Syaqiq al-Balkhi mengadakan perjalanan
ke Mekkah, untuk menunaikan ibadah haji. Ketika sampai di kota Baghdad, Harun Ar-Rasyid
memanggilnya untuk menghadap.
Setelah menghadap, bertanyalah Harun
ar-Rasyid kepada Syaqiq al-Balkhi : “Engkahkah Syaqiq al-Balkh pertapa?”
“Aku adalah Syaqiq al-Balkhi, tetapi aku
bukan seorang pertapa,” jawab Syaqiq al-Balkhi.“Berilah petuah kepadaku!.”
Perintah Harun.
“Jika demikian, dengarkanlah!”, Syaqiq
al-Balkhi memulai. “Allah
yang Maha Besar telah memberi kepadamu kedudukan Abu bakar yang setia dan Dia menghendaki kesetiaan yang sama darimu. Allah telah memberi kedudukan “Umar yang dapat membedakan kebenaran dari kepalsuan, Dia menghendaki engkau dapat pula
membedakan kebenaran dari kepalsuan. Allah telah memberimu kedudukan Utsman yang memperoleh cahaya kesedarhaan dan kemuliaan, dan Dia menghendaki agar engkau juga bersikap sederhana dan Mulia. Allah telah memberikan kepadamu
kedudukan ‘Ali yang diberkahi-Nya dengan kebijaksanaan dan sikap adil, Dia menghendaki agar engkau bersikap bijaksana dan adil pula.”
“Lanjutkanlah!”, pinta Harun.
“Allah mempunyai tempat yang diberi nama
neraka,” Syaqiq al-Balkhi meneruskan. “Dia telah mengangkatmu menjadi penjaga
pintu neraka dan mempersenjatai dirimu dengan tiga hal; kekayaan,pedang dan
cemeti. Allah memerintahkan : “Dengan kekayaan, pedang dan cemeti ini usirlah
ummat manusia dari neraka. Jika ada orang yang datang mengharapkan
pertolonganmu, janganlah engkau bersikap kikir. Jika ada orang yang menentang
perintah Allah, perbaikilah dirinya dengan cemeti ini. Jika ada yang membunuh saudaranya, tuntutlah pembalasan yang adil dengan pedang ini! Jika engkau tidak melaksanakan perintah Allah itu, niscaya engkau akan menjadi pemimpin orang-orang yang masuk ke dalam neraka itu.”
perintah Allah, perbaikilah dirinya dengan cemeti ini. Jika ada yang membunuh saudaranya, tuntutlah pembalasan yang adil dengan pedang ini! Jika engkau tidak melaksanakan perintah Allah itu, niscaya engkau akan menjadi pemimpin orang-orang yang masuk ke dalam neraka itu.”
“Lanjutkanlah!.” Desak Harun lagi.
“Engkau adalah sebuah telaga dan anak
buahmu adalah anak-anak sungainya. Apabila telaga itu airnya bening, niscaya ia
tidak akan cemar karena kekeruhan anak-anak sungai tersebut. Apabila telaga itu
keruh, betapakah mungkin anak-anak sungai tersebut akan bening?.”
“Lanjutkanlah!.”
“Seandainya engkau hampir mati kehausan
di tengah padang pasir dan pada saat itu ada seseorang menawarkan seteguk air,
berapakah harga yang berani engkau bayar untuk mendapatkan air itu?.”
“Berapapun yang dimintanya,” jawab
Harun.
“Seandainya ia baru menjual air itu
seharga setengah kerajaanmu?.”
“Aku akan menerima tawarannya itu,”
jawab Harun.
“Kemudian andaikan air yang telah engkau
minum itu tidak dapat keluar dari dalam tubuhmu sehingga engkau terancam
binasa,” Syaqiq al-Balkh melanjutkan, “Sesudah itu datang pula seseorang
menawarkan bantuannya kepadamu : “Akan ku sembuhkan
engkau tetapi serahkanlah setengah dari kerajaanmu kepadaku,” Apakahjawabanmu?”
engkau tetapi serahkanlah setengah dari kerajaanmu kepadaku,” Apakahjawabanmu?”
“Akan kuterima tawarannya itu,” jawab Harun.
“Oleh karena itu, mengapa engkau
membanggakan diri dengan sebuah kerajaan yang harganya hanya seteguk air yang
engkau minum lantas engkau keluarkan kembali.?”
Harun menangis dan melepas Syaqiq
al-Balkhi dengan penuh kehormatan.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan