SYEIKH ABU ABDILLAH AL-HARITS
BIN ASAD “AL-MUHASIBI”
Sahabatku, aku mendapatkan
bahwa yang menjadi pangkal setiap yang bertentangan dengan akhirat, dan yang
menjadi sasaran empuk dari tipu daya setan untuk merusak umat dan
menyia-nyiakan batas-batas hukum agama, aku temukan hal itu terletak pada
kecinntaan terhadap dunia, kehormatan, serta kedudukannya. Ia merupakan pangkal
bencana dan muara dari setiap kesalahan. Lalu, bermula dari sinilah para hamba
mengabaikan hak-hak Allah dan menelantarkan humkum-hukum-Nya, berupa perintah
Shalat, puasa, zakat serta seluruh kewajiban lainnya. Akibat cinta pada harta
dan kemegahan, mereka berlumur dengan hal-hal yang haram dan dosa, dan
merekapun menganggap remeh sebagian besar perintah Allah dan larangan-Nya. Oleh
karena itu, mereka berani terang-terangan di hadapan Allah dalam melakukan
penyimpangan, berani terus-menerus melakukan perbuatan dosa besar, serta berani
berbuat aniaya terhadap diri sendiri, sedang mereka tidak merasakan. Padahal,
sesungguhnya Rasulullah saw. Telah memperingatkan mereka akan ftnah dunia.
Telah sampai kepada kita bahwa Rasululullah saw. Bersabda : “Akan datang kepada
kalian sepeninggalku, sebuah dunia yang bakal menelan iman kamu, sebagaiana api
menghanguskan kayu bakar”, Dalam hadis lain Rasulullah saw. Mengatakan :
“Senantiasa Tuhan ku berpaling dari dunia, dan dari orang yang diperdaya serta
merasa tenang kepadanya, sejak dunia itu diciptakan smpai hari kiamat.” Dan
“Celakalah orang-orang yang memperbanyak harta kecuali orang yang berkata
dengannya tentang hamba-hamba Allah demikian dan demikian dari arah kiri dan
kanannya, tapi mereka itu hanya sedikit.”
Telah sampai kepada kita bahwa Allah SWT.
Mewahyukan kepada Musa as. : “Wahai Musa, jangan sekali-kali engkau cenderung
kepada cinta dunia, agar engkau tidak datang kepada-Ku dengan membawa dosa-dosa
yang sangat menyulitkanmu.” Juga telah
sampai kepada kita bahwa Isa as. Berkata : “ Wahai pengikutku! Kekayaan itu
memang kesenangan di dunia, tetapi kecelakaan di akhirat. Benar, bahwa
orang-orang kaya merupakan tempat orang-orang mengambil muka di dunia, tetapi
mereka akan diinjak-injak dengan kaki mereka di akhirat, dari depan dan dari
punggung. Maka dengan kebenaran aku berkata kepada kalian : “Orang-orang kaya
itu tidak akan memasuki alam kerajaan langit.”
Salah seorang salaf berkata : “Aku jatuh dari atas gedung lalu tulangku
patah, itu lebih aku sukai daripada bergaul dengan orang kaya.” Ia juga mengatakan, Kekayaan di dunia
merupakan kemuliaan, tetapi di akhirat merupakan kehinaan, dan orang kaya akan
monyong mulutnya dan akan mengalir air liurnya” Rasul saw. Pernah ditanya oleh seseorang
: “Siapa di antara umat Mu yang jahat? Beilau saw. Menjawab : “Orang-orang
kaya.”
Celakalah engkau wahai
pemuja dunia! Tidakkah pernah sampai kepadamu berita tentang Musa as. Yang
melewati seseorang yang sedang menangis dan ketia ia pulang orang itu masih
menangis juga, beliau lantas berujar : “Ya Tuha, seorang hamba Mu menangis
karena takut kepada Mu,” Tuhan berkata :
“Wahai Putra Imran, andai orang itu meninggalkan otaknya bersama air matanya
lalu memohon seraya mengangkat kedua tangannya sampai keduanya berjatuhan
niscaya tidak Aku ampuni dia, karena dia mencintai dunia.” Firman AllahSWT.
Dalam Surat Hud ayat 15 – 16 yang tafsirnya : “Barang siapa yang menghendaki
kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan
mereka di dunia dengan sempurna dan di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah
orang-orang yang tidak memperoleh akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di
akhirat itu apa yang mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang mereka
telah kerjakan.” Demikianlah keadaan orang yang mencintai dunia, semoga Allah
SWT. Melindungi kita sekalian dari kecintaan kepadanya.
Sahabatku! Ketahuilah,
bahwa baik dan rusaknya umat tergantung pada baik dan rusaknya ulamanya. Dan di
antara ulama itu ada yang menjadi rahmat bagi umat, sehingga berbahagialah bagi
siapa yang mengikuti mereka. Namun di antara mereka ada pula yang menjadi
fitnah bagi umat sehingga celakalah orang yang akrab dengan mereka. Seorang
yang berilmu, bila ia beramal berdasarkan ridha dari Allah SWT. Lebih
mengutamakan akhirat daripada dunia, tentu mereka itulah yang berhak menjadi
Khalifah (wakil) pra Rasul as.; menjadi juru nasihat bagi hamba-hamba dan juru
penerang ke jalan Allah SWT. Mereka adalah teman-teman para Nabi di atas mimbar
cahaya dalam perhiasan dan berpakaian, mereka dimuliakan dan digembirakan, lalu
terhadap semua keluarga, baik yang terdekat maupun yang terjauh, mereka berikan
syafaat, karena ketika dibangkitkan, semua makhluk masing-msing menjadi sibuk.
Maka merekalah yang menjadi rahmat Allah atas umat serta berkah-Nya atas
mereka. Mereka menyeru kepada jalan kemenangan sehinga menjadi berbahagialah
orang yang menyambut seruan mereka, dan memperoleh kemenangan orang meneladani
mereka, dan tentu saja bbagi mereka pula pahala yang sepurna plus pahala orang
yang mengikuti ajakan mereka. Terdapat beberapa riwayat yang melukiskan keadaan
mereka, salah satu diantaranya ialah ucapan salah seorang tokoh tentang tafisr
ayat berikut : Siapakah yang lebih baik perkatannya daripada orang yang menyeru
kepada Allah, mengerjakan amal yang salih dan berkata : “Sesungguhnya aku
termasuk orang-orang yang bererah diri” (Fushshilat : 33), Ia berkata : Ini
adalah kekasih Allah, wali-Nya, hasil seleksi-Nya dan pilihan-Nya. Orang ini
adalah yang paling dicintai Allah di antara penghuni bumi. Ia menyambut seruan
Allah dan mengajak orang untuk menyambut seruan itu. Dan ia beramal salih dalam
menyambut seruan itu seraya berkata : “Aku termasuk orang-orang muslim”.
Inilah khalifah Allah,
wahai kaum! Dan ulama semacam inilah yang patut kau teladani dan kau ikuti
jejaknya, mudah-mudahan engkau endapatkan kebahagiaan serta kemenangan. Hanya
saja sebagian yang lain di antara mereka
masih relah terhadap dunia sebagai ganti dari akhirat. Mereka lebih
mengutamakan dunia di sisi Allah mereka sangat gemar mengumpulkannya, serta
berambisi untuk memperoleh kedudukan padanya. Ulama semacam ini lah yang senang
diikuti oleh sebagian besar manusia sehingga banyak sekali di kalangan umat
yang mendapat fitnah atas umat.
Mereka meninggalkan
nasihat kepada manusia agar mereka tidak dijelek-jelekkan di tengah-tengah
masyarakat. Celakalah mereka! Bagaimana mereka akan mendapatkan kebaikan di
bawah ancaman dari Allah Azza wa Jalla kepada mereka? Di samping itu mereka
telah menjual ilmu dengan harga yang murah. Sungguh, mereka itu merugi, dan
alangkah jeleknya apa yang mereka perdagangkan itu, karena selain harus memikul
dosa sendiri, ia juga harus menanggung dosa orang-orang yang mengikuti mereka,
sehingga semuanya binasa dan menyebabkan binasa. Mereka itulah wakil setan,
kaki tangan iblis, semoga Allah tidak memperbanyak orang seperti mereka di
kalangan umat manusia. Sesungguhnya Rasulullah saw. Telah memperingatkan
tentang fitnah yang ditimbulkan oleh ulama yang lebih mempriorotaskan dunia.
Telah sampai kepada kita bahwa beliau saw. Bersabda : “Para fuqaha (ulama) itu
pengemban amanat para Rasul selama mereka tidak menceburkan diri ke dalam
urusan dunia, dan apabila mereka berbuat demikian, ragukanlah keberagamaan
mereka”.
Beliau saw. Juga bersabda
: Senantiasa umat ini berada di bawah tangan Allah dan di bawah lindungan-Nya
selama para pembaca Al Qur’an tidak manut kepada para pejabatnya, selama
orang-orang pilihan tidak memberikan restu kepada orang-orang jahatnya, dan
selama orang-orang baik tidak mengisitimewakan orang-orang bejatnya. Tetapi,
bila mereka melakukan itu, niscaya Allah akan mengangkat tangan-Nya dan
menguasakan atas mereka orang-orang yang kejam yang bakal menindas mereka
dengan seburuk-buruk siksaan.”
Beliau bersabda lagi :
“Tidak terjadi kiamat sampai orang-orang terpercaya berkhianat dan para pembaca
Al Qur’an menjadi fasik, mereka dihantam badai fitnah dan diliputi kegelapan
sehingga mereka menjadi bingung seperti bingungnya orang-orang Yahudi di dalam
gulita.” Ada yang bertanya kepada Rasulullah saw. : “Wahai Rasul! Manusia
manakah yang paling buruk? Beliau saw. Menjawab : “Ya Allah, berilah ampunan,
seburuk-buruk umatku ialah ulama yang buruk.” Akan datang kepada manusia suatu
masa dimana masjid-masjid ramai tetapi kosong dari petunjuk. Hal demikian
terjadi karena ternyata ulama mereka adalah seburuk buruk orang yang dinaungi
oleh langit.” Juga telah sampai pula
kepada kita bahwa Allah SWT mewahyukan kepada Daud a. : Janganlah engkau
musyawarahkan urusan mu dengan orang alim yang dimabukan oleh cinta kepada
dunia, karena ia akan menjatuhkanmu dengan kemabukannya dari jalan kecintaan.
Mereka itu adalah perampok-perampok atas hamba-hamba yang menginginkan-Ku.”
Seorang ahli ilmua berkata : “Orang yang ditambah oleh Allah ilmunya tapi
bertambah pula cintanya kepada dunia, niscaya tidak bertambah dekat jaraknya
kepada Allah kecuali kian menjauh.
Sebagian ahli ilmu
menyebutkan tentang pergaulan dengan para ulama. Ia berkata : “Jika engkau mau,
di dalam pergaulan dengan sebagian mereka terdapat fitnah, yaitu bila di antara
mereka terperdaya oleh dunia, menggemarinya dan berambisi untuk mendapatkannya.
Di dalam bergaul dengan mereka terdapat fitnah yang bakal menambah kebodohan
orang yang bodoh, meningkatkan kebejatan orang yang bejat, serta merusak hari
orang yang beriman.” Kemudian ia berkata lagi : Ulama yang buruk itu
duduk-duduk di tengah jalan menuju akhirat, dan mereka menghalang-halangi
hamba-hamba dari perjalanan menuju Allah SWT. Lalu ahli ilmu itu pun menangis.
Telah sampai kepada kita
bahwa Isa as. Berkata : “Ulama yang buruk berpuasa dan melaksanakan shalat,
tetapi tidak mengerjakan apa yang dianjurkan kepada mereka. Mereka belajr
tetapi tidak mengamalkannya. Amat jelek apa yang mereka putuskan, mereka
bertobat hanya melalui kata-kata serta angan-angan, dan mereka berbuat pun
dengan hawa nafsu. Kamu tiak membutuhkan mereka untuk membersihkan kotoran dari
kulit dan hatimu. Dengan kebenaran aku berkata kepada kamu : “Jangan menjadi
seperti ampas yang disaring di mana hikmah mengalir dari mulut-mulut kamu tapi
masih tersisa kedengkian di dalam dada kamu.
Wahai pemuja dunia!
Bagaimana bisa mendapatkan akhirat orang yang tidak pernah padam api syahwatnya
terhadap dunia? Tidak pernah putus
keinginan dirinya? Dengan sebenarnya aku berkata : Hatimu menangis karena
perbuatanmu, kalian menaruh dunia di bawah lidah dan meletakkan ilmu di bawah
telapak kaki. Dengan sebenarnya aku mengatakan, kalian telah merusak akhirat
kalian. Ternyata kebaikan dunia lebih kau sukai daripada kebaikan akhirat, maka
siapa yang lebih merugi dari pada kamu jika kamu mengetahui! Celakalah kalian!
Sampai kapan kalian tetap menghalangi orang-orang berjalan menuju cahaya, dan
sampai kapan kalian berdiam di peukiman orang-orang yang bingung seakan-akan
kalian menyerukan kepada penghuni dunia agar membiarkan dunia ini untuk kalian.
Celakalah kalian! Apa gunanya untuk sebuah rumah yang gelap jikalau lampu
penerang diletakan di atasnya, sedang di dalamnya sepi dan gelap? Maka,
demikian pula, tidak berguna cahaya ilmu yang berada di mulut-mulut kalian,
sedangkan di dalam diri kalian terasa kosong, gelap dan hampa. Wahai pemuja
dunia! Tidak maukah kalian menjadi ulama yang mengamalkan ilmunya, menjadi
hamba yang bertakwa, dan menjadi orang merdeka yang dimuliakan. Hampir-hampir
dunia mencabut kamu dari akar-akarmu lalu ditutupkan kepada muka-mukamu,
kemudian kamu ditelungkupkan dan kesalahan-kesalahan mu ditarik dari ubun-ubun
kemudian kamu didorong dari belakang untuk diserahkan kepada Sang Raja di Hari
Pembalasan dalam keadaan telanjang dan sendiri-sendiri. Lalu Raja itu
memberhentikan kamu dan mendirikan kamu dalam keadaan terbuka aurat. Dan
akhirnya kamu diberi balasan atas buruknya seluruh perbuatan kamu.
Sahabatku! Mereka adalah
ulama-ulama jahat alias setan-setan dalam rupa manusia; mereka menjadi fitnah
bagi masyarakat; mereka sangat menggemari harta benda dunia serta kedudukannya;
mereka lebih mengutamakannya daripada akhirat; dan mereka pun merendahkan agama
terhadap dunia. Selagi di dunia mereka sudah tercela, sedangkan di akhirat
kelek, mereka merugi; atau Tuhan Maha Mulia akan memberikan ampunan melalui
Kemurahan-Nya.
Aku melihat orang yang
celaka, yang merugi, yang lebih mengutamakan dunia daripada akhirat, bahwa
kesenangannya bercampur dengan hal-hal yang menyusahkan dirinya. Mulai dari
bermacam-macam bentuk kegelisahan dan kemaksiatan sampai dengan kepada
kerusakan dan kebinasaan di akhir perjalanan hidupnya. Kegembiraan yang dulu
pernah dimilikinya kembali menjauhinya, tidak lagi tersisa untuk dirinya bagian
dari dunianya. Dan ia pun tidak bisa diselamatkan oleh agamanya, bahkan ia
memperoleh kerugian ganda di dunia dan akhirat akibat kegandrungannya kepada
dunia sedang ia tidak pernah mengetahui apa yang telah ditentukan untuk
dirinya, dan itulah bentuk kerugian yang nyata! Alangkah buruknya musibah itu,
dan alangkah besarnya bencananya! Karena itulah mawas dirilah kepada Allah.
Sahabatku! Janganlah kamu
diperdaya oleh setan dan wakil-wakilnya di antara manusia hanya karena alasan
yang lemah di sisi Allah SWT. Sesungguhnya mereka itu rakus terhadap dunia lalu
mencari-cari alasan untuk diri mereka.
Mereka menduga bahwa
sahabat-sahabat Rasul saw. Juga memiliki harta yang banyak sehingga orang-orang
terperdaya itu berlindug di balik kisah mereka tentang para sahabat supaya
orang lain mentolerir usaha mereka dalam menumpuk harta. Padahal setan telah
menimpakan bala atas mereka, sedang mereka tidak menyadadri!
Celakalah dirimu wahai
orang-orang yang telah terkena fitnah! Sesungguhnya dalihmu mengatasnamakan
harta Abdurahman bin ‘Auf itu merupakan jebakan setan yang bertutur melalui
lidahmu agar dirimu celaka! Sebab, ketika engkau menyangka bahwa
sahabat-sahabat pilihan itu menghendaki harta untuk kemewahan, kemuliaan dan
perhiasan, sungguh engkau telah berbagi ghibah kepada mereka serta berani
mengkaitkan mereka dengan perkara yang besar. Juga ketika engkau mengira bahwa
mengumpulkan harta yang halal itu lebih baik dan lebih utama daripada
meninggalkannya, sungguh dirimu telah melecehkan Nabi Muhammad saw. Dan para
Rasul. Engkau anggap mereka itu sedikit kemauan serta bersikap zuhud terhadap
kebaikan yang engkau gandrungi beserta teman-teman mu. Engkau hubungkan mereka
dengan kebodohan karena tidak meu mengumpulkan harta seperti yang engkau
lakukan.
Demikian pula ketika
engkau mengira bahwa mengumpulkan harta yang halal itu lebih baik daripada
meninggalkannya, berarti engkau menganggap Rasulullah saw. Tidak memberikan
nasihat kepada umatnya karena telah melarang mereka dari mengumpulkan harta,
padahal ia tau bahwa hal itu baik untuk mereka. Sungguh engkau telah menipu
mereka dengan prasangka itu, pada saat Beliau melarang mereka mengumpulkan
harta. Demi Tuhan langit, engkau telah mendustakan Rasulullah saw. Padahal
sesungguhnya, bagi umatnya, beliau adalah juru nasihat; beliau prihatin atas
nasib mereka.
Baiklah, ketika engkau
mengira bahwa mengumpulkan harta halal itu adalah lebih baik dan lebih utama
daripada meninggalkannya, sesungguhnya engkau telah menganggap bahwa Allah SWT.
Tidak memperhatikan hamba-hamba-Nya, karena telah melarang mereka mengumpulkan
harta padahal dia tau bahwa mengumpulkan harta halal itu lebih baik daripada
meninggalkannya. Sungguh engkau mengira bahwa Allah SWT. Tidak mengetahui bahwa
keutamaan dan kebaikan ini terletak pada mengumpulkan harta karena telah
melarang memperbanyaknya. Seakan-akan dirimu lebih mengetahui tempat-tempat
kebaikan dan keutaaan darupada Tuhanmu. Maha Suci Tuhan dari kebodohanmu itu!.
Wahai orang yang
terfitnah! Sesungguhnya dirimu dijerumuskan oleh setan ketika ia memperindah
dalihmu dengan harta sahabat. Celakalah dirimu! Tidak ada gunanya bagimu
beralasan dengan harta “Abdurrahman ra. Itu, karena beliau sendiri menginginkan
pada hari kiamat agar dia diberi bagian dari dunia sekedar untuk kebutuhan makanan
hariannya saja. Rasulullah saw. Berssabda : Tidak seorang pun di antara manusia
pada hari kiamat kelak, yang kaya dan miskin, melainkan ia menginginkan supaya
diberi bagian dari dunia sekedar untuk makanan harian saja.”
Telah sampai kepdaku bahwa
ketika ‘Abdurrahman meninggal dunia, beberapa sahabat Rasul berkata : “Kami
mengkhawatirkan ‘Abdurrhman pada harta yang ditinggalkannya.” Ka’ab berkata :
“Subhanallah! Apa yang kalian takutkan terhadap ‘Abduurahman? Dia berusaha
dengan cara baik dan menafkahkannya juga dengan baik.” Lalu hal itu terdengar
oleh Abu Dzarr, dan ia pun keluar dala keadaan marah untuk menemui Ka’ab. Di
tengah jalan ia melewati tulang rahang binatang, maka tulang itu pun diambilnya
dan ia melanjutkan usaha mencari Ka’ab.
Ada yang membisiki Ka’ab
bahwa ‘Abu Dzarr mencarinya. Maka larilah Ka’ab ke tempat ‘Utsman bin Affan,
untuk mencari perlindungan dan menceritakan kepadanya tentang apa yang telah
terjadi. Abu Dzarr pun terus mencarinya hingga sampai juga ke rumah Utsman Bin
Affan. Tak kala Abu Dzarr masuk ke dalam rumah, berdirilah Ka’ab berlindung di
balik Utsman bin Affan karena ketakutan. Lalu Abu Dzarr berkata kepadanya :
“Wahai putera yahudi! Engkau kira tidak akan terjadi apa-apa dengan harta yang
ditinggalkan “Aburrahman!
Suatu hari Rasulullah saw.
Keluar dari Masjid Madinah menuju Uhud dan aku bersamanya, beliau berkata :
“Wahai Abu Dzarr.” Aku menjawab : “Labaika ya Rasulullah. Orang yang banyak
harta adalah orang yang paling miskin di akhirat kelak kecuali orang yang berkata
demikian dan demikian dari arah kanan dan kiri, depan dan belakangnya, tapi
mereka itu hanya sedikit.” Kemudian beliau berkata : “Wahai Abudzarr!” Aku
menjawab : “Ya, ya Rasulullah.” Beliau melanjutkan : “Tidaklah menyenangkan
bagiku andai aku memiliki emas sebessar gunung Uhud, yang aku nafkahkan di
jalan Allah, lalu aku mati sedangkan pada saat aku mati itu aku masih menyimpan
dua qirath.” Kemudian beliau menyambung lagi : “ Wahai Abu Dzarr! Engkau mau
yang lebih banyak sedangkan aku mau yang lebih sedikit.” Rasulullah saw.
Menginginkan ini sedangkan dirimu, wahai putera Yahudi, bilang tidak apa dengan
harta ‘Abdurrahman. Engkau telah berdusta dan berdusta pula orang yang
mengucapkan ucapan seperti ini.” Tidak hilang rasa takut Ka’ab sampai Abu Dzarr
pergi.
Telah sampai kepada kami
cerita tentang Abdurrahman bin ‘Auf, ketika ia kedatangan rombongan kafilah
membawa barang-barang miliknya dari Yaman, sehingga seisi kota Madinah pun
menjadi gempar. A’isyah ra. Bertanya : “Apa yang terjadi? Lalu dikatakan kepadanya
bahwa rombongan kafilah ‘Abdurrahman telah tiba di Madinah. Spontan ia
mengucapkan : “Benarlah Allah dan Rasul-Nya.” Hal ini sampai kepada
‘Abdurrahman, lalu ia pun bergegas mendatangi A’isyah dan bertanya kepadanya.
A’isyah menjawab : “ Aku mendengar Rasulullah saw. Bersabda : “Aku melihat
surga dan aku melihat orang-orang miskin dari golongan Muhajirin. Orang-orang
Muslim pun memasuki dengan bergegas namun aku tidak melihat seorangpun di
antara orang-orang kaya yang memasukinya kecuali dengan cara merangkak.
Mendengar itu, ‘Abdurrahman lantas berujar : “ Aku menjadikan Allah sebagai
saksi bahwa sluruh kafilah ini berikut barang-barangnya untuk jalan Allah,
sedangkan seluruh budak-budaknya merdeka, semoga aku memasukinya bersama mereka
dengan bergegas.”
Telah sampai kepada kami
bahwa Rasulullah saw. Pernah berkata
kepada ‘Abdurrahman bin Auf, “Adapun dirimu adalah orang pertama masuk surga
diantara orang-orang kaya dari umat ku, dan hampir saja engkau tidak memasukinya
kecuali dengan cara merangkak.
Celakalah dirimu wahai
orang yang terperdaya! Apakah alasanmu tentang harta, padahal ‘Abdurrahman bin
‘Auf dengan keutamaannya, ketakwaannya, perbuatan makrufnya, pengeluarannya di
jalan Allah, perssahabatannya dengan Rasulullah saw. Dan berita gembiranya
bahwa ia akan masuk surga, tetapi ia harus bertahan lebih dahulu di padang
mahsyar, di tengah situasi yang sangat mencekam, hanya gara-gara harta yang ia
peroleh secara halal demi untuk menjaga kesucian dirinya; untuk erbuatan
makrufnya, untuk nafkahnya yang tidak pernah berlebih-lebihan, untuk
pengeluarannya di jalan Allah secara sukarela. Hanya karena ini terpaksa ia
tidak bisa bergegas menuju surga bersama orang-orang miskin dari golongan
Muhajirin. Kelak ia hanya bisa beringsut-ingsut jauh di belakang mereka. Nah,
bagaimmana menurut dugaanmu terhadap orang-orang semacam kita yang senantiasa
timbul tenggelam di dalam danau fitnah dunia?
Amat mengherankan terhadap
dirimu wahai orang yang terperdaya! Sementara anda yang bergumul dalam kubangan
syubhat dan haram, yang bersemangat dalam memungut kotoran-kotoran manusia.
Yang tidak memperdulikan apa yang didapatkan dala, usaha anda, yang bergelimang
dalam kesyubhatan, perhiasan dan kemegahan, yang terperangkap dalam tipu daya
dunia, masih saja sempat berdalih dengan ‘Abdurrahman bin ‘Auff dan hartanya,
sesungguhnya sahabt juga dulunya berbuat demikian. Seolah-olah anda menganggap
orang-orang salaf tersebut beserta tindakannya menjadi syubhat pula! Celakalah
dirimu, karena anggapan demikian termasuk analogi iblis juga termasuk di antara
fatwa-fatwanya yang ia bisikan kepada pengikut-pengikutnya.
Berikut aku akan
membeberkan kepada dirimu tentang keadaanmu yang sebenarnya dan keadaan para
salaf dahulu, agar engkau menyadari keburukanmu sekaligus akan mengerti tentang
keutamaan para sahabat dengan harta benda mereka, yang diinginkan untuk menjaga
kesucian dan dieluarkan pada jalan Allah. Mereka berusaha dengan cara yang
halal, memakan yang baik, mengeluarkan secara ekonomis, memprioritaskan
keuramaan, tidak pernah menahan hak orang lain darinya, dan tidak bersifat
kikir dengannya. Mereka berlaku dermawan dengan sebagian besar harta tersebut,
bahkan di antara mereka ada yang mendermakan seluruhnya. Terlebih lagi dalam
keadaan sulit, justru lebih mereka utamakan daripada diri mereka sendiri, Nah,
apakah demikian pula sikapmu? Demi Allah, sungguh dirimu sangat jauh dari
menyerupai mereka.
Sahabat-sahabat pilihan
tersebut lebih menyukai hidup dalam kemiskinan. Mereka aman dari rasa takut
miskin; dengan Allah dan ketentuan-Nya mereka bersuka cita; terhadap bala
...mereka menerima; dalam kelapangan mereka bersyukur; dalam kesusahan mereka
bersabar; dalam senang mereka memuja; kepada Allah mereka tawadhu; terhadap
kedudukan dan kemegahan mereka bersikap wara’. Mereka tidak mencari dunia
kecuali hanya bagian yang diperbolehkan untuk mereka, dan merekapun merasa puas
dengan berkecukupan (sekedar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari)Mereka
mengharapkan dunia namun mereka rela menjadikannya sebagai pinjaman. Mereka
memutuskan perkaranya sekaligus. Mereka bersabar terhadap hal-hal yang tidak
menyenangkan darinya, mereka menelan pahitnya, dan berlaku zuhud terhadap
kenikmatan dan kesenangannya. Maka, Demi Allah, apakah demikian sikapmu?
Telah ssampai kepda kami
bahwa bila dunia menghampiri mereka, mereka berduka seraya meratap, “Ini
merupakan sebuah dosa yang disegerakan pembalasannya.” Namun bila kemiskinan
yang mendera mereka, mereka mengucapkan : “Selamat datang simbul orang-orang
saleh.”
Juga telah sampai pula
kepada kami, bahwa di antara mereka jika memasuki pagi hari dan mendapat
makanan di dalam keluarganya, ia lantas menjadi sedih dan murung. Namun jika
tidak mendapatkan apa-apa ia malah senang dan gembira. Padahal kebanyakan orang
tidak demikian. Bila mereka tidak mendapatkan sesuatu untuk keluarganya, mereka
bersedih. Sebaliknya, bila ada justru bergembira, dan engkau tidak demikian. Ia
menjawab : “Bila aku memasuki pagi hari sedang di keluargaku tidak memiliki
apa-apa, aku gembira karena dengan demikian aku memiliki kesempatan untuk
menjadikan Muhammad saw. Sebagai teladan. Tetapi apabila memasuki pagi, aku
mendapatkan sesuatu untuk keluarga, aku besedih, karena hari itu aku tidak
memperoleh kesempatan untuk menjadikan beliau sebagai teladan.
Berikut ini, telah sampai
pula kepada kami, bahwa bilamana berada dalam kemakmuran, mereka merasa
prihatin dan meratap, “Apa yang terjadi dengan kami di dunia ini? Dan apa yang
dimaui dengannya? Seolah-olah ketika itu mereka berada dalam suasana ketakutan.
Sebaliknya, bila berada
dalam keadaan serba kekurangan, mereka malah merasa senang dan berkata, “
Sekarang Tuhan kami telah membuat perjanjian kepada kami.” Kemudian di antara
sebagian mereka ada pula yang berkata : “Hari yang menyenangkan hatiku,”
Seorang sahabat berkata : “Hari yang menyenangkan untuk ku adalah ketika ada
yang bilang bahwa tidak ada apa-apa di rumah, tidak ada dinar, tidak ada
dirham, juga tidak ada makanan, sebab bila Allah SWt. Menyukai seorang hamba,
ia akan mengujinya, “ Demikian keadaan dan sikap orang-orang terdahulu, padahal
sesungguhnya keutamaan mereka jauh dari sekedar yang telah kusebutkan tadi.
Maka, Demi Allah, demikiankah keadaanmu? Demi Allah, sungguh sangat jauh
kemiripanmu dengan mereka!
Lalu, sekarang aku akan
membuka kedokmu wahai orang yang terperdaya! Sungguh keadaanmu sangat bertolak
belakang dengan keadaan mereka, orang-orang salaf. Hal demikian terjadi karena
engkau sering melampaui batas ketika kaya, berlaku sombong ketika lapang,
bersuka ria di kala senang, lupa bersyukur terhadap nikmmat,frustasi di kala
susah, benci bila ditimpa bala, dan tidak bisa menerima ketentuan Tuhan. Engkau
membenti kefakiran dan menghindar dari kemiskinan, padahal keadann tersebut
merupakan kebanggaan orang-orang Muslim, sedangkan dirimu malah menjauhinya.
Engkau sengaja menumpuk
harta karena takut miskin. Padahal perbuatan demikian, cerminan dari buruk
sangkamu kepada Allah dan kurang yakinmu kepada jaminan-Nya. Kiranya cukuplah
sikapmu itu sebagai dosa, terlebih lagi bila engkau menumpuk harta itu untuk
kesenangan, kemewahan, keinginan dan kenikmatan dunia. Rasulullah saw. Bersabda
: “Seburuk-buruk umatku, mereka yang diberi makan dengan kemewahan, lalu tubuh
mereka tumbuh darinya.
Seorang ahli ilmu berkata
: “Akan datang pada hari kiamat kelak sekelompok orang yang menuntut kebaikan
untuk mereka, lalu dikatakan kepada mereka : “Kamu telah menghabiskan rezkimu
dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya .”
(QS. Al-Ahqaf :20). Ternyata dirimu berada dalam kelalaian.
Engkau telah dicegah untuk
menadapatkan kenikmatan akhirat lantaran kenikmatan dunia, maka alangkah
besar penyesalan dan kecelakaan itu!
Benar, barangkali engkau mengumpulkan harta demi kemegahan, kebanggaan dan
perhiasan di dunia, padahal telah sampai kepada kami bahwa siapa yang mencari
dunia untuk bermegahan dan berbangga dengannya, kelak ia akan berjumpa dengan
Allah, dan Allah dalam keadaan marah kepadanya, sedangkan engkau tidak merasa
terancam dengna kemarahan Allah yang bakal menimpamu ketika menginginkan kemegahan dan kemewahan itu.
OK. Barangkali menetap di
dunia ini lebih engkau sukai daripada berpindah ke haribaan Allah Azza wa
Jalla, dan engkau tidak suka untuk bertemu dengan Allah, padahal Allah lebih
tidak suka untuk bertemu dengan mu. Engkau tetap berada dalam kelalaian, bahkan
barangkali engkau akan meratapi kehilangan kesempatan mu untuk meraih mata
benda di dunia itu \.
Rasulullah saw. Bersabada
: “Siapa yang menyesali dunia yang luput darinya, ia mendekati api neraka
sejauh seribu tahun perjalanan.” Nah, engkau sangat menyesali sesuatu yang
luput darimu tanpa merasa terancam
dengan kedekatanmu kepada siksaan Allah SWT. Benar, barangkali engkau
kadang-kadang harus keluar dari agama mu demi untuk memenuhi keinginan duniawimu,
lalu engkau bersuka cita terhadap dunia yang menghampirimu dan hatimu pun
senang kepadanya.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw. Bersabda :
Siapa yang menyukai dunia dan itu menyenangkannya, hilanglah rasa takut akan
akhirat dari hatinya.” Salah seorang Ulama mengatakan : “Engkau akan
diperhitungkan lantaran kesedihanmu, juga akan diperhitungkan lantaran
kegembiraan mu terhadap dunia tat kala engkau mampu meraihnya.”
Siapa yang menyukai dunia,
dan hal itu menyenangkannya, tercabutlah kekhawatiran terhadap hari akhirat
dari hatinya. Egnkau bersukaria terhadap duniamu, sementara kau lepaskan
kekhawatiran terhadap Allah. Baik, barangkali kepandaianmu pada dunia lebih
berlipat daripada perhatianmu pada urusan akhirat; barangkali musibah yang
menimpamu karena maksiat lebih ringan menurutmu daripada musibah berkurangnya
dunia. Baik, barangkali kekhawatiran terhadap kehilangan harta barangkali lebih
belipat daripada kekhawatiranmu terhadap dosa. Barangkali engkau mengeluarkan
untuk orang lain sesuatu yang engkau kumpulkan dari kotoran yang tercemar demi
kedudukan dan kemuliaan dunia; Barangkali engkau rela orang-orang lain menerima
murka Allah agar berbuat baik kepadamu, menghargai dan memuliakanmu. Celakalah
dirimu! Seakan-akan penghinaan Allah terhadapmu pada kari kiamat tidak berarti
bagimu dibanding penghinaan manusia terhadapmu di dunia. Barangkali engkau
menyembunyikan keburukanmu di mata manusia dan engkau tidak merasa terancam
dengan pengetahuan Allah terhadap hal itu, seakan-akan tercemarnya namamu di
sisi Allah tidak berarti bagimu daripada tercemarnya namamu di mata manusia;
seakan-akan makhluk lebih tinggi nilainya di matamu daripada Khaliq. Maha Suci
Allah dari kebodohanmu.
Celakalah dirimu! Masih
ada sisa-sisa keburukan lainnya yang belum pernah disandang oleh dirimu dan
bagaimana engkau akan berkata di hadapan orang-orang yang berakal. Padahal aib
itu ada pada dirimu, dan dirimu berlumur dengan
kotoran namun masih ingin berdalih dengan harta orang-orang yang suci. \
Amatlah jauh kemiripanmu
dengan orang-orang salih terdahulu! Demi Allah sesungguhnya telah sampai
kepadaku bahwa mereka dalam hal yang di halalkan, lebih zuhud daripada kamu
dalam hal yang di haramkan. Sesuatu yang tidak apa-apa menurutmu, merupakan
bencana bagi mereka. Kesalahan kecil mereka pandang lebih besar daripada kamu
dalam memandang dosa besar. Sebaik-baik dan sehalal-halal harta menurtmu adalah
bagaikan yang subhat di antara harta mereka. Engkau prihatin terhadap kejahatan
sebagaimana mereka prihatin terhadap kebaikan mereka karena khawatir tidak
diterima. Puasamu bagaikan berbukanya mereka, kesungguhanmu dalam beribadah
bagaikan masa reses dan waktu tidur mereka, bahkan seluruh kebaikanmu setara
dengan satu dari kebaikan mereka.
Salah seorang sahabat
berkata : “Keuntungan para shiddiqin (Orang-orang yang benar dan jujur) adalah
sesuatu yang luput dari dunia mereka, sedangkan kebutuhan mereka adalah sesuatu
yang dijauhkan dari mereka, sedangkan kebutuhan mereka adalah adalah sesuatu
yang dijauhkan dari mereka di antara dunia. Maka siapa yang tidak demikian
keadaannya, tidaklah ia bersama mereka di dunia, apalagi di akhirat.”
Subhanallah! Berapa jauh perbedaan antara dua golongan tersebut! Golongan
bersama sahabt pilihan yang mencari ke
dudukan di sisi Allah dan golongan bersama kalian dalam kelompok orang-orang
yang rendah. Semoga Allah Yang Maha Mulia memberikan ampunan dengan
Karunia-Nya.
Apabila engkau mengira
bahwa dirimu meneladani para sahabat dalam menumpuk harta untuk menjaga
kesucian dan mengeluarkannya di jalan Allah, coba renungkanlah terlebih dahulu
urusanmu itu! Celakalah dirimu, masih bisakah kita Ataukah engkau mengira bahwa
engkau berhati-hati dalam mencari yang halal sebagaimana yang mereka lakukan?
Padahal telah sampai ke padaku bahwa di antara sahabt ada yang mengatakan,
“Kami meninggalkan tujuh puluh pintu dari yang halal karena khawatir akan jatuh
kepada salah satu pintu yang haram”. Saudara ku! Adakah kewaspaadaan seperti
ini dalam dirimu? Tidak, demi Tuhan Ka’bah, aku tidak mengira ada hal demikian
pada dirimmu? Oleh karena itu, yakinah bahwa mengumpulkan harta dengan tujuan
untuk berbuat baik adalah jebakan setan yang akan menggiringmu. Lantaran
kebaikan itu, kepada usaha syubhat yang berbaur padanya antara yang batil dan
yang haram.”
Wahai orang-orang yang
terperdaya, tidakkah engkau mengetahi bahwa kekhawatiranmu akan tercebur ke
dalam syubhat lebih utama dan lebih mulia nilainya di sisi Allah daripada
berusaha dalam syubhat dan mengeluarkannya di jalan Allah dan di jalan
kebaikan.
Aku mendengar seorang ahli
ilmu berkata : “Engkau meninggalkan satu
dirham karena khawatir bahwa hal itu tidak halal, lebih baik bagimmu daripada
engkau bersedekah dengan seribu dinar dari barang yang syubhat, yaitu yang
tidak engkau ketahui apakah barang tersebut bagimu halal atau tidak.”
Kemudian, jika engkau
mengira bahwa dirimu adalah paling bertakwa dan paling Wara’ untuk terjerumus
ke dalam syubhat, dan engkau mengumpulkan harta halal berdasarkan dugaanmu
untuk dikeluarkan di jalan Allah, celakalah dirimu bia menduga demikian
sehingga merasa tidak akan diajukan untuk perhitungan (hisab). Karena
sesungghnya para sahabat pilihan sangat takut terhadap pertanyaan ketika hisab.
Telah sampai kepada kami
bahwa di antara mereka ada yang berkata : “Tidaklah menggemberikan ku kalau aku
mendapatkan hasil dari usahaku setiap hari sebanyak seribu dinar dari barang
yang halal, lalu aku nafkahkan dalam ketaatan kepada Allah dan usaha tersebut
tidak menghalangiku melakukan shlata jamaah!.” Orang-orang berkata, kenapa
demikian, mudah-mudahan Allah mengaisihimu? Ia menjawab : “Karena au tidak besa
lepas dari suaru maqam pada hari kiamat, sehingga Allah SWT. Bertanya :
“Hambaku, darimana usahamu ini dan di mana engkau nafkahkan?” Mereka itu
orang-orang yang bertakwa yang berada dalam meliu Islami yang utuh, sedangkan
barang yang halal tersedia buat mereka, tapi mereka meninggalkan harta karena
malu akan di hisab, sebab khawatir bahwa kebaikan harta mereka tidak bisa
menutupi keburukannya. Adapun dirimu saat ini berada di tengah-tengah sampah
umat, dan barang yang halal di masamu sangat langka, dan engkau memperebutkan
kotoran-kotoran, lalu engkau mengira bahwa dirimu mengumpulkan harta yang
halal! Celakalah dirimu! Di mana barang yang halal itu sehingga engkau bisa
mengumpulkannya?
Walaupun harta yang halal
tersedia di hadapanmu, namun apakah engkau tidak takut hatimu akan berubah
ketika telah menjadi kaya? Karena, telah sampai kepada kami, bahwa di antara
sahabt ada yang mendapatkan harta warisan yang halal, lalu ia meniggalkannya
sebab khawatir itu akan merusak hatinya. Maka apakah engkau berkeyakinan bahwa
hatimu lebih terpelihara daripada hati para sahabat sehingga engkau tidak
menyimpang sedikitpun dari kebenaran dalam urusan dan keadaanmu. Maka jika
engkau menduga demikian, sesungguhnya engkau telah berbaik sangka terhadap
nafsumu yang selalu menyruh kepada keburukan. Celakah dirimu! Aku di sini hanya
sekedar memberi nasihat.
Au berpandangan, alangkah
baiknya jika engkau merasa puas dengan berkecukupan dalam kebutuhan se
hari-hari dan engkau tidak mengumpulkan harta demi perbuatan baik sehingga
engkau tidak perlu diajukan pada hari hisab. Sebab telah sampai kepada kami,
bahwa Rasulullah saw. Bersabda : “Siapa yang diseldiki secara mendalam ketika
hisab, ia akan disiksa.” Tertulis dalam Kitab Ihya, sebuah hadis yang berbunyi
: “Seorang laki-laki dihadapkan pada kiamat, ia yang telah mengumpulkan harta
dengan cara yang haram dan mengeluarkannya pada jalan yang haram pula, maka
dikatakan , ‘Bahwa ia ke neraka. ‘Kemudian dihadapkan pula seorang laki-laki
yang mengumpulkan harta secara halal tapi ia memngeluarkannya pada hal yang
haram, maka dikatakan, ‘ Bahwa ia ke neraka, ‘Berikutnya dihadapkan pula
seorang laki-laki yang telah berusaha secara halal dan mengeluarkannya pada
jalan yang halal, maka dikatakan kepadanya ‘Berhenti dulu! Barangkali lantaran
mencari harta itu engkau melalikan sesuatu yang telah Aku wajibkan kepadamu,
pada shalat umpamanya, engkau tidak melaksanakannya tepat waktu, atau sedikit
engkau anggap remeh pada ruku, sujud dan wudhunya.
Laki-laki itu menjawab
> “Tidak, ya Tuhan, aku berusaha dengan baik dari yang halal dan
mengeluarkannya secara halal, juga tidak melengahkan sedikit pun di antara apa
yang Engkau wajibkan kepadaku. ‘Kemudian dikatakan lagi kepadanya, ‘Barangkali
engkau pernah menyoombongkan diri dengan kendaraan atau dengan pakaianmu, atau
apapun yang engkau merasa bangga dengannya, ‘Ia menjawab : “Ya Tuhan ku, aku
berusaha secara baik dari yang halal dan mengeluarkannya secara halal, tidak
melakukan apa yang Engkau wajibkan kepadaku, juga tidak menyombongkan diri atau
merasa bangga dengannya, ‘Lalu dikatakan lagi kepadanya, ‘Barangkali engkau
pernah menahan hak orang lain yang telah Aku suruh dirimu untuk memberikan
kepadanya baik dari kerabatmu, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan
orang-orang musafir, ‘Ia menjawab : “Tidak, ya Tuhanku, aku telah berusaha
secara baik dari yang halal dan mengeluarkannya secara halal, tidak melalaikan
sedikitpun di antara apa yang telah Engkau wajibkan kepadaku, tidak
menyombongkan diri dan tidak pula merasa bangga serta tidak menahan hak orang
lain yang telah engkau perintahkan kepadaku untuk memberikan kepadanya, ‘Lalu
orang-orang tadi di datangkan dan berdebat dengannya. Mereka berkata, ‘YA
Tuhanku, Engkau telah memberinya, menjadikannya kaya, menempatkannya di
tengah-tengah kami dan menyuruhnya untuk memberi kami. ‘Maka jika orang ini
benar-benar memberikan hak mereka, tidak melalaikan kewajibannya, tidak sombong
dan berbangga, akan dikatakan kepadanya, Tunggu dulu! Sekarang hadirkan
kesyukkuranmu terhadap satu nikmat yang telah aku karuniakan kepasamu, baik
dari makanan, minuman, tegukan atau kelezatan. ‘Dan laki-laki itu terus ssaja
ditanyai..” Nah, celakalah dirimu, siapa yang berani untuk diajukan dalam
sidang pengadilan seperti ini, dihujani pertanyaan bertubi-tubi kecuali orang
yang tertipu dan terperdaya sepertimu!.
Celakalah diirmu!
Interogasi seperti tadi diajukan kepada seseorang yang selalu konsisten dalam
mencari yang halal, yang selalu menunaikan
hak-hak dengan hartanya, dan senantiasa melaksanakan kewajiban sesuai
dengan batasan-batasannya, namun dia harus dihisab dengan hisab seperti itu.
Lantas bagaimana menurutmu orang-orang seperti kita yang senantiasa timbul
tenggelam dalam fitnah dunia; dalam lumpurnya; dalam syubhat dan perhiasannya.
Celakalah engkau, karena interogasi semacam inilah maka orang-orang bertakwa
enggan berurusan dengan dunia. Mereka merasa cukup dengan pemenuhan kebutuhan
sehari-hari, berusaha mengerjakan kebajikan yang lain tanpa perlu susah payah
mencari harta.
Maka hendaknya dirimu
menjadikan orang-orang pilihan tersebut sebagai teladan. Tetapi jika dirimu
merasa enggan untuk melakukan hal demikian dan tetap mengira bahwa engkau sudah
berada pada batas optimal dalam wara’ dan takwa, bahwa tidak mencari harta
kecualli dari barang yang halal dengan dugaanmu bahwa hal itu untuk menjaga
kesucian dan untuk pengeluaran di jalan Allah, engkau yakin bahwa sedikit pun
engkau tidak menegeluarkan harta halal kecuali dengan benar, juga hatimu
sedikitpun tidak berubah dari hal-hal yang disukai oleh Allah SWT. Dan tidak
membenci-Nya, baik secara rahasia maupun terang-terangan, bahkan selalu merasa
takut, dan jika memang demikian adanya dirimu, tetapi engkau pasti tidaklah
demikian, namun bagaimanapun keadaanyya yang penting engkau harus bersikap rela
terhadap berkecukupan dan berusaha menghindari pemilik harta bila mereka ingin
melibatkanmu. Lalu berusaha bergabung dengan rombongan pertama, yaitu rombongan
Muhammad saw. Tanpa perlu ada kekhawatiran bakal tertahan untuk diperhitungkan.
Tentulah mencari selamat atau celaka.
Telah sampai kepada kami
bahwa Rasulullah saw. Berssabda : “Para fakir miskin dari golongan Muhajirin
lebih dahulu masuk surga daripada orang-orang kaya di antara mereka, selama
lima puluh ribu tahun.” Beliau juga mengatakan : “Adapun pemilik harta, mereka
bakal menemui kesulitan berupa penahanan, dan akan mengalami haus sesuai dengan
apa yang dikehendaki oleh Allah”. Hadis lain berbunyi : “Orang-orang miskin
dari kaum yang beriman memasuki surga sebelum orang-orang kaya, mereka bersenang-senang
dan memakan makanan, sedang yang lain masih merangkak dengan lutut mereka, maka
Allah SWT. Berkata : “Di sana ada orang-orang yang aku kehendaki sebelum kamu,
kalian adalah pemimmpin dan pejabat, maka, tunjukanlah kepada Ku apa saja yang
telah kalian perbuat dengan sesuatu yang telah Aku berikan kepada kalian.”
Salah seorang ahli imu berkata : “Tidaklah menggembirakanku walau aku memiliki
Humran Ni’am (kiasan untuk kenimkmatan yang besar), sedang aku tidak bisa
bergabung dengan rombongan pertama bersasma Muhammad saw. Dan kelompoknya.
Wahai kaum yang
mengkhawatirkan hisab! Raihlah kesempatan bersama orang-orang yang ringan beban
hisab-nya dalam rombongan orang-orang Muslim, serta takutlah bila terlambat dan
terpisah dengan rombonan Rasulullah saw. Sebagaimana takutnya orang-orang yang
bertakwa.
Diceritakan bahwa seorang
sahabat merasa haus lalu ia minta minum, maka didatangkanlah kepadanya segelas
air dan madu. Ketika ia mengambil air itu dan meneguknya, ia pun terseduh
kemudian menangis dan menangis. Lalu ia berusaha mengusap air mata dari
wajahnya dan hendak berbicara, tapi ia kembali menangis. Ketika tangisannya
kian menjadi-jadi seorang bertanya kepadanya, apakah tangisan itu lantaran iar
tadi? Ia menjawab : “Benar! Tat kala suatu hari aku duduk bersama Rasulullah
saw. Dan tidak ada orang lain bersama beliau ketika itu selain diriku, beliau
memertahankan dirinya dan berseru : “Menyingkirlah dariku” Aku bertanya
kepadanya : “Demi dirimu, maka siapakah gerangan yang engkau ajak bicara?
Beliau menjawab : “Itulah dunia yang tampil di depanku dengan corak dan
keindahannya, yang berkata kepadaku : Wahai Muhammad, raihlah aku! Maka aku
katakan kepadanya : “Menyingkirlah dariku!” Lalu ia berkata lagi :”Jika engkau
selamat dariku, wahai Muhammad, sesungguhnya tidak akan selamat dariku
orang-orang sesudahmu.
Wahai kaum, orang-orang
pilihan itu menangis kecuali takut bila terputus hubungan dengan Rasulullah
saw. Hanya lantaran meminum air yang halal, maka celakalah dirimu yang
bergelimang dengan kenikmatan dan syahwat yang sulit untuk dikatakan terbebas
dari usaha haram dan syubhat, padahal engkau tidak merasa khawatir akan
terputus hubungan dengan Rasul saw. Alangkah bodohnya kebodohan mu itu!
Sungguh malang nian
nasibmu, bila engkau tercecer dari rombongan Muhammad saw. Pada hari kiamat.
Pasti engkau akan menyaksikan suatu peristiwa dahsyat yang membuat malaikat dan
nabi-nabi bergidik melihatnya.
Bila engkau lengah dari
mengejar rombongan itu, pasti engkau akkan mengalami masa yang panjang untuk
menyusulnya. Bila engkau menghendaki harta yang berlimpah pasti engkau akan
mengalami sulitnya hisab. Bia engkau tiidak merasa puas dengan yang sedikit
pasti engkau mengalami masa penantian rintihan dan ratapan yang amat panjang.
Bila engkau rela dengan keadaan orang-orang yang tertinggal, pasti engkau akan
terputus hubungan dengan golongan kanan, dengan Rasul Tuhan Semesta Alam, dan
engkau akan sangat terlambat untuk menikmati karunia orang-orang yang diberi
kenikmatan,\. Dan bila engkau bersebarangan dengan sikap orang-orang yang
bertakwa, pasti engkau akan bersama orang-orang yang tertahan dalam situasi
yang mencekam di Hari Pembalasan.
Celakalah dirimu,
renungkanlah apa yang engkau dengar! Maka jika engkau mengira bahwa dirimu juga
seperti orang-orang salaf pilihan, merasa puas dengan sekedar bisa makan
sehari-hari, bersikap zuhud terhadap yang halal, menafkahkan harta benda lebih
engkau utamakan daripada diri sendiri, tidak khawatir akan kemiskinan, tidak
menumpuk harta untuk hari esok, tidak menyukai harta berlimpah dan dan
kekayaan, rela dalam kefakiran, gembira dengan yang sedikit dan kemiskinan,
senang dengan kerendahan dan kesederhanaan, benci kedudukan dan ketinggian,
engkau merasa kuat dalam urusanmu, dan tidak berubah dari petunjuk,
sesungguhnya engkau telah melakukan hisab terhadap dirimu di dunia. Engkau
telah menjalankan semua urusanmu sesuai dengan yang telah disetujui oleh
keridhaan ALLAH SWT. Engkau tidak akan ditahan untuk diinterogasi dan tidak
akan di hisab, dan orang sepertimu termasuk di antara orang-orang yang takwa.
Hanya saja engkau masih
berpikiran bahwa engkau mengumpulkan harta yang halal untuk pengeluaran di
jalan Allah. Maka, celaka dirimu, wahai orang yang terperdaya! Renungkanlah!
Permasalahanmu dan perbaikilah pandanganmu! Tidakkah engau mengetahui bahwa
menghindari kesibukan dengan harta serta mengosongkan hati untuk berzikir,
mengingat menyebut, berpikir dan merenung tentu lebih selamat untuk agama,
lebih memudahkan untuk hisab, lebih meringankan pertanyaan ketika diinterogasi,
lebih merasa aman dalam menghadapi dahsyatnya peristiwa kiamat, lebih
memperbanyak pahala dan lebih meninggikan nilaimmu di sisi Allah SWT, dalam
keadaan berlipat-lipat.
Salah seorang sahabt
berkata : “Andaikan seseorang di dalam sakunya memiliki sejulah uang dinar yang
diinfakannya, sedang yang lain berzikir kepada Allah SWT. Niscaya yang berzikir
itu lebih utama.”
Diceritakan bahwa salah
seorang ulama ditanya tentang orang yang mencari harta untuk dikeluarkan dalam
kebajikan, ia menjawab : “Meninggalkannya justru lebih baik.” Seorang Tabi’in
pilihan ditanya tentang dua orang, salah seorang di antaranya mencari harta
yang halal dan ia mendapatkannya, lalu dengannya ia menghubungkan tali
silaturrahmi dan diperuntukannya untuk dirinya, sedangkan yang lain menjauh
tidak mau mencarinya dan tidak mau menerimanya, maka yang mana di antara mereka
yang lebih utama? “Demi Allah, jauh sekali antara keduanya, yang menghindar
lebih utama, perbedaannya sama dengan antara timur dan barat,” Jawabnya.
Lebih baik bagimu untuk
menyerahkan dunia kepada orang yang mengejarnya. Sedangkan bagimu sekarang
adalah menjauhi kesibukan dengan harta supaya lebih menyegarkan untuk tubuhmu,
mengurangi kecapaianmu, menyenangkan untuk hidupmu, memuaskan hatimu,
mengurangi kegundahan dan kegelisahanmu. Maka atas dasar apa engkau
mengumpulkan harta kalau meninggalkannya dapat membuatmu lebih utama daripada
orang yang mengejarnya untuk tujuan kebajikan.
Benar, kesibukanmu dengan
mengingat Allah lebih utama untuk mu daripada mengeluarkan harta di jalan-Nya,
sehingga berkumpulah pada dirimu kesenangan dunia serta keselamatan serta
keutamaan di akhirat.
Baiklah, seandainya
mengumpulkan harta untuk kebajikan itu lebih utama daripada menjauhinya,
pastilah kami didahului oleh Nabi Muhammad saw. Terhadap keutamaan dan kebaikan
yang kamu kira terdapat dalam pencarian harta itu. Akan tetapi, Rasulullah saw.
Mengetahui betul bahwa ridha Allah SWT. Terletak pada sikap menghindari dunia,
maka dari itu jauhilah oleh mu.
Diceritakan dari
Rasulullah saw. Bahwa beliau bersabda : “Aku didatangi oleh Jibril as. Yang
membawa kunci perbendaharaan bumi. Maka demi dzat yang jiwa Muhammad di
tangan-Nya, aku tidak mengulurkan tangan kepadanya.” Dalam hal ini, seorang
sahabt berkomentar, andaikata beliau mengeahui bahwa di situ ada kebaikan,
pastilah beliau saw. Mengulurkan tangannya.
OK, andaikata dalam
pengumpulan harta itu terdapat keutamaan yang besar, pastilah demi keutamaan
akhlak engkau harus meneladani Nabi Muhammad saw. Karena dengannyalah Allah
memberinya petunjuk, sekaligus kau harus pula menerima pilihan beliau saw.
Untuk dirinya, yaitu menghindari dunia. Rasulullah saw. Bersabda : “Apalah
bagiku dan bagi dunia, tidaklah aku dan dunia ini melainkan seperti seorang
musafir yang menunggangi kendaraannya lalu berteduh di bawah sebatang pohon
kemudian ia berangkat lagi meninggalkannya.”
Dalam sebuah doanya beliau
saw. Berkata : “Ya Allah hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, matikanlah aku
dalam keadaan miskin, dan kumpulkan aku bersama orang-orang miskin, janganlah
engkau campurkan aku bersama orang-orang kaya.” Dan dalam doanya yang lain
beliau saw. Berkata :”Ya Allah, jadikanlah rezeki keluarga Muhammad sekedar
memenuhi kebutuhan.”
Celakalah dirimu! Apakah
kalian mengira bahwa Muhammad saw, itu bodoh sehingga memilih alternatif ini
untuk dirinya? Tidak!!! Demi dzat yang telah memuliakannya dengan risalah,
tidaklah beliau memilih suatu alternatif ini untu dirinya, melainkan pada
perkara yang lebih utama dan lebih tinggi nilainya. Maka, ridhailah untuk
dirimu sesuatu yang diridhai oleh Nabi Muhammad sw. Jadikanlah Nabimu itu
sebagai teladan, dan berjalanlah di bawah panji-panjinya untuk mencapai surga
dengan segera.
Saudaraku, renungkanlah
apa yang kau dengar sarta yakinlah bahwa kebahagiaan dan kemenangan terdapat
dalam tindakan menghindari dunia. Sesungguhnya telah sampai kepada kami bahwa
Rasulullah saw. Bersabda : “Sesungguhnya pemuka orang beriman di surga adalah
orang yang apabila ia makan siang, ia tidak bisa makan malam, apabila ia
mencari utang, ia tidak mendapatkan uang; ia tidak memiliki kelebihan pakaian
kecuali yang menutupi tubuhnya, dan ia tidak mampu untu mencari sesuatu yang
memperkayanya. Ia memasuki sore dalam keadaan demikian dan memasuki pagi juga
dalam keadaan demikian, ia selalu ridha kepada Tuhan-nya. Mereka itulah
orang-orang yang telah ddiberi nikmat oleh Allah dan golongan para nabi,
shiddiqin, para syuhada, dan orang-orang salih. Maka alangkah baiknya mereka
sebagai teman-teman (QS. An-Nisa : 69).
Saudaraku, renungkanlah
apa yang engkau dengar dan yakinlah bahwa keburukan itu terkumpul dalam
perbuatan memperbanyak harta benda dunia.
Telah sampai kepada kami
bahwa Rasulullah saw. Berkata kepada Bilal ra. : “Jika engkau mampu berjumpa
dengan Allah dalam keadaan miskin, bukan dalam keadaan kaya maka lakukanlah.” Bilal
berkata : “Bagaimana dengan diriku wahai Rasulullah?” Beliau berkata : “Apa
yang dirizkikan kepadamu jangan disembunyikan dan apa yang diujikan atasmu
jangan ditolak.” Bilal berkata lagi : “Bagaimana dengan diriku terhadap hal
demikian ya Rasulullah?” Beliau berkata : “Atau engkau mau ke neraka?”.
Celakalah dirimu! Jika
engkau memahami apa yang engkau dengar, maka tiada lagi alasan bagimu untuk
mengumpulkan harta lebih dari sekedar kebutuhan sehingga dapat engkau jadikan
dalih di hadapan Allah. Sungguh, demi Allah, jadikanlah itu kesibukan! Sampai
kapan engkau masih tetap menumpuk-numpuk harta setelah adanya penjelasan ini.
Sesungguhnya telah ditolak pengakuanmu bahwa engkau menumpuk harta untuk tujuan
berderma dan kebaikan. Pasti engkau lakukan itu karena takut kemiskinan, juga
engkau lakukan demi kenikmatan, perhiasan, kemewahan, bermegahan, keududukan,
riya, kesombongan, penghargaan, sanjungan dan kemuliaan, lalu engkau mengira
bahwa usaha itu demi kebajikan. Sungguh maang nasibmu! Hati-hatilah terhadap
Allah SWT. Dan malulah dengan pengakuanmu wahai orang yang terpeerdaya, karena
sesungguhnya dirimu terjebak dalam fitnah dengan mencintai dunia. Jadikanlah
dirimu mengakui bahwa keutamaan, kebaikan, dan ridha terhadap sekedar kebutuhan
sehari-hari adalah dalam menghindari kelebihan. Jadikanlah dirimu ketika
mengumpulkan harta itu merasa tertipu lalu mau mengakui kejahatanmu serta takut
kepada hisab. Maka hal demikian itu lebih selamat untukmu dan lebih dekat
kepada maaf daripada mencari-cari alasan untuk menumpuk-numpuk harta.
Saudaraku! Renungkanllah
apa yang engkau dengar, dan perhatikanlah diri sendiri melalui akal sehatmu.
Sesungguhnya keberuntungan untuk mu terdapat dalam menghindari dunia, dan Allah
tidak memerlukanmu, tetapi dirimulah yang sangat butuh kepada Allah SWT.
Saudaraku! Ketahuilah
bahwa pada masa sahabat r.a .. harta yang halal banyak tersedia, namun mereka
adalah orang yang paling wara dan paling zuhud terhadap yang diperbolehkan
untuk mereka. Sedangkan pada masa kita sekarang, yang halal sudah langka, maka
bagaimana dengan kita untuk mendapatkan walau sekedar memenuhi kebutuhan dan
menutupi hajat? Adapun perbuatan dari menumpuk-numpuk harta pada zaman kita
sekarang, mudah-mudahan Allah SWT. Melindungi kita dari hal yang demikian.
Maka, mana ketakwaan kita seperti takwanya para sahabat, seperti wara’, zuhud,
dan kewaspadaan mereka? Mana nurani kita seumpama nurani dan kebaikan niat
mereka? Kita telah dijangkiti, demi Tuhan Langit, oleh berbagai macam penyakit
jiwa serta nafsu rendahnya, padahal dalam waktu dekat akan tiba waktu
menghadap. Maka, alangkah bahagianya orang yang ringan bebannya ketika mereka
mendahului; alangkah geisahnya orang yang berat bebannya keetika harus
tertahan; dan alangkah senangnya orang-orang yang bertakwa pada hari
dikumpulkan! Sedangkan duka cita yang panjang bagi orang yang bermewah-mewah
dan mencampur adukan. Aku telah meberikan nasihat kepada kalian jika mau
menerimanya, tapi sayang yang mau menerima nasihat ini hanya sedikit. Semoga
Allah memberikan taufik kepada kita sekalian untuk setiap kebaikan melalui
Rahmat-Nya.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan