KITAB
RIYADHUS SHALIHIN (TAMAN ORANG-ORANG SHALIH)
IMAM NAWAWI
Allah Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya
Allah itu memerintahkan kepada engkau semua supaya engkau semua menunaikan -
memberikan - amanat kepada ahlinya - pemiliknya." (an-Nisa': 58)
Allah Ta'ala berfirman pula:
"Sesungguhnya
Kami 18telah
memberikan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, tetapi mereka enggan
memikulnya dan merasa takut terhadap itu, sedang manusia suka
memikulnya,sesungguhnya manusia itu amat menganiaya serta bodoh sekalian.” (al-Ahzab: 72)
200. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya
Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Tanda orang
munafik itu tiga macam yaitu jikalau berkata dusta, jikalau berjanji menyalahi
- tidak menepati - dan jikalau diamanati - dipercaya untuk memegang sesuatu amanat
- lalu berkhianat." (Muttafaq 'alaih)Dalam riwayat lain disebutkan-dengan
tambahan: "Sekalipun ia berpuasa, bersembahyang dan menyangka bahwa ia
seorang muslim."
201. Dari Hudzaifah bin al-Yaman r.a.
katanya:
"Rasulullah s.a.w., memberitahukan kepada
kita dua Hadis, yang sebuah sudah saya ketahui sedang yang lainnya saya
menantinantikan.
Beliau s.a.w. memberitahukan kepada kita
bahwasanya amanat itu turun dalam dasar asli dari hati orang-orang, kemudian
turunlah al-Quran.
Orang-orang itu lalu mengetahuinya dari
al-Quran dan mengetahuinya pula dari as-Sunnah. Selanjutnya beliau s.a.w.
memberitahukan kepada kita tentang lenyapnya amanat itu, beliau s.a.w.
bersabda:
“Seseorang itu tidur
setiduran, lalu diambillah amanat itu dari hatinya, kemudian tertinggallah
bekasnya itu bagaikan bekas yang ringan. Selanjutnya ia tidur seketiduran lagi,
lalu diambillah amanat itu dari hatinya, kemudian tertinggallah bekasnya
bagaikan lepuhnya tangan - sehabis mengerjakan sesuatu. Jadi seperti suatu bara
api yang engkau gelindingkanpada kakimu, kemudian melepuhlah, engkau lihat ia
meninggi, tetapi tidak ada apa-apanya."
Di kala menceriterakan ini beliau s.a.w.
mengambil sebuah kerikil lalu digelindingkan ke arah kakinya.
"Kemudian berpagi-pagi orang-orang
sama berjual-beli, maka hampir saja tiada seorangpun yang suka menunaikan
amanat, sampai-sampai dikatakan: "Bahwasanya dikalangan Bani Fulan itu ada
seorang yang amat baik memegang amanat - terpercaya,
sehingga kepada orang tersebut dikatakan:
"Alangkah giatnya ia bekerja, alangkah indah pekerjaannya, alangkah pula
cerdiknya. Padahal dalam hatinya sudah tidak ada lagi keimanan sekalipun hanya
seberat timbangan biji sawi.
"Niscayalah akan datang padaku suatu
zaman, sayapun tidak memperdulikan, manakah di antara engkau semua yang saya
beri bai'at. Jikalau ia seorang muslim, hendaklah kembali saja agamanya itu
kepadaku - supaya tidak berkhianat dan jikalau ia seorang
Amanat, artinya segala sesuatu yang
diamanatkan atau diperintahkan untuk melaksanakannya, baik berupa perintah
larangan, urusan keagamaan atau keduniaan.
Nasrani atau Yahudi, baiklah walinya saja
yang kembali padaku -supaya amanat itu dipikulnya dan lenyaplah tanggungan
beliau s.a.w. daripadanya. Adapun pada hari ini,maka saya tidak pernah
membai'at seseorang di antara engkau semua, melainkan si Fulan dan si Fulan itu
saja." (Muttafaq 'alaih)
202. Dari Hudzaifah dan Abu Hurairah
radhiallahu 'anhuma, keduanya berkata:
"Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Allah
Tabarakawa Ta'ala mengumpulkan seluruh manusia lalu berdirilah kaum mu'minin
sehingga didekatkanlah syurga untuk mereka. Mereka mendatangi Adam shalawatullah
'alaih, lalu berkata: "Hai bapak kita, mohonkanlah untuk kita supaya
syurgaitu dibuka."
Adam
menjawab: "Bukankah yang menyebabkan keluarnya engkau semua dari syurga
itu, tiada lain kecuali kesalahan bapakmu semua ini. Bukan aku yang dapat
berbuat sedemikian itu. Pergilah ke tempat anakku Ibrahim, kekasih Allah."
Beliau
s.a.w. meneruskan: "Selanjutnya Ibrahim berkata: "Bukannya aku yang
dapat berbuat sedemikian itu, hanyasanya aku ini sebagai kekasih dari belakang
itu, dari belakang itu - maksudnya untuk sampai ke tingkat yang setinggi itu
tidak dapat aku melakukannya Pergilah menuju Musa yang Allah telah berfirman
kepadanya secara langsung." Merekame ndatangi Musa, lalu Musa berkata:
"Bukannya aku yang dapat berbuat sedemikian itu.
Pergilah
ke tempat Isa, sebagai kalimatullah - disebut demikian karena diwujudkan dengan
firman Allah: Kunduna abin artinya
"Jadilah tanpa ayah - dan juga sebagai ruhullah - maksudnya mempunyai ruh
dari Allah dan dengannya dapat menghidupkan orang matiatau hati yang
mati."
Seterusnya setelah didatangi Isa berkata:
"Bukan aku yang dapat berbuat sedemikian itu." Kemudian mereka
mendatangi Muhammad s.a.w., lalu Muhammad berdiri di bawah 'Arasy - dan
untuknya diizinkan memohonkan sesuatu.
Pada saat itu amanat dan kekeluargaan
dikirimkan, keduanya berdiri di kedua tepi Ash-Shirath - jembatan, yaitu
sebelah kanan dan kiri. Maka orang yang pertama-tama dari engkau semua itu
melaluinya sebagai cepatnya kilat."
Saya yang merawikan Hadis bertanya: "Bi-abi
wa ummi, bagaimanakah benda
yang berlalu secepat kilat?" Beliau s.a.w. menjawab: "Tidakkah engkau
semua mengetahui,bagaimana ia berlalu dan kemudian kembali dalam sekejap mata.
Kemudian yang berikutnya dapat melalui AshShirath sebagai jalannya
angin, kemudian sebagai terbangnya burung, lalu sebagai seorang yang berlari
kencang.
Bersama mereka itu berjalan pulalah
amalan-amalan mereka sedang Nabimu ini - Muhammad s.a.w. - berdiri di atas Ash-Shirath tadi sambil mengucapkan:
"Ya Tuhanku, selamat-kanlah, selamatkanlah." Demikian itu hingga
hambahamba yang lemah amalan-amalannya, sampai-sampai ada seorang lelaki yang
datang dan tidak dapat berjalan melainkan dengan merangkak -sebab ketiadaan
kekuatan amalnya untuk membuat ia dapat berjalan baik."
Pada kedua tepi Ash-shirath itu ada beberapa kait yang digantungkan dan diperintah
untuk menyambar orang yang diperintah untuk disambarnya. Maka dari itu ada
orang yang tergaruk tubuhnya, tetapi lepas lagi
selamat dan ada yang terpelanting ke dalam neraka yang sebagian
menindihi sebagian orang yang lain.
Demi Zat yang jiwa Abu Hurairah ada di
dalam genggaman kekuasaanNya,sesungguhnya dasar bawah neraka Jahanam niscayalah
sejauh tujuhpuluh tahun perjalanan."(Riwayat Muslim)
Kata-kata sedemikian itu diucapkan oleh
Nabi Ibrahim a.s. sebagai tanda merendahkan diri.
Ucapannya Waraa-a, Waraa-a, itu dibaca dengan
fathahnya kedua hamzah dan adayang mengatakan bahwa kedua hamzahnya
didhammahkan tan pa ditanwinkan. Adapunmaknanya ialah: "Bukannya aku yang
dapat menempati derajat yangsetinggi itu." Ini adalahkata-kata yang
disebutkan untuk menyatakan tawadhu' yakni merendahkan diri. Hal ini telah saya
(Imam an-Nawawi) kupas maknanya dalam syarah kitab Shahih Muslim.
Wallaahu a'lam.
203. Dari Abu Khubaib, dengan dhammahnya
kha' mu'jamah, yaitu Abdullah binZubair radhtallahu 'anhuma, katanya:
"Ketika Zubair berdiri - menghadapi musuh - di waktuhari perang Jamal
antara sesama kaum Muslimin yakni pasukan Ali r.a. dan Aisyah
radhiallahu 'anha yang saat itu
mengendarai unta, maka disebut perang Jamal Zubair memanggil saya lalu sayapun
berdiri didekatnya. fa berkata: "Hai anakku, sesungguhnya sajapada hari
ini tidak ada seorangpun yang terbunuh, melainkan ia adalah seorang yang
menganiaya atau seorang yang dianiaya -
dan bahwasanya aku merasakan bahwa aku akan
dibunuh pada hari ini sebagai seorang yang
dianiaya - karena membela yang benar dan iaada di barisan Ali r.a. Sesungguhnya
salah satu daripada kedukaanku yang terbesaradalah hutangku. Adakah engkau
menyangka bahwa hutangku itu akan masih dapat
meninggalkan sesuatu harta kita? -
maksudnya karena amat banyak sekali, maka apakahkiranya masih ada yang
tertinggal jikalau semua itu digunakan untuk melunasinya,"Zubair
melanjutkan ucapannya: "Hai anakku, jual sajalah harta kita itu dan
lunasilahseluruh hutangku." Zubair mewasiatkan dengan sepertiga,dan
sepertiga dari sepertigadiperuntukkan anak-anak Abdullah - yakni bahwa yang
diwasiatkan untuk anak-anaknyaAbdullah bin Zubair ialah sepertiganya sepertiga
(sepersembilan).
Zubair berkata: "Jikalau ada
kelebihan dari harta kita - setelah digunakan melunasihutangnya, maka yang
sepertiganya sepertiga adalah untuk anak-anakmu."
Hisyam berkata: "Anak Abdullah itu
ada yang menentang tidak sesuai dalam sesuatu hal - kepada anak-anaknya Zubair,
yakni Khubaib dan 'Abad, sedang Zubair pada hari itu mempunyai sembilan orang
anak lelaki dan sembilan orang anak perempuan." Abdullahbin Zubair
berkata: "Maka mulailah Zubair mewasiatkan kepadaku perihal hutangnya dan
ia
berkata: "Hai anakku, jikalau engkau
merasa lemah untuk melaksanakan sesuatu daripadamelunasi hutang itu artinya
tidak ada lagi harta untuk mencukupinya maka mintalahpertolongan kepada Yang
menguasai diriku?" Abdullah berkata: "Demi Allah, saya tidak
mengerti sama sekali apa yang dimaksudkan
olehnya - dengan kata-kata yang menguasainyaitu, maka saya berkata: "Hai
ayahku, siapakah yang menguasai ayah ini?" Ia berkata:
"YaituAllah." Abdullah berkata: "Maka demi Allah, tiada satu
waktupun saya merasa jatuh dalamkedukaan karena memikirkan hutang ayah itu,
melainkan saya tentu berkata: "Wahai Yang
menguasai Zubair, tunaikanlah hutang
Zubair ini!" Maka Tuhan menunaikannya.
Abdullah berkata: "Selanjutnya Zubair
terbunuh dalam peperangan dan ia tidakmeninggalkan sedinar atau sedirhampun
melainkan ada beberapa bidang tanah, di antaranyaialah Ghabah - sebidang tanah
yang terkenal namanya di dekat Madinah, yakni di sebelah
utaranya, sebeias buah rumah di Madinah,
dua buah rumah di Bashrah dan sebuah rumah diKufah, juga sebuah rumah di
Mesir."
Imam Ibnul Tin
berkata: "Sebabnya ada yang dianggap penganiaya atau teraniaya, karena dua
pihak seagama yang berperang itu ada yang termasuk golongan sahabat-5ahabat Nabi
s.a.w. yang dengan ikhlas hendak membela kebenaran kemudian terbunuh, Inilah
yang dianggap orang yang teraniaya. Ada pula golongan yangbukan termasuk
sahabat Nabi s.a.w. yang dapat membunuh lawannya, sedang tujuan ikut berperang
hanyalahsemata-mata mengharapkan harta dunia. Maka itulah yang dianggap
penganiaya.
Abdullah berkata: "Sebenarnya saja
sebabnya Zubair mempunyai hutang itu ialahkarena apabila ada seorang lelaki
datang padanya dengan membawa harta, lalu harta itudimaksudkan olehnya akan
dititipkan kepada Zubair, tetapi Zubair lalu berkata: "Jangandititipkan,
tetapi bolehlah itu menjadi pinjaman saja, karena sesungguhnya saya sendiri
takutkalau harta itu hilang. Zubair tidak pernah menjabat sebagai penguasa
negara sama sekali,tidak pula pernah mengusahakan pengulahan tanah ataupun
memperoleh hasil pertanian,
bahkan tidak pernah juga bekerja sesuatu
apapun, melainkan ia pernah mengikutipeperangan beserta Rasulullah s.a.w. atau
bersama Abu Bakar, Umar atau Usmanradhiallahu 'anhum - dan dengan demikian
memperoleh bagian harta rampasan perang atau
ghanimah."
Abdullah berkata: "Kemudian saya
menghitung hutang yang menjadi tanggungannya.lalu saya dapatkan itu adalah
sebanyak dua juta duaratus ribu - dirham."
Hakim bin Hizam lalu menemur Abdullah bin
Zubair dan berkata: "Hai anaksaudaraku, berapa jumlahnya hutang yang
menjadi tanggungan saudaraku-yakni Zubair -
itu?" Saya -Abdullah -
menyembunyikannya jumlah itu dan saya berkata: "Seratus ribu."
Hakim berkata: "Demi Allah, saya
mengira bahwa hartamu tidak akan mencukupi untukmelunasr hutang sebanyak
itu." Abdullah berkata: "Kalau begitu, bagaimana pengiraanmu,jikalau
hutangnya yang sebenarnya itu ada duajuta duaratus ribu?" Ia berkata:
"Saya kira,anda tidak akan kuat melunasi itu semua, tetapi jikalau anda
merasa lemah - kesukaran untuk melunasi sesuatu dari hutang Zubair itu,
hendaklah meminta pertolongan padaku."
Abdullah berkata:"Zubair itu pernah
membeli tanah Ghabah dengan harga seratustujuhpuluh ribu." Tanah Ghabah
lalu dijual oleh Abdullah dengan harga sejuta enam ratusribu, kemudian ia
berkata - kepada umum -: "Barangsiapa yang merasa memberikan hutang
kepada Zubair, hendaklah suka kamu lunasi
dengan perhitungan harga tanah Ghabah."
Kemudian datanglah Abdullah bin Ja'far dan
ia pernah memberi hutang kepada Zubairsebanyak empat ratus ribu. Abdullah bin
Ja'far berkata kepada Abdullah bin Zubair: "Jikalauanda suka, hutang itu
saya tinggalkan untuk anda yakni tidak usah dikembalikan."
Abdullah bin Zubair berkata: 'Tidak-yakni
hutang itu akan dilunasi." Abdullah bin Ja'farberkata: 'Sekiranya anda
suka, pelunasan itu hendak anda belakangkan juga boleh andabelakangkan yakni
tidak tergesa-gesa dikembalikan." Abdullah bin Zubair menjawab:
"Jangan - yakni akan segera
dilunasi." Katanya lagi: "Kalau begrtu., potongkan sajalahsebahagian
dari tanah Ghabah itu!" Abdullah bin Zubair berkata: "Untuk anda
ialah tanahdari batas ini sampai ke batas itu." Dengan demikian Abdullah
bin Zubair telah menjual
sebagian tanah Ghabah itu dan ia melunasi
sebagian hutang ayahnya.
Kini yang tertinggal ialah empat setengah
bagian. Ia datang kepada Mu'awiyah dan disisinya terdapatlah Amr bin Usman,
Mundzir bin Zubair dan Ibnu Zam'ah. Mu'awiyahbertanya padanya: "Berapa
diperkirakan harga tanah Ghabah itu?" Abdullah berkata: "Tiap
sebagian berharga seratus ribu." Ia
bertanya pula: "Kini tinggal berapa bagiannya." Jawabnya:
"Empat setengah bagian." Mundzir
bin Zubair berkata: "Baiklah, untuk saya ambil satubagiannya dengan harga
seratus ribu." Amr bin Usman juga berkata: "Saya ambil satubagiannya
pula dengan harga seratus ribu." Ibnu Zam'ah juga berkata: "Saya
ambil satubagiannya dengan harga seratus ribu." Selanjutnya Mu'awiyah
berkata: "Berapa bagian kiniyang tertinggal?" Jawabnya: "Satu
setengah bagian." Ia berkata: "Baiklah, saya ambil satusetengah
bagian dengan harga seratus limapuluh ribu."
Abdullah bin Zubair berkata:
"Abdullah bin Ja'far menjual bagiannya kepadaMu'awiyah dengan harga
enamratus ribu."
Setelah Abdullah bin Zubair menyelesaikan
pelunasan hutang ayahnya, lalu anakanaknyaZubair berkata: "Bagikanlah
bagian warisan kita masing-masing." Tetapi Abdullahbin Zubair menjawab:
"Demi Allah, saya tidak akan membagi-bagikan itu antara engkausemua,
sehingga saya memberitahukan secara umum pada setiap musim, yakni selamaempat
tahun,yaitu dengan ucapan: "Ingatlah, barangsiapa yang pernah memberikan
hutangkepada Zubair, hendaklah datang di tempat kita dan kita akan
melunasinya." Demikianlah
setiap tahunnya padawaktu musim haji itu
diumumkan pemberitahuannya.
Setelah selesai empat tahun, lalu harta
warisan itu dibagi-bagikan antara anakanaknyaZubair dan dikurangi sepertiganya.
Zubair ketika wafatnya mempunyai empatorang isteri, maka setiap isteri itu
memperoieh sejuta duaratus ribu. Jadi semua harta Zubairitu ialah limapuluh
juta duaratus ribu. (Riwayat Bukhari)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan