(Tingkatan-tingkatan Perjalanan Ruhani)
karya 'Abdullah
Al-Ansari Al-Harawi
Manzilah
kedua Manzilah al-Taubah
Manzilah al-Taubah adalah manzilah kedua
dari Manzilah Al-Bidayat yang tercantum dalam kitab Manazil
al-Sairin.
Manzilah
al-Taubah ini terdiri dari tiga: Awwam,
Awsath, dan Khusus.
Awwam
"Dan barangsiapa
yang belum bertaubat maka mereka adalah orang-orang yang zalim" (QS 49:11).
Dalam
ayat ini, Allah melepaskan Sifat Zalim dari orang yang bertaubat. Taubat tidak
akan benar kecuali setelah mengenali dosa. Mengingat taubat adalah kembali
tunduk pada hukum Al-Haqq setelah penentangan atasnya. Bagaimana mungkin
seseorang dapat kembali tunduk sekiranya dirinya tidak menyadari penentangan
yang dilakukannya.
Kesadaran
akan dosa hendaknya diiringi kesadaran tentang dosa tersebut dalam tiga hal:
terlepasnya perlindungan Allah ketika melakukannya, rasa lega ketika terlepas
dari dosa (dan rasa sedih bahwa dirinya telah terperosok ke dalam dosa), rasa
malu dan hina bahwa dirinya disaksikan Allah ketika melakukan dosa tersebut.
Sedangkan
syarat dari taubat ada tiga hal: penyesalan, permohonan maaf, dan berlepas diri
dari perbuatan tersebut untuk selanjutnya.
Kemudian
hakikat taubat ada tga hal: merasa bahwa dosa tersebut adalah besar, merasa
bahwa taubatnya tidaklah memadai dan memohon dengan kerendahan diri dihadapan
Allah.
Taubat awwam dengan
memperbanyak upaya untuk taat kepada Allah yang menuntut tiga hal:
kesungguhan dalam mengharapkan penutupan dari Allah bahwa Allah adalah Zat yang
Maha kaya dan tidak membutuhkannya dirinya, terus memohon kemurahan ganjaran
dari Allah SWT.
Awsath
Sekarang masuk pada
taubat Awsath, yaitu mereka yang telah menempuh perjalanan ruhaniah. Ini merupakan
kelanjutan dari taubat Awwam.
Pada
tingkat ini adalah Taubat atas keterlepasan dirinya dari maksiat yang berasal
dari hakikat kegigihan perjuangannya serta upayanya yang terus menerus untuk
melepaskan diri dari maksiat (sehingga fokus hatinya tidak lebih adalah
menjauhi kemaksiatan).
Yang
dimaksud dalam konteks ini adalah Taubatnya mereka yang sudah melewati tahap
perjalanan ruhaniah, sudah terlepas dari dosa-dosa yang biasa melingkupi orang
Awwam.
Salik
pada tingkat ini haruslah bertaubat dari usahanya melepaskan diri dari maksiat.
Mengingat bahwa usaha yang dilakukannya sebenarnya semata muncul dari bantuan
dan perlindungan Allah atasnya bukan dari dirinya. Ketika dia masih menyaksikan
hal tersebut adalah hasil usahanya maka hal tersebut adalah maksiat tersendiri
dan dia harus bertaubat atasnya.
Semua
Kemuliaan, Rahmat dan Ampunan yang didapatnya semata karena kemuliaan Allah dan
perlindungan Allah atas dirinya. Hati yang terus menerus dalam upaya ini
terperosok pada kondisi yang berlebihan sehingga dirinya berada dalam keadaan
ketidak tentraman dan hilangnya keyakinan bahwa Allah adalah Zat Yang Maha
Pengampun.
Salik
yang seperti ini mereka tengah menghancurkan dirinya dalam kesulitan yang
dibuatnya sendiri di dalam kemudahan yang Allah berikan padanya. Hatinya akan
kesulitan untuk memandang Allah sebagai cahaya Rahmat.
Khusus
Sekarang tentang
Taubat pada tingkat Khusus sebagai kelanjutan taubat Awsath. Taubat pada tingkat
Khusus ini adalah Taubat atas hilangnya 'waktu' karena mengantarkan Salik pada
dasar kekurangan dan padamnya cahaya al-Muraqabah dan keruhnya mata air
kebersamaan dengan Allah.
Yang
dimaksud dengan 'waktu' di sini adalah kebersamaan dan keterhubungan dengan
Allah SWT.
Kehilangan
waktu dalam konteks ini adalah kelalaian yang merupakan keburukan yang besar
pada diri Salik sehingga menuntut Taubat atas hal tersebut.
Mengingat
kelalaian akan menyebabkan terputusnya hubungan khusus dengan Allah SWT
dan karena hatinya tidak lagi terhubung
dengan hakikat Ilahi menyebabkan hatinya kembali keruh dan hilangnya cahaya
pengawasan Ilahi atasnya. Hijab dirinya kembali menutupi dirinya.
Puncak
dari Taubat adalah Taubat atas kesadaran selain dari Allah dan memandang
penyebab kelalaian tersebut pada akhirnya taubat atas kesadaran terhadap sebab
kelalaian tersebut.
Yang
dimaksud pada puncak Taubat ini adalah Taubat dari Taubat itu sendiri.
Mengingat seorang Salik ketika masih bertaubat dan kesadarannya masih mencari
sebab atas kelalaiannya menunjukkan kesadarannya masih belum sepenuhnya hanya
kepada Allah dan ini adalah keburukan yang atasnya dia harus bertaubat. Ketika
seseorang masih bertaubat atas selain Allah menunjukkan pada dirinya ada selain
Allah dan atas hal tersebut dia harus bertaubat.
Syaikh
memaknai ayat "Bertaubatlah jamu
semua kepada Allah secara keseluruhan wahai orang-orang yang beriman" (QS
24:31).
Bahwa
Mukminin bukanlah pendosa sehingga dia harus bertaubat dari dosanya, tapi dari
masuknya dirinya pada Maqom Jami' agar dirinya dapat sampai pada Maqom
ketunggalan sehingga diperintahkan untuk bertaubat.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan