun. Anda anak
seorang kafir dan Anda sendiri seorang munafik. Anda pernah ditawan oleh kaum
kafir dan sekali oleh kaum Muslim, tetapi kekayaan dan asal-usul Anda tak dapat
menyelamatkan Anda dari keduanya. Orang yang berusaha agar kaumnya menjadi
umpan pedang, dan mengundang maut dan kehancuran bagi mereka, pantas dibenci
kerabat dekat, dan kerabat yang jauh tidak akan mempercayainya.
Sayid Radhi
mencatatbahwa orang
ini pernah ditawan ketika dia masih kafir dan juga ketika dia sudah masuk
Islam. Tentang kata-kata Amirul Mukminin bahwa orang itu menjerumuskan kaumnya
sendiri untuk dipancung, itu berkaitan dengan peristiwa yang terjadi pada
Asy'ats ibn Qais dalam pertarungan dengan Khalid ibn Watid di Yamamah, di mana
ia menipu kaumnya dan membuat siasat licik sampai Khalid menyerang mereka.
Setelah kejadian itu kaumnya menjulukinya Urfun-Naār dalam dialek mereka
berarti pengkhianat. •
[i] Nama
aslinya Ma'di Karib, laqab-nya Abu Muhammad. Tetapi, karena rambutnya yang
acak-acakan, ia lebih dikenal sebagai al-Asy'ats (si rambut acak). Setelah
pengutusan Nabi, ketika ia ke Makkah bersama sukunya, Nabi meng-undang dia dan
sukunya untuk menerima Islam. Namun, mereka semua berpaling tanpa seorang pun
masuk Islam. Setelah Hijrah, ketika Islam telah mapan dan jaya, dan wakil-wakil
mulai berdatangan ke Madinah dalam jumlah besar, ia pun datang menghadap Nabi
bersama Bani Kindah, dan menerima Islam. Penulis Al-lsti'ab mengatakan bahwa
setelah wafatnya Nabi, orang ini berpaling lagi jadi kafir; tetapi, di masa
Khalifah Abu Bakar, ketika Abu Bakar ia dibawa kembali ke Madinah sebagai
tawanan, ia menerima Islam lagi, walau kini pun Islamnya hanya pura-pura.
Demikianlah, Syekh Muhammad 'Abduh menulis dalam syarahnya tentang Nahjul
Balaghah,
"Sebagaimana
'Abdullah ibn 'Ubay ibn Salul adalah sahabat Nabi, al-Asy'ats adalah sahabat
'Ali, dan keduanya adalah orang munafik kelas tinggi."
la
kehilangan sebelah matanya dalam perang Yarmuk. Ibn Qutaibah memasukkannya ke
dalam daftar orang yang bermata satu. Saudara perempuan Abu Bakar, Umm Farwah
binti Abi Quhafah, janda al-Azdi dan kemudian istri Tarrum ad-Darimi, kawin
ketiga kalinya dengan al-Ays'ats ini. Tiga putra lahir darinya, yakni Muhammad,
Isma'il dan Ishaq. Menurut buku-buku biografi, istrinya itu pun bermata satu.
Ibn Abil Hadid mengutip pernyataan berikut ini dari Abul Faraj di mana orang
ini nampak terlibat dalam pembunuhan Ali a.s.,
"Pada
malam pembunuhan itu Ibn Muljam datang kepada Asy'ats ibn Qais dan keduanya
menyendiri ke sudut mesjid lalu duduk di situ. Ketika Hujr ibn 'Adi lewat pada
sisi itu ia mendengar Asy'ats berkata kepada Ibn Muljam, "Cepatlah sekarang,
atau cahaya fajar akan menggaibkan Anda." Ketika men-dengar ini Hujr
berkata kepada Asy'ats, "Hai Mata Satu, engkau bersiap-siap membunuh
'Ali," dan bersegera kepada 'Ali ibn Abi Thalib. Tetapi, Ibn Muljam telah
mendahuluinya dan menyerang 'Ali dengan pedang. Ketika Hujr berpaling, orang
berteriak, 'Ali telah dibunuh'."
Putrinyalah
yang membunuh Imam Hasan a.s. dengan meracuninya. Mas'udi menulis bahwa,
"Istrinya
(istri Hasan), Ja'dah binti Asy'ats, meracuninya sementara Mu'awiah
bersekongkol dengannya bahwa apabila ia (Ja'dah) dapat meracuni Hasan, maka ia
(Mu'awiah) akan membayarnya seratus ribu dirham dan akan mengawinkannya dengan
putranya Yazid." (Muruj adz-Dzahab, jilid II, h. 450)
Putranya
Muhammad ibn al-Asy'ats aktif dalam mencurangi Muslim ibn 'Aqil di Kufah dan
dalam penumpahan darah Imam Husain di Karbala'. Namun, ia termasuk di antara
perawi hadis dari Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa'i, dan ibn Majah.
[ii] Setelah
pertempuran Nahrawan, ketika Amirul Mukminin sedang berbicara di mesjid Kufah
tentang akibat-akibat buruk "Arbitrasi" (Tahkim) di Shiffin, seorang
laki-laki berdiri seraya berkata, "Wahai Amirul Mukminin, pertama Anda
menentang kami mengenai Tahkim itu, tetapi kemudian Anda mengizinkannya. Kami
tak dapat mengerti mana di antara kedua ini yang lebih benar dan patut."
Ketika mendengar ini, Amirul Mukminin menepuk tangan seraya berkata,
"Inilah ganjaran bagi orang yang melepaskan pandangan yang kukuh,"
yakni, inilah hasil perbuatan Anda sendiri karena Anda telah meninggalkan
keteguhan dan kecermatan dan mendesakkan Tahkim." Tetapi, Asy'ats salah
paham. la mengira Amirul Mukminin menyiratkan bahwa "kecemasan saya adalah
karena menerima arbitrasi itu". Maka ia pun berkata, "Wahai Amirul
Mukminin, ini tidak akan menguntungkan Anda, melainkan merugikan Anda
sendiri." Atasnya Amirul Mukminin berkata dengan kasar,
"Apa
yang Anda ketahui tentang yang akan saya katakan, dan apa yang kamu mengerti
tentang apa yang menguntungkan saya atau merugikan saya? Engkau
"penenun" (hayik) dan anak si "penenun" yang dibesarkan
oleh orang-orang kafir dan seorang munafik. Kutuk Allah dan segala yang ada di
dunia ini menimpamu."
Para
pensyarah telah menulis beberapa sebab mengapa Amirul Mukminin menyebut Asy'ats
si "penenun". Sebab yang pertama ialah karena ia dan ayahnya,
sebagaimana kebanyakan penduduk di tempat kelahirannya, melakukan kerajinan
menenun kain. Maka untuk mengacu kerendahan pekerjaannya ia disebut
"penenun". Orang Yaman mempunyai mata pencarian lain pula, namun
terutama profesi ini yang mereka lakukan. Dalam menggambarkan pekerjaan
tnereka, Khalid ibn Shafwan telah menyebutkannya,
"Apa
yang dapat saya katakan tentang suatu kaum yang di antara mereka hanya ada
penenun, penyamak kulit, pemelihara dan penunggang keledai .... Tikus membanjiri
mereka, dan seorang wanita memerintah mereka." (Al-Bayan wa at-Tabyin, I,
h. 130)
Sebab yang
kedua, "hiyākah" berarti berjalan dengan miring ke kiri atau ke
kanan. Karena kesombongan dan tipu daya, orang ini biasa berjalan sambil
meng-hentakkan bahunya dan memiringkan badannya, maka ia disebut
"hāyik".
Sebab yang
ketiga—dan ini yang lebih nyata dan jelas—bahwa ia disebut "penenun"
untuk menunjukkan ketololannya dan kerendahannya, karena setiap orang yang
rendah dipribahasakan sebagai "penenun". Ini dapat dilihat dari
kenyataan bahwa ketololan mereka telah menjadi peribahasa, dan tak ada yang
sampai mendapatkan status peribahasa tanpa ciri khas. Nah, Amirul Mukminin
menggunakannya; tak perlu lagi argumen atau penalaran selanjutnya.
Sebab yang
keempat adalah bahwa dengan ini dimaksud orang yang bersekongkol melawan Allah
dan Nabi-Nya dan menyiapkan jaringan rekayasa, ciri khas penghianatan. Maka,
dalam Wasā'il asy-Syi'ah, XII, h. 101, dinyatakan,
"Disebutkan
di hadapan Imam Ja'far ash-Shadiq a.s. bahwa si "penenun" terkutuk,
ketika ia menerangkan bahwa "penenun" bermakna orang yang mengada-ada
terhadap Allah dan Nabi."
Setelah kata
"penenun", Amirul Mukminin menggunakan kata munafik, dan tak perlu
penjelasan lagi untuk menekankan kedekatan artinya. Maka, atas basis
kemunafikan dan penyembunyian kebenaran ini ia memaklumkannya sebagai patut mendapat
kutukan Allah dan semua lainnya, karena Allah SWT bersabda,
"Sesungguhnya
orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turun-kan berupa
keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya
kepada manusia dalam Al-Kitdb, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula)
oleh semua (makhluk) yang dapat melaknat." (QS. 2:159)
Setelah
Amirul Mukminin mengatakan bahwa "Engkau tak dapat mengelakkan keaiban
sebagai tawanan ketika engkau kafir, tidak pula aib ini terbebas darimu setelah
engkau menerima Islam, dan engkau tertawan." Waktu masih kafir, peristiwa
tertawannya terjadi sebagai berikut. Ketika suku Bani Murad membunuh ayahnya,
Qais, ia (Asy'ats) mengumpulkan para prajurit Banl Kindah dan membagi mereka
dalam tiga kelompok. Satu kelompok ia pimpin sendiri, sedang yang lainnya ia
serahkan kepada pimpinan Kabs ibn Hani' dan al-Qasy'am ibn Yazid al-Arqam, lalu
berangkat untuk mengahadapi Bani Murad. Tetapi celakanya, ketimbang Bani Murad,
ia menyerang Bani Harits ibn Ka'b. Akibatnya, Kabs ibn Hani' serta Qasy'am ibn
Yazid tewas, dan Asy'ats tertawan hidup-hidup. Akhirnya ia dibebaskan dengan
membayar tebusan tiga ribu unta. Dalam kata-kata Amirul Mukminin,
"Kekayaan atau kelahiranmu tak dapat menyelamatkanmu dari kedua-duanya,"
acuan bukan kepada fidyah (uang pembebasan) yang sesungguhnya, karena
sebenarnya ia telah dibebaskan dengan pembayaran uang tebusan; maksud-nya ialah
bahwa kelimpahan kekayaan, kedudukan dan martabat dalam sukunya, tak dapat
menyelamatkan dia dari aib, dan ia tak dapat melindungi dirinya dari tertawan.
Peristiwa
tertawannya yang kedua ialah setelah wafatnya Nabi Muhammad (saw), ketika
timbul pemberontakan di kawasan Hadhramaut. Untuk melawannya, Khalifah Abu
Bakar menulis surat kepada gebernur di tempat itu, Ziyad ibn Labid al-Bayadi
al-Anshari bahwa ia harus mendapatkan baiat dan menerima zakat dan sedekah dari
rakyat. Keika Ziyad ibn Labid mendatangi suku Bani 'Amr ibn Mu'awiah untuk
mengumpulkan zakat, ia sangat tertarik pada seekor unta betina milik Syaithan
ibn Hujr yang amat bagus dan besar. la melompat ke atas punggungnya dan
mengambilnya. Syaithan ibn Hujr tidak mau melepaskannya dan mengatakan
kepadanya untuk mengambil unta lainnya sebagai gantinya, tetapi Ziyad tak mau.
Syaithan menyuruh panggil saudara lelakinya al-'Abda' ibn Hujr untuk
mendukungnya. Ketika tiba, ia pun berbicara, tetapi Ziyad bersikeras pada
pendiriannya dan sama sekali tak mau melepaskan unta betina itu. Akhirnya kedua
bersaudara itu menghadap kepada Masruq ibn Ma'di Karib untuk meminta bantuan.
Masruq pun menggunakan pengaruhnya supaya Ziyad meninggalkan unta betina itu,
tetapi ia menolak dengan tegas. Masruq menjadi galak dan melepaskan ikatan unta
betina itu lalu menyerahkannya pada Syaithan. Ziyad menjadi berang lalu mengumpulkan
orang-orangnya, bersiap untuk berperang. Di sisi lain, Bani Wali'ah pun
berkumpul untuk menghadapi mereka, tetapi tak dapat me-ngalahkan Ziyad, dan
terpukul dengan parahnya. Kaum wanita mereka dibawa dan harta mereka dijarah.
Akhiraya orang-orang yang selamat terpaksa meminta perlindungan Asy'ats.
Asy'ats menjanjikan bantuan, dengan syarat bahwa ia harus diakui sebagai
pemimpin di daerah itu. Orang-orang itu setuju atas syarat ini dan penobatannya
pun dilakukan dengan khimat dan resmi. Setelah wewenangnya diakui, ia
menyiapkan pasukan lalu berangkat untuk memerangi Ziyad.
Sementara
itu Abu Bakar telah menulis surat kepada pemimpin Yaman, Muhajir ibn Abl
Umayyah, untuk pergi membantu Ziyad dengan pasukan. Muhajir datang dengan
kontingennya lalu mereka berhadap-hadapan. Mereka menghunus pedang lalu mulai
bertempur di az-Zurqan. Pada akhirnya Asy'ats melarikan diri dari pertempuran
dengan membawa orangnya yang tersisa ke benteng an-Nujair. Pasukan Ziyad dan
Muhajir mengepung benteng itu. Asy'ats berpikir, berapa lama ia dapat tinggal
terkurung dalam benteng dengan perlengkapan dan orangnya yang kurang itu; ia
lalu memikirkan suatu jalan untuk meluputkan diri. Pada suatu malam, secara
sembunyi-sembunyi, ia keluar dari benteng itu lalu menemui Ziyad dan Muhajir
dan bersekongkol dengan mereka bahwa apabila mereka memberikan perlindungan
kepada sembilan anggota keluarganya maka ia akan membukakan pintu benteng itu.
Mereka menerima ketentuan itu dan memintanya menuliskan nama kesembilan orang
termaksud. la menulis nama kesembilan orang itu lalu menyerahkannya kepada
mereka, tetapi dalam kepandiran tradisionalnya ia lupa menuliskan namanya
sendiri pada daftar itu.
Setelah
membereskan ini, ia mengatakan kepada orang-orangnya bahwa ia telah mendapatkan
perlindungan bagi mereka dan supaya pintu benteng dibuka. Ketika pintu gerbang
terbuka, pasukan Ziyad menyerbunya. Mereka mengatakan bahwa kepada mereka telah
dijanjikan perlindungan, yang dijawab tentara Ziyad bahwa itu salah, dan bahwa
Asy'ats hanya meminta perlindungan atas sembilan orang anggota keluarganya,
yang nama-namanya ada pada mereka. Singkatnya, delapan ratus orang terbunuh dan
tangan beberapa orang perempuan terpotong putus, sedang, sesuai pembicaraan,
sembilan orang dibebaskan. Tetapi, kasus Asy'ats sendiri menjadi rumit.
Akhirnya diputuskan bahwa ia harus dikirimkan dengan terbelenggu kepada Abu
Bakar, yang akan memutuskan kasusnya.
la dikirimkan ke Madinah dalam belenggu bersama
seribu orang perempuan tawanan. Dalam perjalanan, para kerabat dan lain-lainnya,
lelaki dan perempuan, melimpahkan kutukan kepadanya. Perempuan-perempuan itu
menamakannya penghianat dan orang yang menjerumuskan kaumnya sendiri kepada
tebasan pedang. Siapa lagi penghianat yang lebih besar? Namun, ketika tiba di
Madinah, Abu Bakar membebaskannya, dan pada kesempatan itu ia dikawinkan dengan
Umm Farwah
Tiada ulasan:
Catat Ulasan