OLEH IMAM NAWAWI {ulama besar mazhab Syafi'i}
Ibnu Mas’ud
radhiyallahu anhu, ia berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda :
‘Tidak halal darah seorang muslim kecuali Karena salah satu di antara tiga
perkara : orang yang telah kawin berzina, jiwa dengan jiwa, dan orang yang
meninggalkan agamanya yaitu merusak jama’ah’ “.
[Bukhari no.
6878, Muslim no. 1676]
Pada beberapa
riwayat disebutkan :
“Tidak halal
darah seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak
disembah secara benar kecuali Allah dan sesungguhnya aku adalah rasul Allah,
kecuali karena salah satu dari tiga hal”.
Kalimat “telah
bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah secara benar kecuali Allah
dan sesungguhnya aku adalah rasul Allah” merupakan penjelasan dari kata
“muslim”. Kalimat “yang merusak jama’ah” adalah penjelasan dari kata “yang
meninggalkan agamanya”.
Ketiga
golongan ini darahnya dihalalkan berdasarkan nash. Yang dimaksud dengan
“jama’ah” adalah kaum muslim dan yang dimaksud dengan “merusak jama’ah” adalah
keluar dari agama. Inilah yang menyebabkan darahnya dihalalkan.
Kalimat “yang
meninggalkan agamanya yaitu merusak jama’ah” adalah kalimat umum yang mencakup
setiap orang yang keluar dari agama Islam dalam bentuk apapun, maka ia wajib
dibunuh kalau tidak mau kembali kepada Islam.
Para ulama
berkata : “Kalimat tersebut juga mencakup setiap orang yang menyimpang dari
kaum muslim dengan berbuat bid’ah, merusak, atau lainnya”. Wallahu a‘lam.
Secara tersurat,
kalimat yang umum tersebut dikhususkan kepada orang yang melakukan penyerangan
atau semacamnya terhadap kaum muslim, maka untuk mengatasi gangguannya itu dia
boleh dibunuh, karena perbuatan semacam itu termasuk kategori merusak kaum
muslim. Juga yang dimaksud oleh Hadits di atas ialah seorang muslim tidak boleh
dengan sengaja dibunuh terkecuali karena dia melakukan salah satu dari tiga hal
di atas.
Sebagian ulama
menjadikan Hadits ini sebagai dalil bahwa orang yang meninggalkan shalat boleh
dibunuh, karena perbuatannya itu termasuk salah satu dari tiga perbuatan di
atas. Dalam masalah ini para ulama berbeda pendapat, sebagian menyatakannya
kafir dan sebagian lagi menyatakan tidak kafir. Pendapat yang menyatakan kafir
berdalil dengan Hadits lain yaitu sabda Rasululah Shalallahu ‘alaihi wasallam :
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi tidak ada
Tuhan kecuali Allah dan sesungguhnya aku adalah rasul Allah, mereka melakukan
shalat dan mengeluarkan zakat”.
Maksud dari
dalil ini ialah bahwa perlindungan itu diberikan kepada orang yang mengucapakan
syahadat, melaksanakan shalat dan mengeluarkan zakat secara utuh dan
meninggalkan salah satunya berarti membatalkannya. Pemahaman seperti ini
berlaku jika dalil diatas di pegang secara harfiah, yaitu kalimat “aku
diperintah untuk memerangi manusia….” Dipahami bahwa perintah memerangi ini
berlaku bagi semua yang melanggar apa yang disebutkan. Pemahaman seperti ini
dianggap lemah Karena tidak membedakan antara memerangi dan membunuh, sedangkan
memerangi berarti tindakan dua pihak yang saling membunuh. Kewajiban memerangi
orang yang meninggalkan shalat tidak dengan sendirinya menyatakan kewajiban
membunuh selama orang itu tidak memerangi kita. Wallaahu a’lam.
Kalimat “orang
yang telah kawin berzina” mencakup laki-laki dan perempuan. Hadits ini menjadi
dasar kesepakatan kaum muslim bahwa orang yang berzina semacam itu dirajam
dengan syarat-syarat yang dijelaskan dalam kitab fiqih.
Kalimat “jiwa
dengan jiwa” sejalan dengan firman Allah:
“Dan Kami telah tetapkan mereka di dalam Taurat
bahwa jiwa dengan jiwa”. (QS. Al Maidah : 45)
Yaitu berlaku
sepadan antara orang-orang yang sama-sama Islam atau sama-sama merdeka. Hal ini
berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam : “Seorang muslim tidak dibunuh karena membunuh seorang kafir”.
Begitu juga
syarat merdeka, berlaku sebagaimana pendapat Imam Malik, Imam Syafi’I dan Imam
Ahmad. Akan tetapi, para pengikut ahli ra’yu (Imam Abu Hanifah) berpendapat
seorang muslim dihukum bunuh karena membunuh kafir dzimmi dan orang merdeka
dibunuh karena membunuh budak, dan mereka berdalil dengan Hadits ini juga. Akan
tetapi kebanyakan ulama berbeda dengan pendapat tersebut.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan