Abu Ali Syaqiq bin Ibrahim al
Balkhy (wafat 139 H./810 salah seorang di antara tokoh tokoh besar Khurasan. Ia
adalah guru dari Hatim al Asham.
Dikisahkan, tentang penyebab
zuhudnya, bahawa ia adalah salah seorang dari anak kalangan orang-orang berada.
Suatu ketika ia melakukan lawatan ke Turki untuk suatu kepentingan perniagaan.
Dan kepergiannya itu merupakan yang pertama kali baginya. Suatu saat ia masuk
ke pura patung. Penjaga pura itu, rambut dan janggutnya dicukur, pakaiannya
dari jenis sutera arjuwaniyah.
Syaqiq berkata kepada si penjaga,
“Bukankah anda mempunyai PenciptaYang Maha Hidup, Maha Tahu, dan Maha Kuasa,
maka sembahlah Dia. Jangan menyembah patung patung yang tidak membahayakan atau
memberi manfaat kepada diri anda!” Penjaga itu pun menjawab, “Bila Dia
sebagaimana Anda ucapkan, tentu Dia dapat memberi rezeki kepada diri anda di
negara anda sana. Mengapa anda bersusah payah datang kemari untuk berniaga?”
Seketika Syaqiq pun menjadi sedar, dan sejak saat itu ia mengambil jalan zuhud.
Dikisahkan, di antara penyebab
zuhudnya, bahawa la melihat seorang budak yang sedang bermain-main dengan penuh
suka ria di musim kemarau dan kering. Orang-orang sangat prihatin kala itu.
Syaqiq bertanya, “Apa yang membuatmu bersuka cita seperti itu? Bukankah engkau
melihat kesengsaraan manusia di musim kemarau dan kering ini?” Budak itu
menjawab, “Bagiku kesengsaraan itu tidak ada. Tuanku berada di suatu desa yang
bersih, siapa saja masuk di sana dan apa pun yang kami inginkan dicukupi.”
Sejenak Syaqiq sedar, dan berkata pada diri sendiri, “Kalau tuannya berada di
suatu desa, dan ia tergolong makhluk yang fakir, sementara dirinya tidak peduli
terhadap rezeki, lalu layakkah seorang Muslim mementingkan rezekinya, sedangkan
Tuannya Maha Kaya?”
Hatim al Asham berkata, “Syaqiq
al Balkhy tergolong kaya raya. Ia menghidupi para pemuda pada masanya.
Sedangkan Gabenor Balkh kala itu adalah Ali bin Isa bin Mahan. Sang gabenor ini
sangat menyayangi anjing pemburu miliknya. Suatu saat salah satu anjingnya
hilang. Lantas anjing itu ditemukan berada di tempat seseorang laki-laki yang
menjadi tetangga Syaqiq. Laki-laki itu pun dicari, namun ia lari dan
bersembunyi di rumah Syaqiq. Lantas Syaqiq pergi ke rumah gubernur, dan
berkata, ‘Tolong beri jalan. Soal anjing itu ada dirumahku, kukembalikan tiga
hari lagi.’ Para pengawal gabenor menyilakan Syaqiq, dan setelah itu Syaqiq
kembali pulang.
Pada hari ketiga, seorang sahabat
Syaqiq yang sudah lama menghilang dari Balkh datang. Sahabat itu menemukan
anjing yang lehernya berkalung di jalan, lantas anjing itu pun dibawanya. Lebih
baik, anjing ini kuberikan saja kepada Syaqiq, sebab ia sibuk dengan kaum
muda,’ kata si sahabat tersebut. Ketika Syaqiq melihatnya, ternyata anjing
tersebut adalah anjing gabenor. Syaqiq amat girang, dan anjing itu tepat pada
hari ketiga dibawa kepada gabenor, dan ia bebas dari beban. Allah swt. kemudian
melimpahkan rezeki kesadaran, dan Syaqiq bertobat dari perilaku sebelumnya,
kemudian menempuh jalan zuhud. “
Hatim al Asham menceritakan
kisahnya ketika bersama Syaqiq, “Kami pernah bersama dengan Syaqiq dalam satu
barisan tempur ketika memerangi orang-orang Turki. Saat itu tidak terlihat
kecuali kepala-kepala manusia yang aneh, busur-busur panah yang patah dan
pedang-pedang yang putus. Syaqiq berkata kepadaku, ‘Bagaimana dengan dirimu,
hari ini, wahai Hatim? Apakah engkau melihatnya seperti kejadian semalam ketika
engkau diusir oleh isterimu?’ Aku berkata, ‘Tidak, demi Allah!’ Syaqiq berkata,
‘Namun, bagiku, demi Allah, pada hari ini sama dengan dirimu pada malam itu.’
Kemudian Syaqiq tidur di antara dua rak, berbantalkan perisai, hingga terdengar
gerit-geritnya.”
Di antara ucapan Syaqiq, “Bila
Anda ingin mengenal seseorang, maka kenalilah; apakah ia memilih janji Allah
swt. atau memilih janji manusia. Lebih condong ke mana orang tersebut, maka
akan kelihatan peribadinya.”
Tiada ulasan:
Catat Ulasan