Sambungan Bab 7......SIRI 15
Hakikat Akal Dan Bahagian Akal
Yang ketiga : akal itu, ialah ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman dengan berlakunya bermacam-macam keadaan. Maka orang yang telah diperkokoh pemahamannya oleh pengalaman-pengalaman dan dicerdaskan oleh beberapa aliran, maka dikatakan orang itu biasanya berakal. Yang tidak bersifat dengan sifat tadi, maka dikatakan : orang bodoh, tak berketentuan, jahil.Inilah macam yang lain dari ilmu pengetahuan yang dinamakan akal.
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.pada hadits lain :
إنما
العاقل من آمن بالله وصدق رسله وعمل بطاعته
Serupalah menurut asal bahasanya,
nama "akal" itu diuntukkan kepada gharizah itu.
Begitu juga menurut pemakaiannya. Dan sesungguhnya ditujukan kepada ilmu
pengetahuan, adalah dari segi bahwa ilmu pengetahuan itu adalah hasil gharizah
sebagaimana sesuatu itu dikenal dengan hasilnya. Maka dikatakanlah, ilmu itu ialah takut kepada
Tuhan. Orang yang berilmu (alim ulama), ialah orang yang takut kepada Allah
Ta'ala. Maka takut adalah buah dari ilmu. Lalu "akal" adalah sebagai
perkataan yang dipinjam, dipergunakan bagi lain dari gharizah itu.
Ertinya : seluruh anak Adam itu dijadikan menurut
fithrahnya, beriman kepada Allah 'Azza wa Jalla. Bahkan segala sesuatu itu
diketahuinya menurut fithrahnya. Yakni fithrah itu sebagai yang menjamin karena
dekat persediaannya untuk mengetahui itu.
Dari itu berfirman Allah Ta'ala :
Dari itu anda melihat orang
tersebut, terpukul dengan ayat-ayat seperti itu dan memutar-balikkan tentang
ta'wil peringatan dan pengakuan jiwa dengan bermacam-macam pemutar-balikan. Dan
terbayang kepadanya berbagai macam pertentangan maksud tentang hadits dan ayat
itu.
Hakikat Akal Dan Bahagian Akal
PENJELASAN:
Hakikat Akal dan bahagian-bahagian Akal.
Ketahuilah, bahwa berbeda pendapat orang tentang batas akal dan hakikatnya.
Kebanyakan mereka melupakan bahwa nama tersebut dipakai kepada bermacam-macam
arti. Itulah yang menjadi sebab perbedaan pendapat tadi.
Kebenaran yang menyingkap tutup mengenai akal itu ialah bahwa akal adalah
suatu nama yang dipakai berserikat kepada empat arti, sebagaimana
umpamanya nama mata dipakai kepada bermacam-macam arti.Dan apa yang berlaku
tentang ini, maka tidaklah wajar dicari untuk semua bahagiannya, suatu batas
saja. Tetapi hendaklah masing-masing bahagian disendirikan menjelaskannya.
Yang pertama : akal itu adalah suatu sifat yang membedakan
manusia dari hewan. Dengan akal manusia bersedia untuk menerima berbagai macam
ilmu nadhari (ilmu yang memerlukan pemikiran) dan untuk mengatur usaha-usaha
yang pelik yang menghajati kepada pemikiran.
Akal itulah yang dimaksud oleh Al-Harts bin Asad Al-Muhasibi, di mana ia
mengatakan tentang batas akal itu, yaitu : "Suatu gharizah (tabi'at) yang
disediakan untuk mengetahui macam-macam ilmu nadhari".
Akal itu seolah-olah suatu nur (cahaya) yang dimasukkan ke dalam hati yang
disediakan untuk mengetahui macam-macam hal.
Orang yang mengingkari apa yang tersebut di atas, tidak menginsa-fi, lalu
mengembalikan akal itu kepada ilmu pengetahuan yang dharuri (yang tidak
memerlukan pemikiran) semata-mata.Orang yang melengahkan ilmu pengetahuan dan
orang yang tidur, keduanya dinamakan berakal, melihat kepada adanya gharizah
tersebut, serta tak adanya ilmu pengetahuan.
Sebagaimana hidup adalah suatu gharizah untuk menyediakan tubuh bagi
gerakan biasa dan pengetahuan ke pancainderaan,maka demikian pulalah akal
adalah suatu gharizah untuk menyediakan sebahagian hewan (manusia) buat
memperoleh ilmu pengetahuan nadhari.
Sekiranya bolehlah disamakan insan dengan keledai tentang gharizah dan
pengetahuan kepanca inderaan, maka dapatlah dikatakan, bahwa tak adalah
perbedaan antara keduanya, selain bahwa Allah Ta'ala - menurut adat yang
berlaku - menjadikan pada insan itu ilmu pengetahuan dan tidak dijadikanNya
pada keledai dan hewan-hewan lain, niscaya sesungguhnya bolehlah disamakan
antara keledai dan barang keras (jamad) itu pada kehidupan. Dan dikatakan bahwa
tak ada perbedaan antara keledai dan barang jamad selain daripada Allah Ta'ala
menjadikan pada keledai itu gerakan-gerakan tertentu sepanjang kebiasaan yang
berlaku. Kalau diumpamakan keledai itu benda keras yang mati, niscaya haruslah
dikatakan bahwa tiap-tiap gerakan yang terlihat padanya, maka Allah Ta'ala
kuasa menjadikannya pada yang keras itu, menurut tertib (pengaturan) yang
kelihatan.
Dan sebagaimana harus dikatakan bahwa tak adalah perbedaan bagi benda keras
(jamad) mengenai gerakan, selain dengan gharizah yang tertentu, maka
dikatakanlah bahwa gharizah itulah hidup.
Demikian jugalah perbedaan insan dengan hewan tentang mengetahui ilmu
pengetahuan nadhari dengan suatu gharizah yang disehut akal Maka akal itu
adalah seperti cermin yang berbeda dengan benda-benda lain dalam segi
memperlihatkan rupa dan warna, dengan suatu sifat yang khusus bagi cermin itu,
yaitu sifat mengkilat.
Begitu juga mata, yang berbeda dengan dahi tentang sifat-sifat dan
keadaan-keadaan yang ada pada mata, yang disediakan untuk melihat. Maka
hubungan gharizah ini kepada ilmu pengetahuan adalah seperti hubungan mata
kepada melihat. Hubungan Al-Quran dan syari'at kepada gharizah ini (akal) dalam
segi mengantarkannya untuk membuka bermacam-macam ilmu pengetahuan, adalah
seperti hubungan cahaya matahari kepada melihat.
Begitulah hendaknya dipahami
gharizah akal ini.
Yang kedua : hakikat
akal itu ialah ilmu pengetahuan yang timbul ke alam wujud pada diri
anak kecil yang dapat membedakan tentang kemungkinan barang yang mungkin dan
kemustahilan barang yang mustahil. Seperti
mengetahui dua lebih banyak dari satu dan orang tidak ada pada dua tempat pada
satu waktu. Inilah yang mendapat perhatian sungguh-sungguh dari sebahagian
ulama ilmu kalam, yang menerangkan tentang batas akal itu, bahwa akal adalah
sebahagian ilmu dlaruri (ilmu yang mudah yang tak memerlukan pemikiran).
Seumpama mengetahui tentang kemungkinan barang yang mungkin dan kemustahilan
barang yang mustahil. Dan hal itu betul pula, karena pengetahuan tersebut itu
ada dan menamakan-nya akal memang jelas.
Yang tidak betul, ialah mengingkari gharizah itu dan mengatakan tidak ada.
Yang ada, hanya pengetahuan itulah.
Yang ketiga : akal itu, ialah ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman dengan berlakunya bermacam-macam keadaan. Maka orang yang telah diperkokoh pemahamannya oleh pengalaman-pengalaman dan dicerdaskan oleh beberapa aliran, maka dikatakan orang itu biasanya berakal. Yang tidak bersifat dengan sifat tadi, maka dikatakan : orang bodoh, tak berketentuan, jahil.Inilah macam yang lain dari ilmu pengetahuan yang dinamakan akal.
Yang keempat : bahwa kekuatan dari gharizah itu berpenghabisan
sampai kepada mengetahui akibat dari segala hal dan mencegah hawa nafsu yang
mengajak kepada kesenangan yang dekat dan menundukkannya.Apabila telah berhasil
kekuatan ini, maka orang yang mempunyai kekuatan tersebut din am akan berakal,
di mana majunya dan mundumya adalah menurut yang dikehendaki pertimbangan
mengenai akibat-akibatnya, tidak menurut hukum hawa nafsu yang dekat itu.
Ini juga adalah dari sifat-sifat khas manusia yang membedakan dia dari
hewan yang lain.
Maka yang pertama di atas tadi, adalah asas, pokok dan sumber. Yang kedua
adalah cabang yang lebih dekat kepada yang pertama. Yang ketiga adalah cabang
bagi yang pertama dan kedua. Karena dengan kekuatan gharizah dan ilmu dlaruri
itu, dapatlah diambil faedah segala ilmu pengalaman. Dan yang keempat, yaitu
hasil yang penghabisan yaitu tujuan yang terjauh.
Maka dua yang pertama (yang pertama dan kedua) adalah dengan karakter
(tabi'at). Dan dua yang penghabisan (yang ketiga dan keempat) adalah dengan
diusahakan.
Dari itu bermadahlah Ali ra. :
Aku melihat akal itu dua,
menurut karakter dan yang
didengar.
Tidak bergunalah yang
didengar,
apabila yang karakter tidak
ada.
Seperti tidaklah berguna matahari,
bila cahaya mata itu terlindungi
.....................................
Yang pertama itu, itulah yang dimaksudkan dengan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم.
:
ما خلق
الله عز وجل خلقا أكرم عليه من العقل
(Maa khalaqallaahu Azza wa Jalla khalqan akrama 'alaihi minal
aqli ).
Ertinya :"Tidak dijadikan oleh Allah Ta'ala suatu makhluk yang
terlebih mulia padaNya, daripada akal". Dan yang penghabisan, yaitu yang dimaksudkan
dengan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم.:
Dan yang penghabisan, yaitu yang
dimaksudkan dengan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم.
والأخير
هو المراد بقوله صلى الله عليه وسلم: إذا تقرب الناس بأبواب البر والأعمال
الصالحة فتقرب أنت بعقلك
(Idzaa taqarraban naasu
biabwaabil birr: wal a'-maalish-shaalihaati fataqarrab anta bi'aqlika).
Ertinya
:"Apabila manusia itu mendekati Tuhan dengan pintu pintu kebajikan dan
amal salih,maka engkau dekatilah Tuhan dengan akal-mu".
Hadits inilah yang dimaksudkan
dengan sabda Nabi saw. kepada Abid-Darda' ra. :ازدد
عقلا تزدد من ربك قربا "Bertambahlah akalmu supaya engkau bertambah dekat
dengan Tuhanmu".
Berkata Abid-Darda' :
"Demi ibu-bapaku ya Rasulullah! Bagaimanakah bagiku dengan yang demikian
itu?".
Menjawab Nabi saw.
:اجتنب محارم الله تعالى وأد فرائض الله سبحانه تكن
عاقلا واعمل بالصالحات من الأعمال تزدد في عاجل الدنيا رفعة وكرامة وتنل في آجل
العقبى بها من ربك عز وجل القرب والعز
Jauhilah
semua yang diharamkan Allah, tunaikanlah segala yang diwajibkan Allah, maka
adalah engkau orang yang berakal! Kerjakanlah segala amal salih, niscaya engkau
bertambah tinggi dan mulia di dunia yang tidak lama ini. Dan engkau memperoleh
padahari akhirat yang akan datang,dari Tuhan-mu 'Azza wa Jalla, akan kedekatan
dan kemuliaan". ( Dirawikan
Ibnul Mahbar dari Al Harits bin Abl Usamah )
Dari Sa'id bin Al-Musayyab, bahwa Umar, Ubai bin Ka'ab dan Abu Hurairah ra.
datang kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم. seraya bertanya : "Ya
Rasulullah! Siapakah yang terbanyak ilmu diantara manusia?".
Menjawab Nabi صلى الله عليه وسلم. : "Orang yang
berakal!".
Bertanya mereka itu lagi : "Siapakah yang terbanyak berbuat
ibadah?".
Menjawab Nabi صلى الله عليه
وسلم :
"Orang yang berakal!".
Bertanya mereka itu iagi : "Siapakah yang lebih utama diantara
manusia?".
Menjawab Nabi صلى الله عليه
وسلم :
"Orang yang berakal!".
Bertanya mereka itu lagi : "Bukankah orang yang berakal itu,
orang yang sempurna kepribadiannya, yang terang kelancaran lidahnya, yang murah
tangannya dan tinggi kedudukannya?".
Menjawab Nabi صلى الله عليه
وسلم :
"Kalaulah benar itu semuanya, tentu tidaklah kesenangan hidup dunia dan
akhirat pada sisi Tuhanmu teruntuk bagi orang yang bertaqwa". (3.
Dirawikan Ibnu MahBar dari Said Bin Al Musayyab)
Orang yang berakallah yang taqwa,
meskipun di dunia dia hina dan rendah.
"Sesungguhnya yang berakal ialah orang
yang beriman kepada Allah, membenarkan rasul-rasul Allah dan berbuat amalan
ta'at kepada Allah
Tetapi maksud di sini tidaklah membahas bahasa. Yang dimaksudkan ialah
bahwa bahagian yang empat itu ada. Dan nama "akal", itu ditujukan
kepada semuanya. Dan tak adalah perbedaan pendapat tentang adanya semuanya,
kecuali mengenai bahagian yang pertama (gharizah).
Yang benar, ialah adanya gharizah
itu. Bahkan dialah yang pokok. Semua ilmu pengetahuan itu seolah-olah
terkandung dalam gharizah itu menurut fithrah (kejadian manusia). Tetapi baru
lahir kealam kenyataan, apabila telah berlaku sebab yang melahirkannya kealam
wujud. Sehingga seakan-akan semua ilmu pengetahuan itu tidaklah merupakan
sesuatu yang datang kepadanya dari luar. Dan seakan-akan ilmu-ilmu itu adalah
yang tersembunyi pada fithrah, maka lahir kemudian kealam nyata.
Contohnya, adalah seperti air
dalam bumi, lahir dengan dikorek sumur, berkumpul dan dapat diperbedakan dengan
pancaindera. Tidaklah dengan didatangkan benda baru ke dalam bumi tadi.
Begitu juga minyak pada kelapa
dan air mawar pada bunga mawar. Karena
itu berfirman Allah Ta'ala :
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي
آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ
أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى
(Wa idz akhadza rabbuka min
Banii Aadama min dhnhnnrihim dzurriyyatahum wa asyhadahum 'alaa anfusihim
alastu birabbikum qaaluu balaa).
Ertinya: "Dan ketika Tuhan kamu menjadikan turunan anak-anak
Adam dari punggungnya dan Tuhan mengambil kesaksian dari mereka sendtri,
kataNya;Bukankah Aku ini Tuhan kamu ?. Mereka menjawab : "Ya'” ( S.
Al-A'raaf, ayat 172).
Yang
dimaksudkan dengan itu ialah pengakuan jiwa mereka,tidak pengakuan lidah. Dalam
pengakuan lidah, manusia itu terbagi, menurut lidah dan orangnya kepada yang
mengaku dan yang mungkir.
Dari itu berfirman Allah Ta'ala :
وَلَئِنْ
سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
(Wa lain sa-altahum man khalaqahum layaquulunnallaah).
Ertinya
:"Dan kalau engkau tanya akan kepada mereka. Siapakah yang menciptakan
mereka? Sudah tentu mereka akan menjawab "Allah".(S. Az-Zukhruf, ayat
87).
Ertinya :"Jika diperhatikan keadaan mereka, maka akan naik
saksi-lah jiwa dan bathin mereka dengan yang demikian, sebagai fithrah
kejadian, yang dijadikan Allah akan manusia dengan demikian".
Kemudian, tatkala adalah iman itu dipusatkan pada jiwa menurut fithrah,
maka manusia itu terbagi kepada dua : orang yang berpaling dari Tuhan
lalu lupa, yaitu orang-orang kafir : dan orang yang lambat terlintas di
hatinya, tetapi teringat kemudian. Maka orang yang kedua ini, adalah seperti
orang yang mempunyai ijazah, maka lupa di mana diletakkannya, kemudian dia
teringat.
لَعَلَّهُمْ
يَتَذَكَّرُون
(La'allahum yatadzakkaruun).
Ertinya :"Moga-moga
mereka itu teringat". (S. Al-Baqarah, ayat 221).
وَلِيَتَذَكَّرَ
أُولُو الألْبَابِ
(Wa liyatadzakkara ulul-albaab).
Ertinya :"Dan
supaya teringatlah orang-orang yang berakal".(S. Shad, ayat 29).
وَاذْكُرُوا
نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَمِيثَاقَهُ الَّذِي وَاثَقَكُمْ بِهِ
(Wadz-kuruu ni'matallaahi
'alaikum wa miitsaaqahul-ladzii waa tsa-qakum bjh).
Ertinya:"Dan
kenangkanlah kurnia Tuhan kepada kamu dan ingatilah janji yang telah kamu ikat
dengan Dia". (S. Al-Maidah, ayat 7).
وَلَقَدْ
يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ
(Wa laqad yassarnal qur-aana
lidz-dzikri, fa-hal min muddakir).
Ertinya :"Dan
sesungguhnya Al-Qur'an itu Kami mudahkan untuk diingati, tetapi adakah orang
yang mengambil pelajaran!".(S. Al-Qamar, ayat 17).
Menamakan yang semacam ini dengan
peringatan, tidaklah begitu jauh untuk dipahami. Maka seakan-akan peringatan
itu dua macam : semacam mengingati gambaran yang sudah ada di dalam
hati, tetapi hilang sesudah ada. Dan
semacam lagi mengingati gambaran yang sudah ada, terkandung dalam hati dengan
fithrah. Inilah hakikat kebenaran yang nyata, bagi orang yang memperhati-kan
dengan nur mata hatinya (bashirahnya). Tetapi berat bagi orang
yang mempergunakan saja pendengaran dan taqlid tanpa melihat dengan mata hati
dan mata kepala.
Kadang-kadang hal itu keras
sekali sehingga dipandangnya dengan pandangan penghinaan dan timbul keyakinan
kepadanya bahwa itu kekacau-balauan.
Orang yang seperti itu adalah
seumpama orang buta yang masuk ke sebuah rumah. Maka tersandunglah kakinya,
dengan tempat air yang tersusun rapi dalam rumah itu, lalu ia mengatakan :
"Mengapakah tempat-tempat air ini tidak diangkat dari jalan tempat lalu
dan dikembalikan kepada tempatnya semula?".
Menjawab orang yang mendengar
: "Bahwa tempat-tempat air itu adalah di tempatnya. Hanya mata
saudara sendiri yang salah dan rusak!".
Maka begitu pulalah orang yang
rusak mata hatinya. berlaku seperti itu yang lebih hebat dan lebih besar
akibatnya. Karena jiwa adalah
Iaksana orang yang mengendarai kuda dan badan adalah Iaksana kuda. Buta yang
mengendarai kuda adalah lebih membahayakan daripada buta kuda.
Karena serupanya mata bathin dengan mata dhahir, maka berfirman Allah Ta'ala
:
مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى
(Maa kadzabal fuaadu maa ra-aa).
Ertinya : "Hati tidak mendustakan apa yang
dilihatnya". (S. An-Najm, ayat 11).
Dan berfirman Allah Ta'ala :
وَكَذَلِكَ
نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ
(Wa kadzaalika nurhlbraahiima malakuutas-samaawaati wal ardli). Artinya :
"Dan
begitulah Kami perlihatkan kepada Ibrahim kerajaan langit dan bumi".
(S. Al-An'am, ayat 75).
Lawan melihat dinamakan buta :
Berfirman Allah Ta'ala :
فَإِنَّهَا
لا تَعْمَى الأبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
(Fa-innahaa laa ta*mal abshaaru wa laakin ta'mil quluubullatii
fish-shuduur).
Ertinya :"Sesungguhnya
tidaklah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada(S.
Al-Hajj, ayat 46).
Dan berfirman Allah Ta'ala :
وَمَنْ
كَانَ فِي هَذِهِ أَعْمَى فَهُوَ فِي الآخِرَةِ أَعْمَى وَأَضَلُّ سَبِيلا
(Wa man kaana fii haadzihii a'maa fahuwa fil aakhirati a'maa wa adlallu
sabiila).
Ertinya :"Barangsiapa yang buta
di dunia ini,maka di akhirat dia buta juga dan lebih sesat jalannya ".(S.
Al-Isra', ayat 72).
Segala hal inilah yang di buka kepada para Nabi. Sebahagiannya adalah
dengan mata kepala dan sebahagian lagi adalah dengan mata hati. Dan semuanya
itu dinamakan melihat.
Kesimpulannya, orang yang tidak tembus penglihatan mata hatinya, maka
tidaklah tersangkut agama padanya, selain kulitnya dan yang seperti kulit itu.
Tidak isinya dan hakikatnya.
Inilah bahagian-bahagian itu, yang
dipakai nama "akal" padanya.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan