Abu Abdillah atau Urwah bin Zubair bin
Al-Awwam adalah di antara sederet tabiin yang memiliki kucuran mata air hikmah
untuk generasi umat sesudah beliau. Adik dari Abdullah bin Zubair ini
memberikan pelajaran tentang nilai sebuah kesabaran.
Suatu hari cucu Abu Bakar Ash-shiddiq ini
mendapat tugas untuk menemui khalifah Al-Walid bin ‘Abdil Malik di ibukota
kekhalifahan, yaitu Damaskus di negeri Syam. Bersama dengan rombongan, ‘Urwah
akan menempuh perjalanan dari Madinah menuju Damaskus yang saat ini menjadi
negara Yordania.
Ketika melewati Wadil Qura, sebuah daerah
yang belum jauh dari Madinah, telapak kaki kiri beliau terluka. Tabiin yang
lahir pada tahun 23 Hijriyah ini menganggap biasa lukanya. Ternyata, luka
tersebut menanah dan terus menjalar ke bagian atas kaki Urwah.
Setibanya di istana Al-Walid, luka di
kaki kiri Urwah tersebut sudah mulai membusuk hingga betis. Urwah pun
mendapatkan pertolongan dari Khalifah Al-Walid yang memerintahkan sejumlah
dokter untuk memberikan perawatan.
Setelah melalui beberapa pemeriksaan,
para dokter yang memeriksa salah seorang murid dari Aisyah binti Abu Bakar ini
mempunyai satu kesimpulan. Kaki kiri Urwah harus dipotonf, agar luka yang
membusuk tidak terus menjalar ke tubuh.
Urwah menerima keputusan tim dokter ini.
Dan dimulailah operasi potong. Seorang dokter menyuguhkan Urwah semacam obat
bius agar operasi potong tidak terasa sakit. Saat itu, Urwah menolak dengan
halus.
Beliau mengatakan, “Aku tidak akan
meminum suatu obat yang menghilangkan akalku sehingga aku tidak lagi mengenal
Allah, walaupun untuk sesaat.”
Mendengar itu, para dokter pun menjadi
ragu untuk melakukan pemotongan. Saat itu juga, Urwah mengatakan, “Silakan
kalian potong kakiku. Selama kalian melakukan operasi, aku akan shalat agar
sakitnya tidak sempat kurasakan.”
Mulailah tim dokter memotong kaki Urwah
dengan gergaji. Selama proses operasi itu, tabiin yang boleh mengkhatamkan
Alquran selama dua hari ini tampak khusyuk dan tegar. Tidak sedikit pun suara
rintihan keluar dari mulut beliau.
Melihat pengalaman yang tidak mengenakkan
dari seorang cucu sahabat terkenal itu, khalifah Al-Walid menghampiri Urwah
yang masih terbaring. Ia mencoba untuk menghibur.
Tapi, dengan senyum Urwah mengucapkan
sebuah kalimat, “Ya Allah, segala puji hanya untuk-Mu. Sebelum ini, aku
memiliki dua kaki dan dua tangan, kemudian Engkau ambil satu. Alhamdulillah,
Engkau masih menyisakan yang lain. Dan walaupun Engkau telah memberikan musibah
kepadaku namun masa sehatku masih lebih panjang hari-hari sakit ini. Segala
puji hanya untuk-Mu atas apa yang telah Engkau ambil, dan atas apa yang telah
Engkau berikan kepadaku dari masa sehat.”
Mendengar itu, Khalifah Al-Walid
bereaksi, “Belum pernah sekali pun aku melihat seorang tokoh yang kesabarannya
seperti dia.”
Beberapa saat setelah itu, tim dokter
memperlihatkan potongan kaki yang diamputasi itu kepada Urwah. Melihat potongan
kakinya, beliau mengatakan, “Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui, tidak
pernah sekalipun aku melangkahkan kakiku itu ke arah kemaksiatan.”
Ujian yang Allah berikan kepada Urwah
tidak sampai di situ. Malam itu juga, bersamaan dengan telah selesainya operasi
pemotongan kaki, Urwah mendapat kabar bahwa salah seorang putra beliau yang
bernama Muhammad -putra kesayangannya- meninggal dunia. Muhammad meninggal
karena sebuah kecelakaan: ditendang oleh kuda sewaktu sedang bermain-main di
dalam kandang kuda.
Dalam keheningan malam itu, Urwah berucap
pada dirinya sendiri, “Segala puji hanya milik Allah, dahulu aku memiliki tujuh
orang anak, kemudian Engkau ambil satu dan masih Kau sisakan enam. Walaupun
Engkau telah memberikan musibah kepadaku, hari-hari sehatku masih lebih panjang
dari masa pembaringan ini. Dan walaupun Engkau telah mengambil salah seorang
anakku, sesungguhnya Engkau masih menyisakan enam yang lain.”
Kedekatan Urwah bin Zubair dengan doa
kepada Allah memang sudah menjadi karakter dalam kehidupnya. Suatu kali, ia
pernah mendapati seorang yang shalat kemudian berdoa dengan tampak tergesa-gesa
.
‘Urwah memberi nasihat kepada orang itu,
“Wahai saudaraku, tidakkah engkau memiliki kebutuhan kepada Rabb-mu dalam
shalatmu? Adapun aku, aku selalu meminta sesuatu kepada Allah, hingga jika aku
menginginkan garam sekalipun.”
Selain doa, Urwah pun begitu dekat dengan
Alquran. Sudah menjadi kebiasaan putera Asma bintu Abu Bakar ini membaca
seperempat Alquran di siang hari, kemudian membaca seperempatnya lagi di saat
shalat malam. Kebiasaan berlama-lama dalam shalat malam ini terus dilakukan
hingga operasi amputasi yang ia alami. Karena sejak itu, ia tidak lagi bisa
berdiri seperti sebelumnya.
Walaupun ketika ia melakoni di antara
kesibukannya di sebuah kebun, Urwah selalu dekat dengan Alquran. Setiap kali
masuk kebun, ia selalu membaca surah Al-Kahfi ayat 39.
Allah berfirman,
Dan
Mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu ‘Maa syaa Allaah, laa
quwwata illaa billaah’ (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada
kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap Aku lebih
sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan.” (Al Kahfi: 39)
Seperti itulah di anta hikmah yang
diajarkan Urwah bin Zubair. Sabar dan yakin terhadap ayat-ayat-Nya, merupakan
kunci sukses seseorang meraih kepemimpinan di dalam agama ini. Sebuah
kepemimpinan dalam mengarahkan umat kepada jalan yang lurus sesuai dengan
rambu-rambu agama yang telah digariskan oleh Allah Subhanahu wata’ala dan
Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan