SUATU saat Syaqiq Al Balkhi, Hatim bin Al Asham beserta sejumlah sahabat mereka tengah berada di wilayah pertempuran tentara Turki yang saat itu belum dikuasai oleh Muslim. Suasana sangat mencekam, tidak ada pemandangan di sekitar mereka kecuali kepala-kepala manusia yang terpotong serta pedang- pedang serta busur-busur yang patah.
Saat itu, Syaqiq Al Balkhi bertanya kepada Hatim Al Asham,”Bagaimana suasana hatimu saat ini? Apakah seperti malam dimana engkau menikahi istrimu?” Hatim Al Asham pun menjawab,”Demi Allah tidak”. Syaqiq Al Balkhi pun mengatakan,”Akan tetapi, demi Allah, aku merasakan malam ini seperti malam aku menikahi istriku”. Di suasana yang cukup menakutkan itu, Syaqiq Al Balkhi akhirnya tidur pulas hingga suara dengkurannya terdengar.
Setelah itu datanglah salah satu sahabat mereka yang menangis karena saudaranya ditangkap pasukan Turki dan dibunuh. Hatim Al Asham pun menyampaikan,”Tidak perlu ditangisi, saudaramu telah memperoleh bagiannya. Ia kembali kepada Allah dan memperoleh keridhaa-Nya”. Si sahabat pun menjawab,”Aku menangis bukan bersedih karena kehilangannya, namun karena melihat kesabaarannya karena Allah ketika pedang menebasnya”.
Di malam itu tentara Turki juga berhasil menangkap Hatim Al Asham, dan si tentara sudah membaringkan tubuh Hatim Al Asham untuk siap-siap disembelih. Hatim Al Asham pun mengisahkan,”Pada waktu itu hatiku sibuk dengan mengingat Allah. Aku menunggu yang Allah telah takdirkan selanjutnya. Namun di saat tentara itu mencari pisaunya di sarungnya, sebuah anak panah dari seorang tentara penyerang membununya, kemudian ia menyembelihnya dan melempar tubuhnya jauh dariku”.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan